Apakah Kamu akan Memilih Wanita Berpendidikan Tinggi atau Wanita Taat?



Katanya ada banyak lelaki yang merasa terganggu dengan kecerdasan perempuan dan umumnya mereka menginginkan perempuan yang penurut. Seolah-olah penurut itu selalu disandingkan dengan perempuan yang tidak terlalu tinggi pendidikannya. Atau biasa-biasa saja dalam kiprahnya. Mungkin dalam pandangan umum lelaki, perempuan berpendidikan tinggi akan sulit diatur. Di luar sana, akan ada perempuan yang merasa tersinggung karena ingin berpendidikan setinggi-tingginya tetapi juga ingin menjadi wanita setaat-taatnya.

Banyak pula lelaki yang keder jika tertarik dengan wanita yang lebih tinggi status pendidikannya ataupun status sosialnya. Mereka perlahan mundur. Padahal bisa jadi si perempuan tidak berpikiran yang sama. Mereka bisa jadi ingin mengenal kepribadian lelaki tersebut. Maka, untuk para perempuan yang berpendidikan tinggi dengan usia yang mungkin sudah layak menikah. Tidak usah khawatir. Akan ada lelaki yang pantas bersanding denganmu. Allah sebaik-baik yang memasangkan HambaNya.

Yang perlu kita renungkan adalah berpendidikan tinggi itu bukanlah sesuatu yang mesti terlalu dibanggakan. Atau jika status sosialmu lebih tinggi. Sehingga membuatmu memandang rendah siapa pun yang ingin berkenalan denganmu. Kesempatan menuntut ilmu lebih banyak, lebih tinggi tentu sangat layak disyukuri. Setinggi-tingginya pendidikan seorang perempuan akan kalah dengan setaat-taatnya perempuan. Taat di sini maksudnya, taat pada Tuhan, aturan agama, termasuk taat pada suaminya selama perintah suaminya tidak melanggar syariat. Jadi fokus dan tujuan kita sebagai perempuan mestinya menjadi wanita shalihah. Pendidikan kita adalah jalan untuk menjadikan kita semakin taat bukan semakin membangkan.

Jika pendidikan tinggi dan ketaatan itu dimiliki sekaligus akan lebih baik. Bukankah menuju taat itu ilmu sangat penting. Bukankah pula ilmu itu tidak dinilai dari pemahaman semata tetapi pengamalan dan kebermanfaatan. Selanjutnya, hulu dari segala ilmu adalah amal jariyah. Kalau berpendidikan tinggi menjadikan seorang wanita lebih bermanfaat, terhormat, menyadari perannya dan menghargai serta menghormati lelaki sepertinya lelaki tidak perlu takut dengan pendidikan tinggi wanita.

Menurut riset (Feldhahn,
2016) naluri laki-laki itu salah duanya adalah "men need respect" and "men are providers" maksudnya apa? Laki-laki itu lebih baik merasa tidak dicintai daripada tidak dihargai. Kedua, meskipun seorang istri bisa independen secara finansial, bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarga, beban mental lelaki sebagai "provider" dalam keluarga itu tetap ada. Jadi, perempuan kalau mengabaikan naluri ini, wajar laki-laki merasa tersinggung hehe. Pengambilan sample riset ini dilakukan di Amerika. Bukan di kalangan muslim saja. Jadi, fitrah lelaki ini tidak mengenal agama, budaya, kebangsaan, ataupun ideologi.

Bahkan mungkin ada juga wanita-wanita yang pendidikannya tidak begitu tinggi, tetapi sangat dominan. Pendidikan tinggi atau gelar akademik tidak menentukan wanita itu dominan atau submisif. Bukan berarti istri itu harus total submisif. Istri tetap harus punya voice, apalagi kalau menyangkut urusan-urusan halal dan haram, hukum syara' dalam mengambil keputusan bersama untuk kemaslahatan keluarga. Pendidikan tinggi semestinya menjadikan wanita lebih pandai mengungkapkan pendapat, lebih nyambung berdiskusi dengan laki-laki, punya ide dan solusi ketika menghadapi masalah yang menyangkut ketahanan keluarga dari ujian-ujian internal maupun eksternal. Bukan bermaksud dominan dan superior terhadap lelaki. Bukankah dalam islam sebenarnya lelaki dan wanita tidak ada bedanya di hadapan Tuhan kecuali ketakwaan.

Kita tidak berlomba-lomba siapa yang paling tinggi pendidikannya, siapa yang paling banyak penghasilannya, siapa yang paling bagus pekerjaannya. Alangkah rendahnya kalau niat hidup kita hanya berlomba dalam perkara seperti ini. Seolah-olah wacana seperti ini malah memunculkan persaingan antara lelaki dan perempuan, bukan sinergi. Allah hanya memerintahkan kita berfastabiqul khairat.

Jadi, wanita tidak perlu berhenti menuntut ilmu hanya karena takut tidak ada lelaki yang berani melamar. Lelaki, jangan takut melamar perempuan berpendidikan tinggi karena merasa insecure atau inferior. Pendidikan tinggi semestinya menjadikan perempuan dan lelaki lebih pandai menutupi dan melengkapi kekurangan masing-masing. Satu lagi mintalah nasihat dari para guru teladan dan pelajarilah bagaimana kehidupan rasulullah, para sahabat, sahabiyah, ulama-ulama terkemuka, dan guru-guru teladan itu.

Selanjutnya, masih ada kuasa di atas kuasa. Allah yang paling tahu makna "ketepatan" dan "kepantasan."  Bukan asumsi-asumsi manusia. Buktinya banyak lelaki yang menikah dengan wanita yang jauh lebih tua, banyak juga wanita yang menikah dengan lelaki yg jauh lebih tua. Ada pula suami yang pendidikannya lebih rendah dari istri. Justru mereka bahkan membantu istri mereka menyelesaikan pendidikannya. Pun sebaliknya. Dan mereka tetap harmonis. So, judgement yang paling normatif adalah jodoh sudah diatur oleh Tuhan hehe.

"Sesungguhnya kewajiban yang paling penting untuk diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah mengobati niat, memperhatikan kebaikannya, dan menjaganya dari kerusakan" (Ust. Yazid Jawash).


Oh ya terakhir, pilihlah suami seperti suami saya yang selalu siap mendukung kemajuan istrinya :) :) Alhamdulillah...

Ramadan Day 8, 
1439 H.
Tulisan yang direvisi kembali. 

 
Photo Credit: Maslihatul Bisriyah

4 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.