Simple Tips for Successful and Happy Life


Setelah membongkar file-file di laptopku yang mulai lemot, ternyata ada banyak tulisan-tulisan bermanfaat yang layak untuk di-share. Salah satunya tulisan di bawah ini, terinspirasi setelah saya membaca buku “The Secret” yang fenomenal itu. Isinya memang bagus, tapi mengalihkan peran Allah swt. Seolah-olah memang semesta-lah dengan hukum tarik-menariknya mendukung setiap aliran positif yang kita pancarkan. Padahal itu adalah andil Allah swt. Maka saya coba integrasikan dengan islam.

Tulisan ini saya tulis tak lain untuk memotivasi diri saya pribadi. Apalagi kegemaran saya melahap buku-buku motivasi, kadang saya cuma menghabiskannya dalam sehari atau dua hari. Kalah dengan novel yang malah jarang saya baca. Bahkan novel yang saya beli tak pernah tamat saya baca. Saya lebih sering membaca buku-buku pemantik ruhiyah, motivasi dan artikel-artikel pemikiran. Kalau karya fiksi saya lebih senang membaca cerpen yang sekali baca langsung tamat.

Kok jadi curhat buku ya? Hmm, kalau begitu selamat membaca! semoga bermanfaat J

TIPS SUKSES DAN BAHAGIA

Yakin kepada Allah. Niatkan segala hal-hal yang baik dan percaya bahwa Allah benar-benar akan mengabulkan segala hal baik yang diinginkan dengan betul-betul yakin kepada Allah. Jangan ada keraguan sedikit pun. Allah-lah tempat meminta. Allah-lah tempat bergantung. Tak boleh yang lain. Tapi, belum tentu apa yang baik menurut kita, itu baik menurut Allah lho. Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Kita hanya perlu yakin bahwa Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Bersyukur kepada Allah, bahagia setiap hari, banyak memberi dan ikhlas. Bahwa dengan bersyukur atas apa yang dimiliki saat ini dibarengi dengan keyakinan kuat akan segala hal yang diinginkan, maka ia akan datang sendirinya. Contohnya dengan bersedekah dan diiringi dengan bersyukur, dan rasa ikhlas. Memberikan uang akan mendatangkan lebih banyak uang ke dalam hidup Anda. Ketika Anda bermurah hati dengan uang, dan merasa senang untuk berbagi dengan orang lain, sebenarnya Anda berkata, “Saya punya banyak uang.” Merasa bahagia di saat kini adalah cara tercepat untuk mendatangkan uang ke dalam hidup Anda. Bukan hanya dalam perkara uang lho. Itu hanya sekadar contoh. Menolong orang juga sedekah J

Berpikir positif dan berbaik sangka kepada Allah. Rahasia ini berarti bahwa kita adalah pencipta kesuksesan kita, dan setiap keinginan yang ingin kita ciptakan akan mewujud dalam hidup kita. Oleh karenanya, keinginan, pikiran, dan perasaan kita hendaknya selalu positif dan diridhoi oleh Allah. Itu sangat penting karena apa yang diinginkan akan terwujud dengan sendirinya.

Cinta kepada diri sendiri, semua orang dan segala hal. Berbuat baiklah kepada semua orang dengan cinta yang tulus. Cintailah segala sesuatu yang bisa Anda cintai. Cintailah setiap orang yang bisa Anda cintai. Fokuskan hanya pada segala yang Anda cintai. Rasakan cinta, Anda akan mengalami cinta dan kegembiraan memantul kembali kepada Anda berlipat ganda! Hukum tarik-menarik harus mengirim lebih banyak hal yang bisa Anda cintai kepada Anda. Ketika Anda memancarkan cinta, cinta akan muncul seakan-akan seluruh semesta melakukan segalanya bagi Anda, menggerakkan setiap hal yang menggembirakan anda, dan menggerakkan setiap orang baik kepada Anda. Perlakukan diri dengan cinta dan hormat, maka Anda akan menarik orang-orang yang menunjukkan cinta dan hormat kepada Anda. (Eits, ini tidak berlaku untuk lawan jenis yang bisa menimbulkan magnet VMJJ Beware Ukhti wa akhi ada proses dan saatnya!)

Berfokus pada hal-hal yang baik. Ketika Anda berfokus pada hal-hal yang baik, Anda merasa baik, dan Anda mendatangkan lebih banyak kebaikan ke dunia. Pada saat yang sama, Anda mendatangkan lebih banyak kebaikan ke dalam hidup Anda sendiri. Ketika Anda merasa baik, Anda mengangkat hidup Anda serta mengangkat dunia!

“Think positive, be sincere and be happyJ

Bulqia Mas’ud

Dunia ini Butuh Revolusi


ALHAMDULILLAH yang kemudian terucapkan setelah mengenal mabda ini. Di saat aku hampir terseret oleh tipuan hedonisme yang tidak sadar membuai sebagian besar generasi muda di jagad raya. Tak ketinggalan di negeri kita tercinta. Terimakasih kepada Allah, kita terlahir sebagai umat rasulullah dan berada pada barisan yang memperjuangkan agama Allah. Nikmat mana lagi yang paling sempurna selain islam dan keimanan dalam dada.

Sempat aku merasa muak kenapa ada begitu banyak fakta, masalah, yang tak bisa diselesaikan hanya dengan membuat berlembar-lembar draft undang-undang. Apalagi dengan satu hembusan nafas atau kedipan mata. Jangan mimpi. Kenapa pula bangsa ini dengan mudahnya menghabiskan dana bermilyar-milyar bahkan bertrilyun-trilyun atas sebuah pesta yang hanya mampu kuungkapkan dengan barisan makna mubazzir. Tak pernah berujung pada sebuah solusi dan resolusi. Justru menjaring pribadi-pribadi korup. Ah, mungkin bukan karena pestanya karena pesta itu hanyalah sebuah uslub. Ada yang memang salah dari akar.

Ini yang sering kutanyakan. Mengenai posisi yang 3 tahun belakangan telah kulewati dalam perjalanan hidupku. Tersisa setahun lagi, mungkin. Aku terlalu polos. Sangat-sangat polos ketika menginjakkan kakiku di kampus nan megah lalu berharap aku akan sukses setelah keluar dari kampus ini. Bekerja yang layak, gaji yang tinggi, karir sempurna, menikah, punya anak, bahagia. Standar mainstream saat ini. Terlalu keduniaan. Cukuplah diriku menjadi contoh bahwa ada beribu mahasiswa lain yang egoisentris. Hanya memikirkan dirinya dan kebahagiannya. Tidak memikirkan bahwa ada sesuatu yang mesti kita ubah. Termasuk mengubah diri sendiri agar lebih layak meraih surga Allah. Itu sebelum aku mengenal mabda ini.

Kenapa mahasiswa harus ada untuk menyelesaikan masalah? Bukankah tugas kita hanya belajar. Dan setelah menghirup udara bebas dari belenggu akademik yang menjenuhkan, akan menggantikan angkatan tua untuk membangun bangsa. Kenapa ada pula yang memilih jalur komersil dengan retorika-retorika absurd hanya untuk meraup pundi-pundi rupiah. Menjanjikan kita dengan bintang 4, 5, 6 atau 7 yang sama sekali tidak masuk dalam logikaku. Ya, semua butuh penyambung hidup. Benarlah kalau kemudian muncul ungkapan. Segalanya butuh uang, kawan!

Lalu kemana para pejabat dan pegawai sipil bangsa ini yang kerjanya mengatur administrasi dan tugas-tugas struktural kenegaraan. Justru ternyata hanya menghabiskan waktunya tidur di ruang kerja, bergosip atau pegawai-wati yang memilih berbelanja ke mal atau ke pasar. Tak adakah yang bisa disentuh oleh tangan-tangan mereka. Kenapa justru selalu mahasiswa yang membuat serangkaian program memberantas kemiskinan, memberantas buta huruf, menggalang dana untuk operasi tumor, katarak. Aku masih tetap berdiri sambil mengerutkan dahi dan bertanya-tanya kemana departemen-departemen dan dinas-dinas itu. Apa yang dilakukan orang-orang di dalamnya. Kalau ternyata, mahasiswa selalu dibutuhkan untuk mengambil peran. Hey, sadarkah, bukankah itu tugas negara? Apakah karena masalah yang semakin menggunung hingga negara tak mampu menyelesaikannya dengan kedua kaki dan tangan sendiri? Lalu pemerintah tanpa rasa kasihan pada rakyat malah menyerahkan permasalahan bangsa kepada korporasi asing. Aset terus dijual tanpa rem pengendali. Dan tak sadar, inilah titik awal munculnya masalah sistematis.

Kadang aku hanya bisa mengelus dada melihat Open recruitment yang terus-menerus diprogramkan pemerintah dan hanya mampu kuterjemahkan masih dengan kata mubazzir. Maaf, bukannya aku anti, tapi banyak yang berjalan tak sesuai logika. Ada yang seenaknya mendapatkan gaji setiap bulan tanpa harus kerja payah. Belum lagi para pendidik bangsa ini atau yang kita gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Meski sekarang entahlah masih pantaskah kita menyebut itu. Sungguh, aku tak ingin men-generalisir karena generalisasi adalah sintesis fatal kalau hanya bersumber dari fakta. Memang tak semua seperti itu. Tapi, kenapa yang tidak baik itu selau lebih banyak dari yang baik. Atas dasar apa mereka berhak mendapatkan sertifikasi tanpa berusaha memperbaiki kualitas. Kenapa anak-anak bangsa justru semakin kecanduan pornografi. Naudzubillah. Kemudian, kita hanya bisa kasihan karena ternyata upah sebagai P N S tak pula cukup untuk mengganjal kebutuhan nafsu manusia.

Tinta tidak akan pernah berhenti jika harus menguraikan masalah-masalah bangsa ini dalam lembaran-lembaran kertas. Ia mungkin akan lebih pajang dari epik I Lagaligo. Apa yang sesungguhnya salah? Selalu, kita hanya bisa menambal sulam. Memperbaiki pijakan sedikit demi sedikit. Lalu mengatasi rumah yang hampir roboh dengan memperbaiki pintu, palang jendela, plafon, tidak melihat adakah yang salah dengan pondasinya. Bagaimana kalau kita berbicara mengenai demokrasi?

Logikaku memang mengatakan bahwa demokrasi sudah cacat dari awal. Vos populi, vos dei. Suara rakyat suara tuhan. Dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat. Dimana kedaulatan Sang Pencipta? Bukankah hanya Sang Penciptalah yang tahu apa yang terbaik untuk sesuatu yang diciptakannya. Analogi, sebuah telepon genggam yang dibuat oleh pakarnya, penciptanya. Mereka menciptkan handphone beserta manual instructionnya. Apa gunanya? Agar kita menggunakan handphone itu sebagaimana mestinya, baik, benar, hingga tidak mudah rusak. Begitupula Allah menurunkan Al Qur’an untuk manusia sebagai manual instruction. Agar tidak dijadikan sebagai penghias lemari atau hafalan-hafalan belaka, tapi kembali menerapkannya secara utuh.

Tak usalah saling memalingkan wajah hanya karena demokrasi. Meski saya tidak setuju dengan demokrasi, tapi saya tidak pernah mencela orang-orang yang memperjuangkannya atau orang-orang yang memanfaatkannya. Karena saya tahu dengan jelas untuk apa sebagian orang memilih terjun ke parlemen, karena mereka ingin beramar ma’ruf nahi munkar. Tentu tujuan yang sangat mulia. Bukankah itu tujuan awal partai islam didirikan. Meski pada akhirnya semua banting stir menjadi partai terbuka karena memang kekuatan sistem dan ideologi besar yang menggenggam tidak bisa dikalahkan oleh segelintir kelompok. Partai yang dulunya sangat kental memperjuangkan islam akhirnya tereduksi atas dominasi partai sekuler. Bahkan sempat kubaca beberapa kader partai yang kental beramar ma’ruf nahi munkar ingin dicopot kursinya hanya karena membangkang terhadap koalisi. Kenapa itu bisa terjadi? Karena kondisi sistem yang tidak pernah memberi kita ruang untuk meng-goal-kan apa yang kita anggap solusi terbaik. Islam.

Perubahan tidak dengan harus masuk parlemen. Berjuang untuk kepentingan negara tidak mesti dalam pemerintahan. Orasi, aksi, dialog juga tidak bisa dijadikan standar untuk bisa mengubah segalanya. Banyak di antara kita yang turun ke jalan memprotes kapitalisme, tapi sesungguhnya kita pun tidak bisa lepas dari belenggu kapitalisme. Kita pun selalu memprotes demokrasi, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain menyadarkan. Kita hanya bisa bergerak di ranah yang bisa kita jangkau. Kenapa kita tidak bisa lepas dari cengkeraman kapitalisme. Kenapa bangsa ini tidak bisa lepas dari ketergantungan bangsa lain, terutama Amerika.

Sebenarnya aku cukup kagum dengan Bung Karno yang anti kapitalisme, anti Amerika. Tapi, sayang dia lebih memilih komunis. Mengutip pernyataan seorang teman, “Kau tahu, kenapa Soekarno akhirnya memilih komunis? Menurutku, itu karena kesalahpahaman yang selama ini terjadi. Konspirasi menjadi tabir sejarah masa lalu. Benar jika ada pernyataan ‘darah itu merah, jenderal’. Apa lagi ketika ukuran kebenaran benar-benar sudah berubah menjadi antroposentris. Mungkin, jika Soekarno tahu apa ideologi yang akan membuatnya terkenal di kalangan para Nabi dan Syuhada, mungkin sudah lama ia memperjuangkannya. Tapi, ternyata ia tidak tahu dan tidak mau tahu.”

Aku terperangah. Benar apa katanya. Bung Karno adalah salah satu aset terbaik bangsa ini. Namun, dia tidak memilih untuk menjadi aset islam yang memperjuangkan agama Allah. Andai pun para pemuja Marxis tahu kehebatan rasullullah dan risalah yang dibawanya, kecerdasan khulafaur rasyidin, sahabat-sahabat, keberanian dan kecemerlangan berpikir para pemimpin hebat islam, Salahuddin Al Ayyubi, Khalid bin Walid, Tariq bin Ziyad, Muhammad Al Fatih, dan janji yang ditawarkan Allah, surga! Tentu mereka akan memilih memperjuangkan agama Allah. Jihad fi sabilillah. Tapi, mereka tidak tahu, dan mereka memilih untuk tidak tahu dan tidak mau tahu. Bahkan sudah menutup telinga dari jarak beribu kilometer ketika kata islam didengungkan. Mereka bahkan mengumpat bahwa ideologi ini tahi kucing, tahi anjing. Naudzubillah tsumma naudzubillah.

Memang, kita tidak perlu menunggu revolusi struktural untuk mengubah. Revolusi pun bisa dilakukan dengan revolusi komunal dan personal. Teringat sebuah artikel yang belum lama ini kubaca. Sebuah keluarga sederhana yang memilih untuk menyelesaikan sendiri apa yang masih bisa mereka selesaikan. Mobil mereka rusak. Tapi, mereka tidak memilih membawanya ke bengkel, malah memperbaikinya sendiri dengan gotong royong bersama anggota keluarga lain. Sang istri melahirkan, tapi ia tidak membawa istrinya ke rumah sakit atau pun memanggil bidan. Cukup kusimpulkan bahwa mereka tidak ingin bergantung pada orang lain. Namun, bukan berarti kita tidak butuh orang lain. Hanya sebuah kisah yang cukup logis bahwa kita bisa melakukan revolusi sendiri. Revolusi dari rumah kita. Revolusi dari pribadi kita.

Apakah pemerintah pernah berpikir sekejap saja bagaimana memutus hegemoni barat yang diam-diam menggeledah bumi pertiwi. Aku tidak pernah membayangkan kalau kita tengah menjadi kacung di negeri sendiri. Bahkan kaum intelektual negeri ini berbangga hati bekerja sebagai buruh di korporasi asing yang terang-terangan mencuri harta kita di depan mata kita sendiri. Sebutlah yang paling tersohor, Freeport. Kenapa kemudian penguasa tak bisa berkutik sama sekali. Negeri ini sudah terlalu lama menjadi pembantu di rumah sendiri. Aku hanya bisa berhipotesis bahwa melepas diri dari jerat kapitalisme bagai pungguk merindukan bulan. Itu jika aku tidak mengetahui bisyarah rasulullah.

Dunia ini butuh revolusi. Dan andai penguasa berkenan membuka mata, Allah dan rasul-Nya menawarkan islam. Islam rahmatan lil ‘alamin. Tiada jalan lain selain mengganti sistem, jika pun dalam hati kecil kalian masih peduli dengan nasib umat islam di bumi ini, terlebih di Palestina, Afganistan, Irak. Hingga kita bergabung bersama penggenggam bara islam di seluruh dunia untuk mengembalikan kejayaan islam, imperium agung yang runtuh 1924 karena konspirasi kaum kafir. Tidakkah kita rindu berada dalam kehidupan islami. Tentu kita semua ingin mengembalikan kehidupan islam. Menegakkan kalimat Allah. Allahu ‘alam.

“Satu hal yang amat saya tegaskan di sini adalah keharusan kita untuk kembali kepada islam. Islam yang benar. Islam yang menyeluruh yang mengembalikan diri kita – sebagaimana yang dulu pernah terjadi – menjadi sebaik-baik ummat yang pernah dihadirkan untuk seluruh ummat manusia. Tanpa kembali kepada islam, maka nasib yang akan kita alami, sungguh amat mengerikan, dan masa depan pun akan demikian gelap gulitanya” (Dr. Yusuf Qaradhawi, Mengapa Kita Kalah di Palestina?)

Bulqia Mas’ud

Polewali, 23 Ramadhan 1432 H

Mengumpulkan Motivasi dari Penulis Hebat


Motivasi adalah pemantik dalam berkarya. Menurut saya motivasi adalah salah satu rahasia produktivitas seorang penulis. Saya sengaja mengumpulkan motivasi terbesar mereka dalam menulis. Dengan tujuan agar saya bisa menemukan kekonsistenan dalam menulis. Mari kita tengok motivasi apa yang melatarbelakangi para penulis-penulis hebat di bawah ini untuk terus produktif.

Motivasi terbesar menulis bagiku untuk menjadi manusia yang bermanfaat. ada banyak cara jadi bermanfaat, namun bagi kita yg pernah kuliah, ada baiknya memanfaatkan kesempatan belajar itu untuk melatih menulis. selain itu, karena saya melihat banyak yang tidak berkonsentrasi di menulis, padahal pengaruhnya sangatlah besar. (Yanuardi Syukur)

Motivasi terbesar dalam Mengarang: Saya ingin bahagia. Dan saya percaya, kebahagiaan berkarib dengan rasa merdeka; merdeka dalam mengekspresikan kegelisahan dan kegembiraan. Yang paling tulus menyambutnya dengan dua tangan yang selalu terbuka adalah kertas putih. Maka saya pun menulis, saya pun merdeka. Bila kita mengarang dengan kemerdekaan dalam genggaman, maka karangan pun akan lahir tanpa tekanan. bukankah kondisi mengarang tanpa tekanan akan lebih membahagiakan.Dalam keadaan bahagia, semuanya mungkin. Termasuk menghasilkan karangan yang baik. Dan haram bagi media tidak memuat karangan yang baik. (Benny Arnas)

Motivasi menulis? Berbagi banyak hal: kebaikan, kebahagiaan, kesedihan, kesyukuran, apapun. Sebab manusia pada dasarnya butuh berbagi. Dan yg paling penting adalah kebutuhan menulis itu untuk mengingatkan diri sendiri, kemudian orang lain. Karena itu bahagia banget kalau sharing yang mbak tulis (ya novel, ya nonfiksi) bisa mengingatkan diri sendiri dan kemudian bermanfaat untuk orang lain. (Rahmadiyanti Rusdi)

Motivasi terbesar saya dalam menulis adalah beribadah. Saya ingin berkontribusi pada peradaban ini dengan apa yang saya mampu. Dan menulis adalah salah satunya. (M. Irfan Hidayatullah)

Motivasi terbesar adalah ingin meninggalkan sesuatu yang terbaik untuk ummat. Kalau melihat novel-novel (belum lagi yang non fiksi ya...) yang ditulis para penulis non muslim, duuuh sedih deh. Kapan ya kita bisa punya qualifikasi kayak gitu? Misal, novel pullitzer "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee, sungguh sangat mengesankan tentang rasialisme. Atau novel tentang pelacuran "The Lady of Camellias/Gadis Berbunga Kamelia" Alexander Duma Jr yang sangat menyentuh dan sama sekali nggak vulgar/jorok. Kebiasaan membaca & menulis kaum muslimin sudah ditinggalkan berabad-abad, makanya kita juga tertinggal. Coba bayangkan, seandainya toko buku dikepung fiksi Islami misalnya. Pasti remaja nggak lagi berpikir bahwa dunia remaja isinya pacaran, network, having fun aja. Remaja adalah berkarya, berbagi, bersahabat dll. Satu buku yang ditulis, insya Allah akan menyumbangkan cahaya untuk dunia. (Sinta Yudisia)

Semoga secercah motivasi tersebut bisa mengembalikan ghiroh kepenulisan kita. Menulis bukanlah hobi, menulis bukanlah pekerjaan. Tapi, menulis adalah bagian dari kehidupan untuk mengikat makna kehidupan dan menebar kebaikan. Karena itu, menulis tidak selalu harus bermuara ke media. Tulislah apa yang kamu rasakan, pikirkan dan sebarkan selama itu layak disebarkan. Kalau tembus media dan menang lomba, ya Alhamdulillah. Tapi jangan sampai penolakan media yang terus-menerus membuat kita mandeg menulis. Gunakanlah FB, blog atau jejaring sosial lainnya untuk menebarkan kebaikan dalam kata. Mari ukir peradaban dengan menulis!

Pesan Ali bin Abi Thalib r.a:.

Tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti (Ali bin Abi Thalib)

Ikatlah ilmu dengan menuliskannya (Ali bin Abi Thalib)

Memaknai Kecantikan



Oleh: Bulqia Mas'ud
Keeksisan wanita sebagai agents of change perlu dipertanyakan. Benarkah mereka berperan penting atau justru hanya pemanis kalangan laki-laki? Demonstrasi dan tawuran yang begitu lekat di kalangan agents of change tak banyak memberikan tempat khusus bagi wanita. Namun, mempersoalkan sosok wanita selalu diposisikan pada kegiatan-kegiatan yang tak menguras banyak tenaga, tanpa kekerasan, dan anarkisme. Karena wanita punya dunianya sendiri, yaitu bagaimana ia terlihat mempesona di kalangan laki-laki. Inilah gambaran yang tersirat pada wanita sebagai agent of change. Bagaimana ia memoles tubuh untuk selalu terlihat cantik dalam pandangan laki-laki.
Ironis sekali menyinggung para wanita yang bergelut di dunia kampus, tanpa menyadari perannya sebagai social control. Mereka hanya sibuk mengurusi dandanannya, pacar-pacarnya, pakaian-pakaiannya, dan seabreg keduniaan lainnya. Wanita memang tak sesigap laki-laki dalam menentang ketidakbenaran. Namun, bukan berarti seorang wanita yang dinobatkan sebagai agents of change buta sama sekali akan perannya. Apatis. Bahkan ketika ditanya mengenai isu yang hangat di negara kita, mereka masih sibuk dengan penampilan dan bagaimana ia tampil mempesona. Kasihan sekali jika para tonggak revolusi tak mau melek perubahan. Paling tidak mereka peduli akan nasib bangsanya. Dan juga siap untuk menjawab dan melawan tantangan intelektual.
Sejenak refleksi yang terkuak di tonggak revolusi ini. Fenomena yang tak asing lagi kita temukan. Kampus seakan menjadi ajang mempertontonkan hedonisme dan persaingan kecantikan. Tidak sedikit yang menganut aliran sesat “kecantikan” itu. Mereka menganggap bahwa cantik itu dinilai ketika banyak lelaki yang memuji, merayu, menggoda, bahkan mengungkapkan rasa suka. Cantik itu dinilai dari standar fisik. Berkulit putih-mulus, berambut lurus-hitam, tinggi-ramping dan seabreg paradigma sesat lainnya.
Kosep kecantikan yang pada dasarnya selalu mengutamakan segi lahiriah saja telah lama menodai masyarakat kampus. Sosok perempuan cantik diidentikkan dengan perempuan yang pandai merawat tubuhnya dan penampilannya. Pandai dalam memadupadankan busana dan tentu saja ia harus populer di kalangan laki-laki. Kecerdasan dan perilaku tidaklah menjamin jika wanita itu tidak proporsional secara fisik.
Lalu, siapakah yang menciptakan image cantik ini? pencitraan itu tak lain dan tak bukan ialah media. Media televisi menjadi kontributor utama menciptakan aliran sesat ini. Ketika media menayangkan gaya hidup selebritis, lokal maupun luar seakan menyihir para perempuan negeri ini untuk mengikuti trademark mereka. Agama tidak lagi menjadi pertimbangan.
Tengoklah pula iklan-iklan produk kecantikan yang kebanyakan mempromosikan kosmetik untuk mempercantik tubuh seperti sabun dan krim pemutih, lipstik, bedak. Lagi-lagi cantik memang selalu diteropong lewat tampilan luar. Bukankah itu semua adalah tipuan yang diciptakan oleh jaringan besar industri kecantikan yang disebarkan lewat media. Kecantikan yang telah dianggap sebagai industri oleh kalangan kapitalis untuk menyebarkan aliran sesat kecantikan di kalangan agents of change dan generasi muda kita.
Kehadiran acara semacam Miss Indonesia, Putri Indonesia sampai Miss World dan Miss Universe justru tambah memperparah paradigma tentang kecantikan yang ada di negeri ini. Sosok pemenang dalam kontes tersebut dianggap merupakan panutan yang paling tepat bagi perempuan untuk menggambarkan kecantikan yang sesungguhnya. Pemenang kontes tersebut mewakili bahwa seperti itulah kecantikan wanita Indonesia seharusnya.
Perlu diketahui citra yang ingin diraih oleh seorang wanita sebenarnya memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang wanita tersebut. Bagaimana ia menampilkan dirinya secara fisik itu tergantung dari pemahamannya dan pandangannya tentang kehidupan serta bagaimana ia menjalani hidup ini. Naomi Wolf dalam bukunya “The Beauty Myth” menulis, “Sifat-sifat yang dianggap sebagai ukuran kecantikan pada suatu zaman tertentu sesungguhnya hanya merupakan simbol-simbol perilaku perempuan yang diinginkan pada masa itu. Mitos kecantikan (yang dijadikan patokan oleh masyarakat) sebenarnya menentukan perilaku (yang diinginkan masyarakat dari seorang perempuan), bukan sekedar penampilannya.” Itulah yang melanda kebanyakan generasi muda pada masa sekarang ini dimana tertuju pada satu orientasi hidup yang salah.
Islam dan Konsep Kecantikan
Kehadiran islam selalu menawarkan konsep yang sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan batin manusia. Islam punya konsep kecantikan yang paripurna. Islam tidak memberikan standar kabur terhadap kecantikan. Dan, islam sendiri pun tidak menetukan secara pasti bagaimana kriteria “wanita cantik” itu sendiri. Dan juga tidak menentukan bagaimana seorang perempuan agar nampak kecantikannya. Bukan hawa nafsu dan mata lelaki yang menjadi standarisasi kecantikan itu. Tapi al-Qur’an dan as sunnahlah yang menjadi standar hakiki dalam islam. Bukan hanya dalam sisi kecantikan tapi seluruh aspek kehidupan.
Dalam islam, yang dimaksud dengan kecantikan adalah manakala seorang wanita mengikuti hukum-hukum Allah. Seorang wanita muslimah tidak boleh mengikuti kaidah kecantikan yang dibuat oleh manusia terlebih oleh kaum sekuler. Satu-satunya yang menjadi acuan adalah kecantikan di sisi Allah, yaitu akidah yang mantap, akhlak yang mulia dan ketakwaanlah yang menjadi pakaiannya.
Mekipun islam tidak memiliki konsep yang pasti mengenai kriteria mengenai wajah atau bentuk tubuh yang cantik. Namun bukan berarti seorang muslimah tidak boleh berdandan dan mempercantik diri. Berdandan dan mempercantik diri ditujukan semata-mata untuk suaminya kelak. Bukan memenuhi harapan-harapan masyarakat atau laki-laki non mahram.
Lalu bagaimana seharusnya wanita menilai dirinya? Kaum perempuan tidak semestinya menilai kepribadian mereka atas sesuatu yang sangat jahiliah yaitu kecantikan fisik. Kaum perempuan harusnya menyadari bahwa yang menjadi tolak ukur untuk menilai kepribadian dirinya bukanlah kecantikan, melainkan pemikiran dan perilakunya. Yaitu sejauh mana ketakwaannya dalam melakanakan perintah Sang Khaliq dan menjauhi larangan-Nya. Bagaimana ia memposisikan dirinya sebagai hamba yang taat dan mencari keridhaan-Nya.
Oleh karena itu perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimah dalam hidup ini ialah untuk membangun kepribadian dan pemikiran islam seutuhnya, dan menerapkan hukum-hukum Allah dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga negara. Karena Allah hanya menilai kecantikan itu berdasarkan ketakwaan seorang wanita kepada-Nya.
Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita (istri) yang shalihah” (HR Muslim)

Sekilas Sistem Pembelajaran di Amerika

Tulisan ini sudah lama saya buat, tapi tidak tahu mau dimasukkan di media mana. Ya, ada baiknya saya posting di blog biar pembaca bisa tahu bagaimana proses pembelajaran di USA

Pendidikan merupakan pilar yang penting untuk membangun SDM yang berkualitas. Pendidikan suatu bangsa juga akan menentukan nasib suatu bangsa. Universitas sebagai salah satu pabrik sumber daya manusia seharusnya memiliki sistem pendidikan yang dapat menciptkan kefokusan dan kenyamanan study untuk para mahasiswanya. Sebagai seorang mahasiswa yang berkesempatan menempuh pendidikan selama 2 bulan di Amerika tepatnya di Colorado State Universty, Fort Collins Colorado, saya mempelajari beberapa hal tentang pendidikannya. Selama 2 bulan berada di kelas immersion bersama mahasiswa internasional lainnya saya mencatat beberapa perbandingan yang membuat negara tersebut maju dalam segi pendidikannya. Mereka fokus dalam mengajar. Dosen-dosen mempersiapkan segala sesuatunya sebelum masuk kelas. Dosen-dosen sangat mudah ditemui untuk diajak berdiskusi dan sharing informasi. Mereka juga amat sederhana dan dengan senang hati membantu mahasiswanya jika ada kesulitan. Fasiltas-fasilitas belajar juga sangat memuaskan.
Ketika saya menempuh kuliah singkat di sana, saya sangat menikmati pelajaran saya. Saya benar-benar memahami apa yang diajarkan. Mereka fokus dalam mengajarkan sesuatu. Misalkan, hari ini kita belajar tentang cara menyusun paragrap. Maka, seminggu penuh kita hanya akan membahas tentang paragraph. Jika ada pertanyaan di luar dari topik pelajaran, maka para dosen dengan sangat mohon maaf tidak ingin menjawabnya. Bukanya mereka tidak tahu, tapi, mereka ingin fokus dan menghindari kebingungan jika ada dua hal yang berlainan dipelajari. Mereka tidak ingin keluar dari topik yang dibahas. Mereka ingin memahamkan semua mahasiswa dulu sebelum melangkah ke topik selanjutnya. Dengan begitu kualitas siswa menjadi merata. Yang tidak terlalu cepat menangkap bisa mengikuti yang pintar. Tetapi, yang memiliki kemampuan yang lebih juga dapat dilihat dengan jelas dari partisipasinya di kelas. Jadi, ketika pelajaran fokus dan mendetail, maka siswa akan mudah menangkap dan mengerti dengan baik.
Pembelajaran di kelas sangat efektif. Sebelum pelajaran dimulai, dosen akan mempersiapkan segalanya. Mereka akan mempersiapkan materi apa yang akan mereka bawakan di kelas. Pada saat di kelas mereka bahkan menulis agenda hari itu. Misalkan, di kelas reading: 1.Reading novel 2. Discuss the book with group 3.Vocabulary, 4.Writing Summary. Tidak jarang mereka juga telah menetapkan homework untuk hari berikutnya di awal. Benar-benar selama semester itu semua telah direncanakan. Itu salah satu list agenda dan biasanya mereka menetapkannya dengan timing. Jadi porsi setiap topik bahasan seimbang dan tidak ada waktu yang terbuang percuma. Singkat tapi padat, terstruktur dan rapi. Dosen juga telah mempersiapkan worksheet yang akan diberikan kepada mahasiswa hari itu. Worksheet tersebut diharapkan membantu mahasiswa untuk lebih memahami topik pembahasan hari itu. Semakin banyak latihan, maka mahasiswa akan semakin mengerti. Dosen juga telah menyiapkan games-games khusus dan siap dimainkan di kelas. Ini untuk mencegah kebosanan dan untuk lebih menghidupkan kelas. Jadi, kita benar-benar enjoy mengerjakan tugas-tugas dan tidak merasa stres.
Selain itu, keefektifan kelas juga dipengaruhi oleh jumlah mahasiswa dalam satu kelas, yakni maksimal 15 orang. Penerimaan ilmu merata karena semua mahasiswa mendapatkan banyak kesempatan untuk berpartisipasi aktif, bertanya dan menjawab pertanyaan. Dosen juga mengenal seluruh mahasiswanya. bukan hanya mengenal nama, tapi juga mengenal kepribadian, keunggulan, dan kekurangan mahasiswanya. Jadi ketika mereka melakukan penilaian, hasilnya akan sangat mendetail, spesifik dan tepat sasaran. Mahasiswa jadi tahu mana kekurangannya, mana yang harus diperbaiki dan ditingkatkan lagi.
Cara dosen menilai juga sangat objektif. Mereka menilai secara detail, spesifik, dan jelas. Jadi seluruh assignment akan di-list secara rinci. Mulai dari homework dan tugas di kelas, test/quiz, midterm, final project, final exam, tergantung apa yang dipelajari di kelas masing-masing. Semuanya akan ter-list dalam selembar kertas nilai kita. Itu semacam rapor. Rapor akan diberikan dua kali, setelah midterm dan setelah final exam. Di rapor tersebut akan ditampilkan berapa bobot tugas, homework dll. lalu di samping bobot akan ditampilkan nilai kita. Jadi kita akan tahu betul dimana letak kekurangan kita, adakah homework dan tugas yang tidak dikumpul dsb. Selain itu, dosen juga akan memberikan komentarnya mengenai kinerja mahasiswanya dalam bentuk kalimat. Dosen tidak sembarang memberi nilai. Mereka benar objektif, tahu dimana kekurangan dan kelebihan mahasiswanya satu persatu. Contohnya saja saya mendapat nilai yang rendah di pelajaran listening. Karena saya tahu dengan spesifik apa yang membuat listening saya rendah, maka saya mulai meningkatan bagian mana yang saya kurang. Hal ini tentu saja membuat mahasiswa akan lebih serius. Masalah kehadiran juga sangat penting. Dua kali terlambat akan dihitung satu kali absen. Hal ini akan mempengaruhi nilai kita. Apalagi masalah copy-paste alias nyontek. Nyontek di Amerika adalah kriminal. Dan itu adalah perbuatan yang sangat memalukan.
Saya hanya menuliskan apa yang saya alami. Entah apakah ini terjadi pada mahasiswa lain yang pernah ke luar negeri. Ini mengenai perilaku para dosen. Dosen-dosen di sana sangat ramah. Gampang ditemui atau diajak berdiskusi. Kita hanya perlu membuat janji, karena mereka juga punya jadwal yang padat. Setelah menemui dosen, kita bisa tanya apa saja tentang pelajaran. Dimana kekurangan kita. Bagian mana yang perlu ditingkatkan. Di kelas pun demikian, jika kita bertanya, mereka akan dengan senang hati menjawab. Mereka tidak pernah menyepelekan pertanyaan kita. Mereka mendukung dan terus memotivasi mahasiswa. Mereka tidak menjatuhkan, namun terus memuji. Meskipun kita salah, mereka tidak langsung men-judge itu salah. Mereka akan meluruskan dan memperbaiki.
Terakhir, kita merasa nyaman belajar karena fasilitasnya lengkap. Pertama, ruangan yang bersih membuat mahasiswa nyaman. Kedua, fasilitas seperti LCD proyektor, layar untuk menangkap, dan over head proyektor telah built-in dengan ruangan. Semuanya telah tersedia di ruangan. Jadi kita tidak perlu lagi pulang balik pinjam LCD. Tidak terlalu banyak menggunakan papan tulis. Mau putar video, mau lihat sesuatu di buku tinggal ditampilkan di over head proyektor. Fasilitas-fasilitas yang memadai sangat menunjang kenyamanan dan konsentrasi belajar.
Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan output yang juga berkualitas. Salah satu bagian dari pendidikan yang berkualitas ialah bagaimana sistem pembelajaran yang digunakan dalam kelas. Efektifkah atau tidak. Ada baiknya kita menengok sistem pembelajaran dari negara Amerika. Tidak ada salahnya kita mengambil contoh. Meskipun sebenarnya negara tersebut maju dari segi pendidikannya karena dana yang mendukung. Dan bukan rahasia lagi kalau negara ini banyak merampok kekayaan alam negeri-negeri muslim seperti Indonesia. Justru seharusnya kita yang maju karena memiliki sumber daya alam melimpah yang bisa digunakan untuk megratiskan dan memperbaiki pendidikan di Indonesia. Apalagi ditunjang oleh putra-putri bangsa yang cerdas. Tidak ada salahnya kita mengambil yang baik-baik dan membuang yang buruk.

Pesan Terakhir Hasan al Banna untuk Pemuda


Wahai ANGKATAN BARU!

Siapkanlah dirimu untuk menggantikan angkatan tua, mereka akan pulang tak lama lagi. Janganlah engkau menjadi pemuda kecapi suling, yang bersenandung meratapi tepian yang sudah runtuh, mengenangkan masa silam yang telah pergi jauh. Janganlah engkau membuat kekeliruan lagi seperti pernah dilakukan oleh angkatan yang engkau gantikan. Teruskan perjalanan ini dengan tenaga dan kakimu sendiri. Dada bumi cukup luas untuk menerima kehadiranmu. Penuhilah segenap udara ini dengan kegiatan dan ketekunan, sungguh dan penuh. Hadapilah tugas mahaberat ini dengan jiwa besar, dengan dayajuang api semangat yang nyalanya kuat dan keras. Pupuklah Ruhul-Jihad, semangat revolusioner, radikal dan progressif dalam jiwamu, dan bertindaklah sebagai laki-laki dengan perhitungan yang nyata dan pertimbangan yang matang.

Perkayalah dirimu dengan meneladan kepada masa silam, di mana ada yang rebah dan ada yang bangun, ada yang jatuh dan terus berdiri lagi. Kamu tidak boleh menjadi “plagiator” dari angkatan lama, dan tidak boleh pula menepuk dada serta meniadakan segala harga dan nilai, jasa dan karya dari angkatan lama. Mereka kaya dengan pengalaman, engkau kaya dengan cita-cita. Padukanlah pengalaman angkatan lama dengan nyala citamu! Sejarah ini telah lama berjalan bergerak dan berkembang. Kamu hanyalah tenaga penyambung menyelesaikan perjungan yang belum selesai. Meneruskan pekerjaan besar, sundut bersundut, dan keturunan yang satu kepada keturunan yang lain, angkatan kemudian angkatan. Kafilah hidup ini adalah ibarat gelombang di lautan; menghempas yang satu, menyusul yang lain; memecah yang pertama datang yang kedua. Sedarilah posisi dan fungsimu dalam sejarah, dan lakukanlah tugas suci ini dengan pengertian, keyakinan dan kesabaran! Insafilah kedaulatanmu sebagai Pemuda Angkatan Baru, yang hendak menggantikan manusia tua angkatan lama. Tidaklah sama dan serupa antara kedua angkatan zaman itu, kerana sejarah berjalan sentiasa menurut hukum dinamika dan hukum dialektika.

Powerless

Saya benar-benar tersadar bahwa belum seberapa yang saya lakukan untuk memperjuangkan agama Allah. Sementara nikmat Allah tak pernah behenti Dia curahkan kepada saya. Kalau ada yang bilang kenapa saya hanya bisa bicara. Ya, karena itulah yang bisa saya lakukan. Kadang dada ini pun hanya bisa sesak. Otak ini seperti ingin pecah. Mulut tak bisa berkata apa-apa. Betapa banyak orang yang menistakan risalah rasulullah yang besusah payah dan bersakit-sakitan beliau perjuangkan, hingga dilempari, dicaci maki, difitnah. Bersama para sahabat yang siap mengorbankan waktu, harta, bahkan nyawa hingga tegaknya dinul islam. Maka pantaskah saya diam? Umat ini rusak. Jauh dari agamanya sendiri. Kadang kalau sudah sangat muak. Dan tak ada yang bisa saya lakukan. Maka saya hanya bisa menulis. Mungkin saya hanya bisa menulis berpuluh-puluh puisi. Ya, kalau hanya itulah yang bisa saya lakukan. Memang puisi saja tak pernah akan bisa cukup untuk mengubah keadaan. Lalu saya mau berbuat apa? Saya tak punya kekuasaan. Kalau pun saya punya kekuasaan, saya mungkin bisa menggunakannya untuk melanjutkan apa yang diperjuangkan rasulullah bersama para sahabat. Tapi itu sangat tidak mudah. Memimpin diri sendiri saja, perjuangannnya luar biasa. Seorang pemimpin memang tidak main-main pahalanya. Tapi, tidak main-main juga resikonya. Pemimpin itu ibarat satu kakinya di surga, satu kakinya di neraka. Mereka akan bertanggung jawab apa-apa yang dipimpinnya. Kalau ada sesuatu yang berjalan tidak beres, tidak adil, melanggar syariat dll. maka segala tanggung jawab akan lari ke pemimpin. Ini bukan hanya skala negara, tapi juga organisasi. Maka apa yang menghalangi kita untuk bersungguh-sungguh menebarkan islam di tengah-tengah komunitas yang kita pimpin. Termasuk memimpin diri sendiri. Mohon ampun segalanya ya Allah!!!

Big Project





Ya Allah…

Semoga Engkau memudahkan kami untuk menjadi hamba-Mu yang lebih baik

Yang senantiasa memperjuangkan agama-Mu

Yang melaksanakan syariat-Mu dengan baik

Hanya demi Engkau, Ya Rabb!


14 Ramadhan 1432 H


Be the Real Intellectual Muslim


Oleh: Bulqia Mas’ud

Marhaban Ya Ramadhan. Mengawali agenda kampus di bulan ramadahan ini ialah berdatangannya para calon intelektual muda di kampus merah. Gedung registrasi mulai dipadati dari tanggal 1-12 Agustus 2011. Tidak begitu spesial. Hanya saja kedatangan mereka disambut dengan bulan penuh berkah. Bulan emas generasi muslim untuk semakin meningkatkan kualitas pribadi, baik secara akademis maupun amal ibadah. Yang diharapkan kelak lahir sosok mahasiswa dan ilmuwan muslim yang mampu menjawab tantangan zaman serta berkontribusi dalam mewujudkan perubahan Indonesia.
Gelar mahasiswa bukanlah gelar biasa. Mahasiswa sering identikkan dengan agen perubahan, social control dll. Mahasiswa adalah sosok intelektual yang berperan penting dalam mewujudkan kebangkitan ummat. Mahasiswa adalah masa-masa emas yang penuh semangat, kritis, cerdas, dan memiliki waktu dan ruang gerak yang cukup leluasa untuk menjalankan kerja-kerja produktif. Namun sayang banyak yang tidak menyadari peran strategis ini. Masih ada saja mahasiswa yang masih terbelenggu dengan prasyarat akademis yang hanya bermanfaat untuk individunya semata tanpa berusaha mengubah apa yang ada di sekelilingnya. Mereka hanya terfokus untuk mengejar ilmu yang kelak dapat digunakan untuk meraih kemaslahatan pribadi berupa popularitas maupun kekayaan.
Dalam pandangan islam, ilmu dan penemuan yang dihasilkan oleh intelektual muslim harus dapat berguna untuk kemaslahatan ummat. Ilmu tidak dipandang sebagai komoditas yang hanya memuaskan pribadi secara materi. Ilmu itu lebih tinggi kedudukannya. Allah telah mengatakan dalam firman-Nya bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Dengan jalan itu, mereka bisa tergolong para pewaris surga.
Intelektual muslim adalah generasi ulul albab yaitu generasi yang memiliki kecerdasan intelektual dan akademis serta menghubungkannya dengan nilai-nilai ilahi atau nilai-nilai spiritual. Mereka tidak mendahulukan rasionalitas daripada nilai-nilai spiritual. Seharusnya para intelektual muslim saat ini berpikiran lebih cemerlang untuk mengawal perubahan bangsa ini. Jangan terkunkung oleh sistem kehidupan yang hanya mengarahkan kita untuk mengejar materi semata. Ummat semakin sengsara dengan lahirnya sosok-sosok intelektual yang hanya mampu menjadi pekerja bukan pemikir. Mereka tidak bergerak membangkitkan. Tapi, justru semakin memperkuat posisi kapitalisme di negeri tercinta ini.
Mari kita gunakan disiplin ilmu kita masing-masing untuk mewujudkan kemaslahatan ummat. Para mahasiswa ekonomi hendaknya melahirkan sebuah rumusan baru mengenai ekonomi islam. Bukan mereka yang hanya terpukau dengan teori ekonomi kapitalisme. Salah satu contohnya “Keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya” dan sistem riba yang semakin melaratkan Indonesia. Para mahasiswa hukum tidak juga terbelenggu dengan konsep hukum yang katanya warisan dari Belanda. Lahirkanlah sebuah pembanding baru yakni hukum islam. Begitu pula disiplin ilmu lain, utamanya ilmu-ilmu sosial yang hampir sebagian besar referensinya berasal dari barat. Lahirkanlah sebuah solusi baru. Solusi lama namun asing. Islam. Demikian pula untuk mahasiswa exact, temukanlah rahasia-rahasia tersembunyi yang telah dikabarkan Allah dalam Al Qur’an dan hadis. Untuk menghasilkan teknologi atau penemuan baru yang tidak bermuara pada kepentingan riset asing. Jadikanlah riset-riset tersebut untuk kemaslahatan ummat.
Berikut ini adalah kriteria seorang penuntut ilmu dalam islam yang insya Allah akan menjadikan kita seorang pemikir muslim yang tangguh menantang zaman:

1. Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu (Q.S. 3:7)
2. Mampu memisahkan yang haq dan yang batil (Q.S. 5: 100)
3. Kritis dalam mendengar pembicaraan, pandai menimbang teori, ucapan, preposisi, dan dalil yang digunakan (Q.S. 39:18)
4. Menyampaikan ilmunya untuk memperbaiki masyarakat dan memberi peringatan kepada masyarakat (Q.S. 14:32)
5. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah swt.(QS. 65:10)

Komparasi Kaum Intelektual dalam Peradaban Kapitalisme dan Peradaban Islam


Oleh: Bulqia Mas’ud
Secara sederhana kaum intelektual dapat diartikan kaum yang berakal dan mau berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intelektual berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan; mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan; totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman. Sedangkan Max Adler, memberikan konsep bahwa kaum intelektual bukanlah sebuah kelompok yang terikat oleh sebuah hukum sejarah, tetapi sebuah strata sosial yang meliputi semua pekerjaan “otak”. Merujuk pengertian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa mahasiswa dan dosen adalah kaum intelektual yang sebagian besar kerjanya menggunakan otak. Kampus adalah basis kaum intelektual, pabrik dan pencetak kaum intelektual.
Institusi kampus sendiri memberikan peluang penuh kepada para insan terpelajar untuk mengembangkan seluruh potensinya dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 tujuan pendidikan nasional adalah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengkritisi tujuan yang dimaksud, ada ketidaksesuaian antara tujuan awal dengan hasil yang diinginkan. Kenyataan membuktikan ilmuwan-ilmuwan hasil institusi kampus saat ini melahirkan ilmuwan yang cenderung kapitalistik. Bukan ilmuwan yang beriman dan bertakwa.
Islam telah mewariskan peradaban emas yang sangat maju. Kemajuan tersebut bersamaan dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak penemuan-penemuan baru hasil racikan ilmuwan muslim yang tidak hanya cerdas tetapi juga beriman dan bertakwa. Kaum intelektual muslim tidak ketinggalan mewariskan ilmu pengetahuan kepada manusia di abad modern saat ini. Ciri kaum intelektual yang dihasilkan oleh sebuah peradaban tergantung dengan sistem kehidupan yang digunakan oleh peradaban tersebut. Berikut indikator untuk membandingkan kaum intelektual dalam peradaban kapitalisme dan peradaban islam.
Aqidah dan Kepribadian
Dalam pandangan kapitalisme, agama tidak boleh dicampuradukkan dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan atau biasa kita sebut dengan istilah sekularisme. Dunia pendidikan milik kaum intelektual memiliki dunia tersendiri dan tidak ada hubungannya dengan agama. Sehingga dalam proses mengelola pendidikan terjadinya reduksi peran Tuhan dalam memberikan solusi untuk sebuah masalah. Akhirnya lahirlah ilmuwan-ilmuwan yang berakidah sekuler. Pencarian ilmu dipandang terpisah dengan agama. Ilmu dicari untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Keahlian dijual semata untuk menghasilkan materi. Kaum intelektual berpikiran bahwa keahlian yang diperoleh bukan untuk membantu manusia dalam rangka beribadah kepada Allah swt, melainkan proyeksi materi dan kesejahteraan pribadi semata. Dampaknya, lahirlah kaum intelektual yang tidak berkepribadian islami.
Sementara dalam pandangan islam, tauhidullah adalah akidah yang mendasari proses pencarian ilmu. Tauhidullah terpatri dalam setiap benak kaum intelektual. Dimanapun pencarian ilmu itu berlangsung, tauhidullah selalu terbawa. Tidak ada pemisahan dalam ranah ibadah ritual dan proses pencarian ilmu. Agama islam dipandang mampu mengatur semua sendi-sendi kehidupan termasuk dunia pendidikan, dunia para pemikir dan penemu. Akidah islam akan senantiasa terpancar dari kaum-kaum intelektualnya. Proses berpikir, belajar dan menemukan sesuatu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Keahlian dan penemuan-penemuan kaum intelektual yang berakidah islam diperuntukkan untuk masyarakat dalam rangka bertakwa kepada Allah. Sehingga menghasilkan kaum-kaum intelektual yang berkepribadian islam.
Orientasi
Dalam kapitalisme, yang berakidah sekuler, kaum intelektual secara tidak langsung dipaksa untuk mengejar materi dalam pemanfaatan ilmunya. Ilmu dan keahlian dipandang sebagai komoditas untuk menghasilkan materi (uang). Pengejaran sertifikasi dan akreditasi ditujukan untuk memperoleh gaji dan pengakuan yang lebih tinggi, tapi cenderung mengabaikan peningkatan kualitas pendidikan. Tak bisa disalahkan bahwa ini mutlak kesalahan individu yakni dosen atau pengajar. Kondisilah yang memaksa mereka untuk berbuat demikian demi memperoleh upah yang lebih memuaskan. Gaji para dosen dianggap tidaklah seimbang dengan keahlian yang telah mereka tekuni dengan belajar mati-matian. Di sisi lain, gaji tersebut terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan keluarga.
Kondisi ini juga membuat para kaum intelektual terbelenggu oleh syarat-syarat akademis. Tujuan mencari dan meningkatkan ilmu semata untuk meraih gelar, prestige, dan tuntutan kesejahteraan. Benar-benar mengabaikan fungsi seorang akademisi yang murni memanfaatkan ilmunya untuk membantu dan memperbaiki masyarakat. Kesimpulannya, kondisi ini menciptakan kaum intelektual yang berilmu untuk memperoleh materi yang sebanyak-banyaknya. Niat orientasi materi ini cenderung lebih tinggi daripada niat untuk meningkatkan kualitas pendidikan apalagi meraih ridho Allah. Sistem yang kapitalistik ini menghasilkan kaum intelektual yang jauh dari kesalehan sosial.
Sementara, mahasiswa juga diarahkan untuk berpikir bahwa proses pencarian ilmu di institusi kampus adalah bekal untuk meraih materi sebanyak-banyaknya di dunia kerja kelak. Dampaknya, banyak mahasiswa yang ingin mengakhiri masa studinya dengan cepat. Mereka tak lagi peduli apakah ilmu dan keahlian yang mereka miliki bisa berguna untuk masyarakat. Yang terpenting mereka bisa meraih kesejahteraan pribadi dengan gelar yang sudah diraih. Sangat jarang mahasiswa yang ingin berlam-lama di kampus karena menikmati menimba ilmu. Lagi-lagi, ini bukan kesalahan individu semata, tapi kondisi yang membuat kita berpikiran bahwa menuntut ilmu semasa perkuliahan untuk memperoleh pekerjaan kelak.
Dalam pandangan islam, tujuan menuntut ilmu ialah untuk memperoleh ridho Allah. Para ilmuwan di zaman kekhilafahan atau biasa kita dengar dengan zaman keemasan islam telah mencontohkannya. Telah disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Mujaadilah ayat 11 bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Islam menyandingkan ilmu dengan iman. Ilmu dan iman dalam islam ibarat saudara kembar. Tidak bisa dipisahkan. Iman akan senantiasa mengikuti proses pencarian ilmu. Ilmu dijadikan sarana untuk beribadah dan mengenal Allah (ma’rifatullah). Sehingga kaum intelektual yang tercipta berorientasi semata-mata untuk meraih derajat yang lebih tinggi di mata Allah swt. Ilmu dan penemuan-penemuan yang dihasilkan semata-mata ditujukan untuk kepentingan umat dalam rangka beribadah kepada Allah swt.
Salah satu contoh hasil temuan oleh Maryam al Asturlabi, seorang wanita astronom yang dijuluki “al-Asturlabi” karena memiliki kontribusi luar biasa dalam pengembangan Astrolab (sebuah alat penting dalam navigasi astronomis) di zaman kekhilafahan. Alat ini kemudian dikenal sebagai kompas untuk menentukan arah. Hasil temuan tersebut telah memudahkan kaum muslimin untuk menentukan arah sholat. Selain karena dorongan takwa ilallah, kaum intelektual dalam peradaban islam ditopang dengan sistem hidup yang islami. Sehingga pemanfaatan ilmu pengetahuan yang dimiliki para kaum intelektualnya semata-mata ditujukan untuk memperbaiki dan menyelesaikan masalah umat dalam rangka beribadah kepada Allah swt.
Kondisi Kekinian dan Solusi
Peradaban dunia saat ini sedang berada di tangan kapitalisme. Peradaban yang memenjarakan manusia dengan konsep hidup untuk mengejar materi. Tak ketinggalan ranah pendidikan juga tengah terbelenggu dengan anggapan ilmu sebagai komoditas. Dalam kapitalisme, ilmu adalah salah satu jalan untuk meraup materi. Bentukan kaum intelektual peradaban ini ialah intelektual yang memisahkan dirinya sebagai hamba Allah yang seharusnya menginginkan ridho Allah swt. Dan proses pencarian hingga pengaplikasian ilmunya sesuai aturan Allah. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia tak juga lepas dari belenggu sistem kapitalis ini. Sehingga, meskipun kaum intelektualnya muslim, tetap saja menghasilkan profil intelektual muslim yang kapitalis. Satu-satunya cara ialah mengembalikan sistem kehidupan yang islami. Sebagai kaum intelektual muslim, mari satukan tujuan untuk mengawal perubahan menuju sistem islam. Ibarat sebuah bola salju yang terus menggelinding hingga membesar. Begitupula analogi yang akan mengawal perubahan ini. mulai dari diri sendiri, masyarakat, negara, hingga wilayah yang lebih luas, global state, demi tegaknya sistem kehidupan islami di dunia ini. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.
Mahasiswa Sastra Inggris Unhas Angkatan 2008
Diberdayakan oleh Blogger.