Resolusi???


Januari hampir berakhir. Sementara saya belum merancang resolusi untuk tahun ini, kebiasaan saya. Dan mungkin kebiasaan banyak orang. Resolusi menjadi penting setidaknya untuk mengingatkan saya agar berada di jalur yang tepat. Di perencanaan yang telah saya pikirkan dengan matang. Meski, semua hanyalah catatan harapan yang dibuat manusia lemah seperti saya. 

Orang-orang selalu berkata. Masa depan itu tidak datang begitu saja. Masa depan itu diciptakan. Bukankah Allah selalu adil. Dia memberikan ruang ikhtiar. Ruang dimana kamu bisa merancang sesuka hati dan memiliki pilihan hidup. Agar masa depan yang kamu inginkan tervisualisasi lebih jelas. Tapi, jangan pernah khawatirkan masa depan itu. Karena tugasmu hanyalah berencana baik.

Sungguh tidak adil jika masih ada manusia yang menyalahkan nasib. Sementara mereka tidak merancang hidupnya dengan baik. Sungguh tidak adil jika masih ada manusia yang membela diri belum dapat hidayah, jika Tuhan membuka lebar ruang untuk memilih. Memilih hidup lebih baik atau sebaliknya. Memilih jalur yang benar atau sebaliknya. Bukan dikekang oleh apa yang kamu sebut nasib. 

Tapi manusia yang beriman, selalu sadar bahwa rencana-rencananya selalu dalam kendali takdir Tuhan. Orang yang beriman selalu paham Allah lebih tahu dari resolusi dan rencana yang dibuatnya. Manusia tetaplah hamba dengan segala keterbatasannya dan ketidaktahuannya akan masa depan.

Resolusi hanyalah harapan-harapan yang kamu ciptakan. Harapan baik akan selalu memiliki jalan untuk terwujud. Dengan niat yang baik dengan doa yang tulus. Tapi Allah Maha Baik memberi apa yang kamu butuhkan bahkan kadang memberikanmu lebih cepat dari waktu yang kamu rencanakan. Atau bahkan memberi apa yang tidak pernah masuk dalam perencanaanmu. Tetaplah memiliki harapan baik!

Sebaik-Baik Penghambaan



Yang paling penting dalam pencarian manusia adalah sejauh mana kesendiriannya diisi dengan sebaik-sebaiknya penghambaan. Bukankah bertemu dengan seseorang itu adalah celah ujian. Ujian bagi hati dan niatmu.

Jika kamu senantiasa menjadi hamba yang taat, kamu telah memiliki sayap-sayap yang siap menerbangkanmu pada kebaikan-kebaikan lain. Ada yang menuntunmu untuk memilih dan berhati-hati. Ada yang menuntun pencarianmu. Ada yang menuntun penantianmu.

Suatu waktu kamu merasa pernah menghadapi ujian yang sulit. Tapi doadoamu kepada Tuhan telah berhasil memayungi hatimu dari derasnya cobaan. Kamu selalu meminta pertolongan dan jalan keluarnya. Hingga Tuhan meminta malaikat untuk mengirimkanmu hadiah yang jauh lebih baik. Bisa jadi karena kebaikan dalam hatimu, menunjukkan jalan pada kebaikan hati orang lain.

Sesungguhnya wanita tercantik dan lelaki tertampan bukanlah mereka yang mempesona secara fisik. Tetapi mereka yang bercahayakan pengetahuan, kecerdasan, dan akhlak yang baik. Jadilah hamba yang mau terus belajar dan memperbaiki diri!

photo credit: Maslihatul Bisriyah

Mencintai Diri Sendiri



Jadi beberapa tahun terakhir ini saya sedang mempelajari seni memahami diri sendiri. Saya tidak tahu kapan mulanya saya begitu tertarik dengan segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri. Mungkin karena saya cenderung introvert atau karena buku-buku yang saya baca. Atau karena saya adalah seseorang yang intrapersonal.

Saya orang yang sangat mudah khawatir, overthinking, resah sendiri. Hingga, saya benar-benar menemukan sebuah solusi ketika saya belajar tentang memahami diri sendiri. Ada bagian dari diri saya yang berubah. Saya berusaha agar tidak peduli dengan stimulasi eksternal yang mungkin menganggu kestabilan perasaan dan pikiran saya. Saya memutuskan bahwa apapun yang terjadi di luar sana, respon sayalah yang menentukan. Saya akhirnya memusatkan perhatian saya pada respon pribadi dan diri saya sendiri. Dengan begitu saya bisa mencegah datangnya stress.

Bahkan saya menulis untuk diri saya sendiri, mengingatkan diri saya sendiri. Jika ada sedikit yang mengacaukan hati dan pikiran saya, saya akan menasihati diri saya sendiri dengan menuliskannya. Saya bahagia berkomunikasi dengan diri saya sendiri.

Sejak kehadiran sosial media, orang introvert seperti saya nampaknya menjadi ekstrovert. Saya jadi senang mengabarkan apapun yang bisa menumbuhkan semangat saya. Tentang apa yang telah berhasil saya lakukan dengan perjuangan yang panjang. Tetapi jika itu menyangkut urusan pribadi yang bersifat rahasia, saya sangat berhati-hati.

Ternyata melihat ke dalam diri sendiri membuat saya lebih tenang. Pikiran saya menjadi lebih positif. Saya menjadi tidak sesensitif dahulu. Tidak lagi baperan. Meski kadang-kadang sifat terlalu memikirkan suatu hal itu muncul lagi. Tapi, saya bisa tenang kembali setelah mengunjungi diri saya dan mencintai diri saya sendiri. Ini target yang masih dan akan terusa saya usahakan: saya tidak ingin memikirkan apa kata orang. Selama saya masih on the track, saya ingin merasa tenang dgn diri saya sendiri. Dan sebaik-baik tempat berkeluh kesah hanya Allah swt.

Karena orang yang tidak mencintai dirinya sendiri, akan sulit mencintai dan menyayangi orang lain.

photo credit: Maslihatul Bisriyah

Cantik Itu...



Cantik itu tidak akan abadi jika kamu mengikuti standar definisi laki-laki pada umumnya.
Padahal kamu tahu lelaki yang baik adalah lelaki yang lebih dulu mencintai hatimu, kemudian fisikmu.

Sementara kamu masih sibuk dengan memenuhi keinginan fana mereka terhadap definisi cantik.
Sibuk dengan aturan main mereka dalam memaknai sebuah hubungan.

Kamu jadi lupa, lelaki yang sampai padamu tidak berniat singgah selamanya. Sementara kamu sibuk menghitung waktu. Lupa mencintai dirimu sendiri.

Dan kamu terlambat menyadari bahwa kamu hanyalah persinggahan bagi orang-orang yang tidak ingin merasa sunyi.

Jangan mau jadi persinggahan, cantik!

photo credit: Maslihatul Bisriyah

Kesedihan VS Kesenangan

  
Kupikir jarak antara kesedihan dan kebahagiaan itu begitu dekat. Jika hari ini kamu terlalu bahagia, bisa jadi tak lama kemudian kamu bersedih. Begitupula sebaliknya. Saya tidak ingin menakut-nakuti bahwa kamu tak boleh bahagia selamanya. Sama halnya tak ada yang ingin sedih terus-menerus. 

Ada banyak orang yang lebih memilih perasaan senang ketimbang sedih. Apalagi jika sedih itu berasal dari cobaan hidup. Sedih menurutnya membawa rasa tak nyaman, beban, dan belenggu di hati. Tapi, pernahkah kau berpikir kalau rasa sedih, rasa berat di dada itu diciptakan sebenarnya menarik dirimu pada keikhlasan tertinggi. Kamu menjadi sangat bergantung PadaNya. Hingga yang dibutuhkan tak lain hanyalah pertolongan Tuhan.
.
Jika kamu selalu merasa senang, bisa jadi matamu menjadi kabur dan hatimu tak lagi seimbang. Karena rasa senang pun mesti dikelola dengan baik. Bukankah ada banyak orang yang lupa diri hingga lupa Tuhan karena terlalu memburu kesenangan dunia. Seolah-olah semuanya terasa indah, mudah dan nyaman. Padahal sewaktu-waktu, rasa itu bisa dibalikkan. Rasa bahagia itu bisa dicabut kapan saja.

Saya selalu memahami Tuhan menciptakan bahagia agar manusia bersyukur. Bahagia itu selalu berbanding lurus dengan rasa syukur. Semakin kamu bersyukur, semakin kamu bahagia. Semakin kamu bersyukur, semakin tenang hidupmu.

Setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah kesulitan ada kemudahan. Tuhan sudah berjanji.

Photo credit: Nur Fadilah

Kecewa Hanyalah Perasaan Singkat


Barangkali usia daun itu adalah musim gugur. Daun-daun yang mencintai tanah. Disirami hujan. Pasrah. Terimakasih kepada dedaunan yang berguguran. Kamu seperti rindu seorang Ibu yang jatuh kepada anaknya. Kamu seperti harapan yang telah dipetik dan doa-doa yang terwujud pelan-pelan.

Jika kamu kembali dalam putaran musim, berikanlah kebaikan bagi orang-orang yang sedang patah. Sampaikan padanya bahwa cerita akan berganti dengan kesabaran yang indah. Saat mereka tahu bahwa rasa kecewa dan sedih itu hanyalah perasaan singkat. Manusia akan melaluinya dalam perjalanan mencari hikmah.

Sampaikan pada setiap lelaki dan perempuan yang mencari, bahwa cinta selalu suci. Yang menodainya adalah sikap yang salah memahami. Semoga yang bersabar dengan pencariannya, bertemu dengan seseorang yang menjaga dirinya, menjaga imannya. 

photo credit: Nur Fadilah

Kemapanan Iman


Pada akhirnya setiap manusia butuh pegangan di dunia yang tak pernah seimbang. Tuhan tak menyuruh kita bersandar pada pegangan yang rapuh. Karena kerapuhan itu sangat dekat dengan kekosongan ilmu. Pegangan yang kuat memastikan arah hidup kita tertuntun.

Tanggung jawab itu memang berat. Tapi bukankah sejak lahir manusia telah tumbuh dengan tanggung jawab yang semakin bertambah, seiring bertumbuhnya. Kita telah terbiasa dengan itu.

Kemapanan bukan lagi diukur dari materi, tapi seberapa kuat seseorang memikul tanggung jawab. Kedewasaan dan iman akan diuji pada tanggung jawab yang kita emban. Saya pikir setiap tanggung jawab akan melahirkan rasa kebergantungan yang tinggi kepada Tuhan. Bukankah itu baik? Dan akan selalu ada doa yang membuka harapan baik di depan.

Kesendirian adalah ujian, tak sendiri pun ujian. Hidup ini diisi hamparan ujian yang bermacam-macam tingkatnya. Menguji siapa yang kelak menjadi hamba yang sukses meniti tangga hingga ke pintu surga.

Kita butuh penjagaan diri yang kuat. Kita butuh teman seperjalanan yang juga memiliki penjagaan diri yang kuat. Menjaga diri adalah seminimalnya usaha kita untuk meraih surga. Apa penjagaan diri itu? Kemampuan untuk taat pada aturan-aturan Ilahi.

Hidup itu seperti angin yang kadang menyejukkan, kadang membawa badai. Belajar adalah usaha kita menaklukkan hidup. Belajar agama membantu kita selamat dari perjalanan hidup. Jika mungkin, saya ingin belajar bersamamu.

Polewali, 21 November 2017

sumber foto: percikaniman.id

Lorong Gelap


Seseorang seperti kita hanyalah bagian kecil dari mata air peradaban. Kalau ada seseorang yang hatinya seputih salju dan sejernih air di pegunungan, itu adalah Lelaki Teragung. Seseorang lain hanya berusaha menyamai dan meneladani kisah sucinya. Kita adalah manusia yang selalu tak bisa menjamin dirinya dalam putaran orbit menuju tempat tertinggi, bernama surga.

Kadang-kadang kita seperti debu-debu yang berterbangan. Kadang seperti air yang mengalir. Kadang seperti daun yang mempersiapkan diri dijatuhi hujan. Setenang-tenangnya hidup seseorang, ia tak akan pernah lepas dari pedihnya berharap dan meminta.

Untuk sampai ke puncak atau tujuan, seseorang seperti kita harus menemui celah sempit bernama ujian. Celah dengan potensi pahala yang bergunung-gunung. Kita pun dihadiahi simpul-simpul sujud yang mengikat doa. Membebaskan setiap keluhan. Menuju takdir terbaik.

Kelak jika kamu menemukanku dalam lorong-lorong gelap, hatiku pasti tak tenang. Pikiranku mungkin kacau. Efek dosa yang tak lagi bisa kuinderai. Maka bisikkanlah sesuatu yang baik yang bisa kukenali, pelan-pelan. Karena sesungguhnya kita tak bisa hidup sendiri meski dikeliling cahaya-cahaya terang.

Photo credit: Maslihatul Bisriyah

Rumah Berteduh yang Paling Aman adalah Hatimu



Setiap pertemuan itu mengandung harapan. Mengandung kemungkinan. Hatimu sebenarnya tak ingin melebihi batas kemampuan berharapnya. Tapi tak juga ingin mundur sebelum berjuang.

Kamu selalu mencari alasan bagaimana memulai sebuah percakapan. Kamu selalu mencari cara bagaimana agar dia menyadari keberadaanmu. Tapi kamu adalah wanita dengan kepakan sayap malu. Sayap-sayapmu selalu mengepakkan dirinya sendiri saat kau mulai melangkah terlalu jauh. Kamu selalu punya rem untuk berhati-hati. Kamu memahami kalau cinta punya aturan.

Kesabaran adalah rumahmu berteduh. Kamu belajar ikhlas dengan cinta. Tapi kamu selalu punya cara lain untuk berusaha. Kamu punya doa yang jangkauannya bisa menembus hati laki-laki teduh di luar sana. Bahkan ketika kamu tak perlu berusaha hingga menembus jendela prinsipmu. 


Photo credit: Maslihatul Bisriyah

Kesiapan



Seperti sedia kala, saat kita masih mencari makna kepantasan dan kesiapan. Kupikir tidak ada orang benar-benar siap di dunia ini, sama halnya tidak ada orang yang juga tidak siap. Kita cuma butuh merasa yakin dan sanggup. Sejauh batas kemampuan kita. Kita tidak punya kuasa atas apa yang akan terjadi di depan. Kemampuan kita untuk menerima dan bertahan satu sama lain adalah cara terbaik untuk mempersiapkan kebaikan dan ujian yang mungkin ada.

Bukankah orang-orang sering bilang hidup itu misteri, penuh tantangan, banyak kejutan. Nasihat sederhana seperti itu telah cukup membuat diri saya penuh dengan kesiapan. Siap dengan segala ketidakpastian dan kemungkinan hidup. Saya selalu percaya kebaikan akan selalu datang pada orang-orang yang berserah diri dan memenuhi hatinya dengan kecintaan tertinggi pada Tuhan.

Ada banyak cahaya yang bisa masuk ke dalam hati dan menuntun kita mengambil sikap yang terbaik, jika kita tidak mendahulukan cinta-cinta selain Cinta-Nya. Manusia seperti kita lemah. Tapi, kesadaran akan lemahnya diri selalu bermakna kita butuh kekuatan dan penjagaan dari Tuhan. Jangan pernah berhenti merapal doa. Sesungguhnya doalah senjata orang beriman.

Photo credit: Maslihatul Bisriyah
Diberdayakan oleh Blogger.