Motivasi adalah pemantik dalam berkarya. Menurut saya motivasi adalah salah satu rahasia produktivitas seorang penulis. Saya sengaja mengumpulkan motivasi terbesar mereka dalam menulis. Dengan tujuan agar saya bisa menemukan kekonsistenan dalam menulis. Mari kita tengok motivasi apa yang melatarbelakangi para penulis-penulis hebat di bawah ini untuk terus produktif.
Motivasi terbesar menulis bagiku untuk menjadi manusia yang bermanfaat. ada banyak cara jadi bermanfaat, namun bagi kita yg pernah kuliah, ada baiknya memanfaatkan kesempatan belajar itu untuk melatih menulis. selain itu, karena saya melihat banyak yang tidak berkonsentrasi di menulis, padahal pengaruhnya sangatlah besar. (Yanuardi Syukur)
Motivasi terbesar dalam Mengarang: Saya ingin bahagia. Dan saya percaya, kebahagiaan berkarib dengan rasa merdeka; merdeka dalam mengekspresikan kegelisahan dan kegembiraan. Yang paling tulus menyambutnya dengan dua tangan yang selalu terbuka adalah kertas putih. Maka saya pun menulis, saya pun merdeka. Bila kita mengarang dengan kemerdekaan dalam genggaman, maka karangan pun akan lahir tanpa tekanan. bukankah kondisi mengarang tanpa tekanan akan lebih membahagiakan.Dalam keadaan bahagia, semuanya mungkin. Termasuk menghasilkan karangan yang baik. Dan haram bagi media tidak memuat karangan yang baik. (Benny Arnas)
Motivasi menulis? Berbagi banyak hal: kebaikan, kebahagiaan, kesedihan, kesyukuran, apapun. Sebab manusia pada dasarnya butuh berbagi. Dan yg paling penting adalah kebutuhan menulis itu untuk mengingatkan diri sendiri, kemudian orang lain. Karena itu bahagia banget kalau sharing yang mbak tulis (ya novel, ya nonfiksi) bisa mengingatkan diri sendiri dan kemudian bermanfaat untuk orang lain. (Rahmadiyanti Rusdi)
Motivasi terbesar saya dalam menulis adalah beribadah. Saya ingin berkontribusi pada peradaban ini dengan apa yang saya mampu. Dan menulis adalah salah satunya. (M. Irfan Hidayatullah)
Motivasi terbesar adalah ingin meninggalkan sesuatu yang terbaik untuk ummat. Kalau melihat novel-novel (belum lagi yang non fiksi ya...) yang ditulis para penulis non muslim, duuuh sedih deh. Kapan ya kita bisa punya qualifikasi kayak gitu? Misal, novel pullitzer "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee, sungguh sangat mengesankan tentang rasialisme. Atau novel tentang pelacuran "The Lady of Camellias/Gadis Berbunga Kamelia" Alexander Duma Jr yang sangat menyentuh dan sama sekali nggak vulgar/jorok. Kebiasaan membaca & menulis kaum muslimin sudah ditinggalkan berabad-abad, makanya kita juga tertinggal. Coba bayangkan, seandainya toko buku dikepung fiksi Islami misalnya. Pasti remaja nggak lagi berpikir bahwa dunia remaja isinya pacaran, network, having fun aja. Remaja adalah berkarya, berbagi, bersahabat dll. Satu buku yang ditulis, insya Allah akan menyumbangkan cahaya untuk dunia. (Sinta Yudisia)
Semoga secercah motivasi tersebut bisa mengembalikan ghiroh kepenulisan kita. Menulis bukanlah hobi, menulis bukanlah pekerjaan. Tapi, menulis adalah bagian dari kehidupan untuk mengikat makna kehidupan dan menebar kebaikan. Karena itu, menulis tidak selalu harus bermuara ke media. Tulislah apa yang kamu rasakan, pikirkan dan sebarkan selama itu layak disebarkan. Kalau tembus media dan menang lomba, ya Alhamdulillah. Tapi jangan sampai penolakan media yang terus-menerus membuat kita mandeg menulis. Gunakanlah FB, blog atau jejaring sosial lainnya untuk menebarkan kebaikan dalam kata. Mari ukir peradaban dengan menulis!
Pesan Ali bin Abi Thalib r.a:.
Tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti (Ali bin Abi Thalib)
Ikatlah ilmu dengan menuliskannya (Ali bin Abi Thalib)
Motivasi saya untuk menulis. Menumpahkan kekesalan dan berbagi kebahagiaan dengan pembaca. :)
BalasHapusSo, Keep Writing ya!
BalasHapusThank you kak Qia..Sungguh..tak ada modalku selain ..N.U.L.I.S...!!! *ituji yg kupunya kasi'na.. *Semangaaattt.. hehe
BalasHapussemangat... dan terus semangat....
BalasHapus