Siklus Perasaan


Pagi ini, ingin menulis sesuatu. Melihat matahari yang mengirimkan kemilau keemasan tapi sedikit basah oleh waktu. Bulan ini berlatar hujan. Ikut membasahi hati sampai pada sudut yang tak nampak. Mungkin sisa-sisa bulan kemarin. Sedikit bercerita tentang siklus hari dan perasaanku. Aku ingat, aku pernah mengulang perasaan yang sama. Dan kembali mengalaminya.

Tapi, sudahlah. Hari ini tak ada selimut awan. Berarti cahaya matahari bisa sampai ke bumi. Sedikit menghangatkan hati. Hari ini adalah kesempatan melakukan segala hal yang tak bisa dilakukan jika ditemani hujan.

Hidup itu seperti awan yang berganti bentuk begitu cepat. Bentuknya tak pernah diduga. Kadang mengantar hujan. Kadang mempersilahkan matahari. Kadang menjadi pelindung. Siklus ini adalah penghargaan religius. Dan pagi ini, awan menjadi pelindung tak mengantar air mata dari langit. Benar-benar merasakan titik kedamaian.

Apa yang kurasakan sekarang adalah sebuah kedamaian. Hatiku seperti ringan. Kemarin, berusaha menyembunyikan keletihan dengan senyuman. Seperti sebuah perahu yang menantang gelombang. Terombang-ambing. Tak mengalir seperti sungai yang airnya tenang, bersih, dan segar untuk membasuh wajah. Tapi, hari itu sudah berlalu…

Aku ingin bercerita tentang kata maaf. Maaf itu seperti hujan yang bisa menghapus kemarau panjang dan ganas. Ada keajaiban dalam sebuah maaf. Jika terlambat mengatakannya, bisa saja keajaiban itu hilang. Maaf tak bisa disembunyikan di balik tumpukan jerami yang menyulitkan orang untuk menemukannnya. Maaf butuh dilisankan, dituliskan dalam sebaris kata, simbol, atau deret huruf. Satu hal, meminta maaf tidak pernah menjatuhkan harga diri. Seorang pemenang ialah ketika ia mampu mengucapkan selamat saat ia kalah dan mengucapkan maaf saat ia tidak salah.

Tidak ada hal yang betul-betul salah. Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari (Paulo Coelho). Seolah bermakna masih ada kesempatan untuk memaafkan. Kesabaran itu menimbun emas. Hari ini dan seterusnya, lebih baik menimbun emas. Emas tidak akan pernah berkurang nilainya. Ia akan tetap berguna. 

*Desember berlatar hujan. Ingin menemukan kedamaian...

Selamat menjemput mimpi-mimpi!

Makassar, 28 Desember 2011, di garis waktu 09.10



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.