Saya tidak tahu kapan ini bermula. Dulunya, saya sangat jarang sekali meng-upload foto diri di media sosial. Bahkan orang-orang tidak akan mengenali siapa saya sebenarnya saking tidak ada satu pun foto wajah saya yang nampak. Baru setahun belakangan ini, semua itu bermula. Sebenarnya ini bukan sesuatu yang haram dan saya tidak menyalahkan siapapun yang mau mengupload foto wajahnya di media sosial. Hanya saja, saya kembali berpikir untuk apa semua itu saya lakukan? Penghargaan siapa yang ingin dicari? Apa niat dalam hati saya? Saya berkontemplasi. Tidak ada satu jawaban pun yang saya dapatkan selain ingin agar dilihat oleh manusia.
Diskusi ini berlanjut dengan beberapa teman di sebuah grup di WA. Ya, kami bersepakat bahwa ini tidak haram selama foto-fotonya menutup aurat dan sopan, tidak berlebihan seperti yang diungkapkan oleh Ustadz Felix Siauw di akun facebooknya. Saya bisa menerima penjelasan itu. Baiklah, kita bersepakat untuk mengembalikan ke niat masing-masing.
Tapi kemudian pertanyaan yang muncul. Apa niat kita, kalau bukan ingin dilihat oleh manusia, ingin mendapatkan penghargaan atau penilaian manusia, bukan? Apalagi yang diupload adalah foto-foto pilihan yang cantik-cantik, pemandangannya bagus, seni fotografinya oke. Hmm, jelas semuanya hanya untuk menarik perhatian manusia. Jujur, awalnya saya alergi pasang foto wajah di media sosial, tapi karena teman-teman dan keluarga di Indonesia ingin tahu kabar saya dan ingin melihat keadaan saya di luar negeri, maka saya memutuskan untuk mengupload sesekali. Oh iya satu lagi, karena beberapa teman tidak mengenali saya, karena tidak ada satu pun foto yang menampakkan wajah saya terpasang di media sosial. Semuanya mungkin berawal dari sini.
Hanya saja niat saya menjadi berubah dan saya semakin aktif memajang foto diri di media sosial. Saya ketagihan mengabarkan setiap kejadian dan tempat-tempat indah yang saya kunjungi di media sosial. Sekali lagi ini tidak haram dan saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Hanya saja ini refleksi diri saya pribadi. Untuk apa semua itu saya lakukan dan apa niat saya. Saya belum menemukan jawaban yang bisa memuaskan hati.
Akhirnya saya memutuskan untuk menghapus beberapa foto yang diambil dari jarak dekat. Saya tetap akan mengupload foto diri, ya untuk sekadar mengabarkan ke keluarga dan teman-teman. Tapi, sungguh media sosial ini menjadi ajang untuk pamer apa-apa. Niat kita benar-benar dipertaruhkan. Orang-orang berlomba-lomba menampilkan yang terbaik dari dirinya. Saya pun akhirnya ikut-ikutan. Ya Allah, begitu mudahnya hati ini mengikuti standar sosial masyarakat. Saya semakin merenung, kita memposting sesuatu sebagaimana kita ingin orang lain melihat kita. Kita tentu tidak ingin memposting foto yang kita tidak ingin, orang lain lihat. Jelas sekali, penghargaan siapa yang kita cari.
Saya juga belum bisa untuk tidak mengupload foto diri, apalagi beberapa foto saya sudah tersebar di akun teman-teman yang lain. Ya Allah, semoga ketika mengupload sesuatu, orang-orang tidak mendapat hal buruk dari itu, tetapi justru mendapat sesuatu yang baik. Seperti mendapat inspirasi mungkin. Tapi, jujur saya memang ikut-ikutan tren Instagram. Semoga niat saya bisa terus diluruskan bahwa ini bukan bermaksud riya' atau pamer. Semoga bisa menginspirasi teman-teman di dunia maya.
Melbourne, 5 September 2016
0 komentar:
Posting Komentar