Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

The Qualities of Successful Students

Studying in a university might be very interesting for some people. We can find a lot of knowledge and friends there. Also, we can do many fascinating activities. Types of students in the university absolutely vary. We may find smart, diligent, lazy students. Some of them have either good or bad qualities. The qualities will determine the success of the students. To be identified as successful students, people should at least have these merits, self-discipline, an excellent academic performance, and great organizational experiences.
Firstly, successful students should have self-discipline. These students obviously pay attention to the time management. They do not want to waste their time vainly. In addition, they have arranged all their schedules. They even make the ‘to do’ list in the night before they start their day to ensure that each activity has appropriate time. Furthermore, they are never late in every occasion both in class and extracurricular activities. Each of their time should be meaningful. Although they are very discipline, they still allocate their spare time. They have even organized well their leisure time when and where to spend. They can balance their activities well. In short, students who have self-discipline will be successful because they can spend their time efficiently.
Secondly, the qualities of successful students can be traced by those who have an excellent academic performance. These students are very studious and always focus on their study. Moreover, they always come to class on time and almost never miss the class. They have prepared well before the class starts and also submit their assignment on time. In the end, they generally acquire satisfying mark. Even though satisfying mark does not clearly dispose our success in the future, superb mark or academic track record is an indication that the students have done their best in understanding materials. Having excellent academic track record is very significant because it can show whether the student master their field or not. Furthermore, the students having this asset are so responsible with their field that they can be an expert someday. Although some people think that academically perfect GPA does not guarantee a better future and a successful work, the students having the great academic record have showed their best in learning process and acquire materials perfectly. It will definitely be one of assets to have a better future. In brief, to be successful students, people are supposed to have an excellent academic performance.
The third type of successful students is those who have rich organizational experience. These students love getting involved in various extracurricular activities because they think that being in a club or an organization will build their network and they can socialize with many people. With this advantage, they can establish such lucrative relation that can be valuable for their future. In addition, they can also develop their hobby or interest in certain field depending on the club they are engaged in. It absolutely can add value of either soft or hard skill in their performance. Moreover, being part of the organization can give us opportunity to foster a leadership skill which is very useful in working field. In the working field, leadership skill and organization experiences are more needed than academic track record because a company want to see how people’s performance in accomplishing a project, overcoming a problem, and giving solutions which can only be learned if we are engaged in the organization.
In conclusion, being a successful student is longed for everyone. To reach the ideal, we should have at least three credits which are self-discipline, excellent academic performance, and superb organizational experiences. Those merits will form us to be better not only in the school life but also in the working field.

Eudaemonia



Oleh: Bulqia Mas’ud

Setiap manusia ingin bahagia. Tentu kita semua ingin mendapatkan ketentraman dalam hidup. Kebahagian bisa menunjukkan tingkat kesejahteraan seseorang, baik harta, jiwa dan raga. Mencari kebahagiaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tentu saja perlu pengorbanan untuk meraihnya. Di Amerika dikenal istilah American Dream (mimpi-mimpi orang Amerika). Orang-orang Amerika begitu terobsesi dengan istilah kebahagiaan, namun sayang kebahagiaan yang mereka kejar adalah kebahagiaan semu.
Aristoteles, seorang filsuf Yunani (384-322 SM) memberikan istilah bagi keadaan ini, yaitu eudaemonia. Istilah ini kerap dipakai dalam istilah filsafat untuk menunjukkan arti kebahagiaan, kesenangan, dan ketentraman. Eudaemonia diambil dari bahasa Yunani, eu berarti ‘baik’ seperti euphoria, euphemism, eulogy dan Europe. Daemonia terkait dengan kata daemon yang berarti ruh. Dalam Bahasa Inggris modern istilah daemon (demon) berarti ruh yang jahat. Jadi, menurut Aristoteles eudaemonia adalah suatu kebaikan ruhaniah.
Mungkin lebih sedikit manusia yang menyadari bahwa zaman sekarang telah dikunkung oleh ideologi besar bernama kapitalisme. Semua celah terasuki, sampai ke struktur terkecil kehidupan kita. Bahkan orientasi kebahagiaan pun dikendalikan oleh ideologi ini. Dalam perspektif kapitalisme, kebahagiaan adalah ketika kita telah mampu memenuhi segala kebutuhan hidup dengan materi yang berlimpah. Pemahaman masyarakat dibentuk untuk hidup mengejar materi. Masyarakat bersikap konsumtif, membeli barang-barang tertentu seperti mobil mewah, rumah mewah, pakaian mewah, menjaga penampilan dan gaya hidup tertentu.
Aleister Crowley, seseorang yang dijuluki bapak satanisme modern mengajak masyarakat barat untuk semakin meraih eudaemonia. Istilah yang dikeluarkannya sangat terkenal “Do what thou wilt” lakukan apa kehendakmu. Kalimat ini kemudian dijadikan rumus bahagia bagi generasi muda barat. Mereka kemudian bertindak sesuka hati untuk mendapatkan kepuasan-kepuasan semu. Slogan merek sepatu Nike “just do it” juga kalimat  yang mengandung pesan agar kita melakukan apa saja untuk meraih eudaemonia. Konsep ini pun mewabah ke bagian belahan timur di dunia, termasuk Indonesia, salah satu yang terparah.
Padahal terbukti bahwa kepemilikan barang dan harta kekayaan tidak sepenuhnya membawa kebahagiaan. Kita bisa saksikan dari tingkah laku sebagian orang-orang kaya dan selebritis dunia bahkan tanah air. Mereka justru kebanyakan mengalami depresi, stress, hingga mengalihkannya ke cara-cara yang semakin menghancurkan kehidupannya, seperti narkoba, mabuk-mabukan dll.

Kebahagiaan dalam Pandangan Islam

Allah swt berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (TQS. Al Hadiid [57]: 20)
Ayat di atas mengingatkan agar hidup kita tidak difokuskan untuk mengejar kenikmatan-kenikmatan dunia. Hidup ini hanyalah tempat persinggahan. Masih ada kehidupan akhirat. Di tempat itulah  kita kekal selama-selamanya. Maka hendakanya kita meletakkan segala macam kenikmatan dunia pada posisi yang semestinya.
Seorang muslim hendaknya merasa senang jika ia telah melakukan sesuatu untuk meraih ridha Allah. Kebahagiaan dalam islam adalah ketika kita mendapatkan keridhaan Allah. Meskipun dengan sesuatu yang tidak mengenakkan atau secara naluri tidak kita sukai. Misalkan, seseorang yang berpuasa sepanjang hari. Bagaimana mungkin kita mendapatkan kepuasan padahal kita tidak makan dan minum. Tapi, ada kebahagiaan dan kenikmatan luar biasa pada saat berbuka puasa. Contoh lain, ketika seseorang bangun sholat tahajjud. Ia rela mengorbankan waktu tidurnya, hingga memaksa mata untuk berdamai hanya untuk ibadah tersebut. Secara logika, mungkin itu sangat menganggu tapi adakah yang bisa menjelaskan perasaan bahagia ketika kita bangun sholat malam dan memiliki kesempatan untuk bermunajat kepada Allah.
Kisah yang paling terkenal tentang pengorbanan keluarga Yasir r.a dan Sumayyah r.a mengalami penyiksaan yang menyakitkan hingga menyebabkan kematian. Namun mereka tetap bertahan menjaga keimanannya agar Allah dan Rasulullah meridhai mereka. Mereka menganggap penyiksaan itu hanya sementara dibandingkan dengan janji Allah. Rasulullah kemudian memotivasi mereka dengan surga yang ada di depan mata ketika menyaksikan mereka dalam penderitaan. Sumayyah pun menyambut dengan ucapan bahwa ia bisa melihat surga itu. Kisah yang sangat menggetarkan agar manusia mencari kebahagiaan untuk ridha Allah semata.
Kita harus memahami makna hakiki kebahagiaan, agar kebahagian dunia sekaligus akhirat mampu kita raih. Kapitalisme menyandera pemikiran kebanyakan orang agar memburu kebahagiaan dalam arti kesenangan materialistik. Jika kita memakai landasan hidup yang salah, maka kita hanya akan mendapatkan kebahagiaan semu. Landasan hidup yang sesuai Al Qur’an dan As-Sunnah-lah yang insya Allah membahagiakan kita dunia akhirat.
Sebuah do’a yang dianjurkan Rasulullah saw agar kita senantiasa mencari keridhaan Allah swt:
“Ya Allah, aku memohon jiwa yang tenang, keimanan terhadap hari pertemuan (dengan-Mu), keridhaan atas qadla-Mu, dan sikap qana’ah atas pemberian-Mu.”

Mahasiswi Sastra Inggris Angkatan 2008

Menampilkan Kepribadian Islam sebagai Karakter Pemuda Bangsa

Oleh: Bulqia Mas’ud

Kalau pada saya diberikan seribu orang tua, saya hanya dapat memindahkan gunung semeru. Tapi kalau sepuluh pemuda bersemangat diberikan kepada saya, maka seluruh dunia dapat saya goncangkan” [Soekarno]

Pemuda adalah sosok yang memegang peranan penting dalam mengawal perubahan. Pemuda yang kita representasikan sebagai mahasiswa bukanlah gelar biasa. Mahasiswa sering identikkan dengan agen perubahan, social control dll. Mahasiswa atau pemuda adalah sosok intelektual yang berperan penting dalam mewujudkan kebangkitan bangsa. Mahasiswa adalah masa-masa emas yang penuh semangat, kritis, cerdas, dan memiliki waktu dan ruang gerak yang cukup leluasa untuk menjalankan kerja-kerja produktif. Namun sayang banyak yang tidak menyadari peran strategis ini. Banyak pemuda yang tergerus dengan budaya hedonis, individualistis yang hanya bermanfaat untuk individunya semata tanpa berusaha mengubah apa yang ada di sekelilingnya. Mereka hanya terfokus untuk mengejar ilmu yang kelak dapat digunakan untuk meraih kemaslahatan pribadi berupa popularitas maupun kekayaan. Padahal idealnya pemuda yang merupakan harapan bangsa dan masyarakat mereka harus punya kesadaran sosial untuk kepemimpinan masa depan.

Terlalu banyaknya pemikiran yang menjangkiti pemuda sehingga pemuda kesulitan menemukan jati dirinya. Pemuda cenderung menganggap budaya dan pemikiran luar khusunya barat lebih superior sehingga muncullah rasa inferior pemuda bangsa yang terlalu mengagung-agungkan kehebatan mereka.

Derasnya arus pemikiran dan budaya luar membuat pemuda semakin disorientasi, tidak memiliki karakter yang jelas. Liberalisasi membuat segalanya serba terbuka, kabur dan kehilangan arah. Pemuda semakin dialihkan untuk bergaya hidup yang hedonis. Hal inilah yang melahirkan banyaknya masalah cabang seperti free sex, narkoba, HIV/AIDS, konsumtif dll. Liberalisasi ini tidak hanya menyinggung sistem sosial atau gaya hidup tapi sistem perekonomian, hukum, budaya yang berdampak massif kepada bangsa dan membuat kebanyakan pemuda semakin bebas dan tidak punya prinsip.

Oleh karena itu pemuda bangsa harus memiliki filter yang kuat untuk menekan pengaruh luar tersebut. Filter ini hendaknya dapat mendukung gerak kolektif para pemuda. Dengan kata lain, butuh kesepahaman konsep, visi, dan misi untuk merumuskan karakter-karakter yang perlu dimiliki seorang pemuda calon pemimpin bangsa. Filter ini pun diharapkan mampu menjadikan pemuda tetap pada prinsipnya meskipun arus pemikiran dan budaya semakin deras. Filter ini diharapkan tidak mengubah jati diri pemuda meskipun mempelajari banyak pemikiran dan budaya luar.

Karakter Kepribadian Islam sebagai Filter Utama

Mengubah sebuah kondisi merupakan PR besar para pemuda. Pemuda harus memiliki karakter yang kuat untuk menjadi front liner bangsa ini. Untuk itu butuh kesepahaman konsep dan landasan berpikir yang jelas. Kesepahaman konsep inilah yang dapat menjadi filter kuat untuk menyatukan gerak pemuda.

Pada dasarnya pemuda adalah hamba Sang Pencipta yang tidak boleh melupakan perannya yang multidimensional dalam kehidupan ini. Pemuda sebagai agen of change seharusnya juga menjadi agen kebenaran. Kebenaran yang mampu menjawab pertanyaan mendasar dalam kehidupan ini. Darimana kita berasal? Untuk apa kita hidup di dunia? Dan akan kemana kita setelah hidup di dunia? Merumuskan sebuah konsep perubahan hendakanya memerhatikan ketiga pertanyaan tersebut. Pertanyaan tersebut akan mengarahkan para pemuda menjadi manusia yang mengenali jati dirinya sebagai hamba Allah, agen perubahan, dan kontrol sosial masyarakat.

Pemuda sebagai intelektual sejati adalah generasi ulul albab yaitu generasi yang memiliki kecerdasan intelektual serta menghubungkannya dengan nilai-nilai ilahi atau nilai-nilai spiritual. Tidak mendahulukan rasionalitas daripada nilai-nilai spiritual. Idealnya, para pemuda berpikiran lebih cemerlang untuk mengawal perubahan bangsa ini. Jangan terkunkung oleh sistem kehidupan yang semakin membuat bangsa dan generasinya terpuruk. Pendidikan diharapkan melahirkan sosok-sosok pemuda yang pemikir, bukan hanya pekerja. Pemuda tidak akan bergerak membangkitkan, jika cenderung mengalir mengikuti pola-pola halus penjajahan. Karena justru itulah yang semakin memperkuat penjajahan halus di negeri tercinta ini.

Jika pendidikan dijadikan tumpuan untuk membangun karakter pemuda bangsa yang unggul, tentunya kita harus memperbaiki sistem pendidikan. Sistem pendidikan inilah yang akan membentuk kepribadian dan karakter seorang pemuda. Dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 tujuan pendidikan nasional adalah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal implementasinya, terjadi ketidaksesuaian antara tujuan awal dengan hasil yang diinginkan. Karakter pemuda tidak terbentuk sesuai tujuan tersebut. Hal ini disebabkan, konsep nilai-nilai tidak akan terterapkan dengan baik tanpa adanya sistem kuat yang mendukung. Di sinilah berlaku istilah structure influences behavior.

Sistem pendidikan kita hendaknya menitikberatkan pada penyelesaian masalah-masalah kepemudaan. Telah disinggung di atas penyebab jatuhnya moral pemuda karena tidak memiliki filter yang jelas. Filter islam diharapkan mampu menjadi payung yang dapat menyamakan konsep gerak pemuda. Mampu menyatukan kita yang heterogen. Nilai-nilai universal islam pun mampu memayungi banyaknya nilai lokal dari sabang sampai merauke di Indonesia yang cenderung sulit disatukan. Sudah saatnya bangsa ini merumuskan sistem pendidikan yang lebih islami yang bertujuan membentuk karakter bangsa yang kuat.

Sistem pendidikan islam akan membuat pemuda bangsa memiliki pemikiran dan sikap yang benar yang tidak menyimpang dari aturan Sang Pencipta. Sistem ini sudah sangat dirindukan, melihat berbagai fakta dan persoalan yang terjadi karena tidak diterapkannya aturan yang benar. Semuanya bisa terwujud, salah satunya dengan menerapkan sistem pendidikan yang lebih islami. Pendidikan islam tidak hanya menghasilkan pemuda yang berkepribadian kuat tapi juga semangat tinggi untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem ini akan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan hebat. Yang dapat membantu menyelesaikan krisis multidimensional bangsa ini karena lemahnya penguasaan Iptek, sehingga bergantung pada negeri asing. Pendidikan islam juga akan mampu mencetak para pemuda yang visioner dunia dan akhirat.

Selain itu para pemuda patut mencontohi karakter kepemimpinan Rasulullah yang mampu memimpin masyarakat heterogen. Beliau adalah pemimpin terhebat sepanjang masa. Mampu mengayomi masyarakat plural, baik dari segi aqidah maupun suku-suku. Tanpa mengganggu aqidah yang lain dan membawa perpecahan umat. Beliau mampu memimpin kondisi sosial masyarakat yang beragam dengan ideologi islam yang dibawanya. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.

Mahasiswi Sastra Inggris Unhas 2008

Menelaah Konsep Pengkaderan Mahasiswa Baru

Oleh: Bulqia Mas’ud




Refleksi Pengkaderan


Pengkaderan adalah proses menciptakan kader-kader baru agar memiliki kesepahaman dengan ideologi wadah yang mengkader. Arah gerak pengkaderan ditentukan oleh visi dan misi wadahnya. Visi dan misi inilah yang akan melingkari wilayah gerak senior sebagai pihak yang mengkader. Proses mengkader mahasiswa pada dasarnya bertujuan untuk melahirkan pribadi mahasiswa ideal menurut wadah yang mengkader. Maka tak jarang, kader yang terbentuk dalam suatu wadah akan sama dengan kader sebelumnya. Dalam lingkup ini, senior telah berhasil membentuk junior yang memiliki pemahaman, karakter berpikir, penampilan seperti seniornya. Berbeda wadah tentu berbeda pula konsep pengkaderannya. Coba lihat karakterisasi setiap himpunan, senat, atau BEM yang ada di setiap fakultas dan jurusan. Kita akan mudah mengobservasi bahwa kecenderungan mayoritas kader akan mengikuti seniornya. Hal tersebut karena mereka terkader secara intensif dan dikendalikan oleh faktor lingkungan.
Proses pengkaderan juga merupakan warisan turun-temurun dari kader-kader sebelumnya. Biasanya pola mengakader ini sudah diterapkan oleh senior angkatan lama sehingga menjadi tradisi yang sulit dihilangkan. Contoh dalam kasus kekerasan atau perploncoan, yang tidak akan pernah putus selama tradisi itu tetap dipegang teguh oleh pihak yang mengkader. Indikasi yang muncul ialah keinginan untuk memperlakukan junior seperti apa yang mereka dulu rasakan ketika masih berstatus junior. Ketika kesempatan menjadi senior itu tiba, maka muncullah peluang untuk melakukan tindakan balas dendam kepada generasi selanjutnya. Ketika pemahaman yang terbentuk secara kolektif ini masih dipegang kuat, maka penghapusan tradisi itu tidak akan pernah berhasil. Oleh karena itu diperlukan juga kesadaran kolektif yang mampu merevolusi tradisi pengkaderan seperti kekerasan dan perploncoan yang lain. Selama itu tidak terwujud, maka mimpi untuk menciptakan proses pengkaderan yang lebih ma’ruf akan tergantung di langit. Pertanyaannya, adakah kesadaran dari mahasiswa untuk mengambil pelajaran dan merumuskan resolusi baru untuk pengkaderan yang lebih ideal.
Pengkaderan menjadi ajang tahunan yang mesti ditempuh oleh mahasiswa baru sebelum melangkah ke jenjang berikutnya. Proses pengkaderan ini selalu menjadi momok yang menakutkan bagi para maba. Kebanyakan maba selalu mengeluhkannya. Hal ini membuktikan bahwa pengkaderan belum menjadi sesuatu yang disenangi. Idealnya, pengkaderan seharusnya menjadi ajang yang menyenangkan dengan kultur akademis yang baik. Bukan hal yang menakutkan.
Pengkaderan yang ma’ruf ialah mengkader mahasiswa baru menjadi mahasiswa yang ideal, paling tidak menjadi mahasiswa yang kritis, cerdas, kreatif, dan bertakwa. Bukan ajang perkenalan antara senior dan junior atau pengenalan kampus, fakultas, dan jurusan semata. Tetapi, mampu memperkenalkan dan menanamkan esensi seorang mahasiswa. Di sinilah peran penting seorang senior bagaimana mengubah juniornya untuk lebih paham mengenai kondisi kampus dan memiliki karakter ideal seorang mahasiswa.
Pada implementasinya, banyak hal yang sebenarnya mereduksi keidealan seorang mahasiswa. Pertama, tak jarang kita lihat dalam proses pengkaderan, tidak mengindahkan waktu sholat. Senior dan junior asyik berkumpul sementara adzan sudah berkumandang. Kedua, ajang mengerjai yang sebenarnya tidak penting untuk diterapkan. Belum lagi jika telah berlaku sistim kekerasan yang sangat tidak memanusiakan manusia. Dampaknya, lahirlah mahasiswa yang tidak membawa solusi tapi masalah.

Pengkaderan yang Ma’ruf
Pada dasarnya pengkaderan sangat penting. Bahkan dalam hidup ini sebenarnya kita melalui proses pengkaderan. Mulai dari pengkaderan yang dibentuk oleh orang tua kita di rumah. Pengkaderan bertujuan untuk memproses seseorang menjadi seseorang yang lebih baik, bertanggung jawab, dan berkarakter sesuai dengan konsep perubahan yang diinginkan oleh pihak yang mengkader. Berbeda wadah, pasti berbeda output pengkaderan yang diinginkan. Tidak semua orang memiliki isi kepala yang sama. Akibatnya, muncul konsep pengkaderan yang bermacam-macam. Salah satunya, muncullah pengkaderan yang menggunakan sistem kekerasan fisik dan psikis sesuai isi kepala yang diinginkan pihak yang berwenang mengkader. Oleh karena itu perlu aturan baku yang seragam untuk mengatasi masalah ini.
Menurut penulis, pengkaderan yang ideal adalah pengkaderan yang memanusiakan manusia. Islam datang untuk memanusiakan manusia. Bukan menghewankan manusia atau membuat manusia menjadi robot. Islam memang agama wahyu, tapi bukan berarti islam adalah doktrin yang memaksakan kehendak kepada seseorang secara tidak ilmiah. Islam tidak membuat manusia menjadi kaku layaknya robot yang siap diperintah atau memiliki mental yang terjajah. Solusi untuk memanusiakan manusia ini bisa kita ambil dari nilai-nilai luhur islam yang universal. Ketakwaan kepada Sang Pencipta, mengedepankan dan mencintai nilai-nilai kemanusiaan, serta mementingkan penguasaan ilmu.
Banyak masalah besar yang sebaiknya dipikirkan oleh mahasiswa daripada sekadar mengurusi pengkaderan. Seharusnya para maba sudah dibiasakan bergelut di perpustakaan, bukan menghabiskan waktu untuk mengikuti seluruh agenda pengkaderan. Daripada mengerjai maba, lebih baik lembaga mengarahkan mereka untuk mau berpikir mengenai kondisi bangsa ini. Pengkaderan mahasiswa baru sangat minim agenda publik. Ada baiknya mereka diarahkan untuk mau memperbicangkan problematika ummat sehingga kesadaran mereka tumbuh.
Sebagai seorang muslim yang senantiasa menjadikan rasulullah sebagai teladan, maka kita patut mencontohi pola pengkaderan rasulullah. Rasulullah menempatkan islam sebagai patron dalam bertindak, termasuk mengkader para sahabat dan keluarganya. Rasulullah mengubah pola sikap dan pola pikir para sahabat agar menjadi lebih islami. Pola sikap yang terbentuk ialah akhlak yang baik, yang tidak bertentangan dengan syariat. Pola pikir yang terbentuk ialah pola pikir islami yang jauh dari ide-ide dan pemikiran-pemikiran bathil. Allahu a’lam.
Mahasiswa Sastra Inggris 2008

Diberdayakan oleh Blogger.