Pernah
gak sih beranggapan kalau islam itu kaku termasuk bagaimana kita harus
bersikap. Apalagi jika kita muslimah dan memiliki karakter yang
berbeda-beda. Apakah islam menghendaki para perempuan untuk kalem, gak
banyak bicara, cuek dan tegas? Bahkan ada yang pernah beranggapan bahwa
dia belum bisa menjadi muslimah seutuhnya karena sangat cerewet, banyak
bicara, tomboy dll. Katanya, ia belum bisa seperti muslimah-muslimah lain yang lembut, feminim dan santun. Dia menjadi ragu akan dirinya apakah bisa
hijrah. Padahal kita tidak harus mengubah diri kita seutuhnya. Nah,
apakah para muslimah harus memiliki karakter dan kepribadian yang sama?
Kali ini saya tertarik untuk membahas mengenai kepribadian. Kepribadian mungkin menjadi daya tarik mengapa orang lain ingin mengenal kita atau bagaimana orang lain memperlakukan kita. Biasanya kesan pertama yang tercipta ketika bertemu seseorang adalah tampilan luarnya. Tetapi yang menentukan kelak adalah kepribadiannya. Dalam buku Personality Plus karangan Florence Littauer dikenal empat macam kepribadian, yakni kepribadian melankolis, plegmatis, koleris, dan sanguinis. Tapi kali ini saya tidak akan membahas itu. Tapi, saya akan fokus tentang kepribadian yang senantiasa diridhoi Allah, yaitu kepribadian islam.
Kali ini saya tertarik untuk membahas mengenai kepribadian. Kepribadian mungkin menjadi daya tarik mengapa orang lain ingin mengenal kita atau bagaimana orang lain memperlakukan kita. Biasanya kesan pertama yang tercipta ketika bertemu seseorang adalah tampilan luarnya. Tetapi yang menentukan kelak adalah kepribadiannya. Dalam buku Personality Plus karangan Florence Littauer dikenal empat macam kepribadian, yakni kepribadian melankolis, plegmatis, koleris, dan sanguinis. Tapi kali ini saya tidak akan membahas itu. Tapi, saya akan fokus tentang kepribadian yang senantiasa diridhoi Allah, yaitu kepribadian islam.
Saya
ingin bertanya kepada kalian yang sudah mengaji islam, entah namanya tarbiyah,
halqoh, liqo, ngaji dll. Apa yang Anda rasakan setelah melalui serangkaian proses
itu? Adakah yang berubah dari diri Anda? Sebenarnya tidak terlalu banyak yang
berubah kan? Yang cerewet, mungkin masih tetap cerewet, yang pendiam mungkin
masih tetap pendiam. Tapi yang membedakan adalah kita mulai meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak disenangi islam. Contoh yang paling dekat adalah
kita tidak lagi mengenal istilah pacaran. Kita justru malah menundukkan
pandangan, menjaga hati, menghindari interaksi yang tidak dibolehkan dsb.
Mari
kita mengubah paradigma tentang kepribadian. Kita tidak akan membahas mengenai
kepribadian yang ditawarkan dalam buku Personality
Plus atau dari teori-teori kepribadian milik Sigmeund Freud. Kita akan
memakai standar islam. Jadi pada dasarnya, dalam islam hanya ada dua
kepribadian, yakni kepribadian islami dan bukan islam.
“Sesungguhnya Allah tidak
menilai atas rupamu serta harta kekayaanmu, akan tetapi dia hanya menilai hati
dan amal perbuatanmu” (HR. Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Dari hadis di atas betapa pentingnya
kita memiliki kepribadian yang baik. Karena Allah tidak menilai wajah dan harta
kita, tetapi perbuatan kita. Lalu apa kaitannya dengan kepribadian? Menurut saya
kepribadianlah yang membuat orang memiliki prinsip hidup yang jelas. Kali ini
saya akan mengerucutkan pembahasan kita khusus untuk para muslimah. Setiap muslimah
idealnya memiliki kepribadian islami. Kepribadian yang berdasarkan nilai-nilai
islam. Kepribadian yang tidak melenceng dari aturan Al Qur’an dan As- Sunnah.
Kecantikan dan ketampanan akan pudar ditelan waktu.
Tapi, kepribadian tidak akan memudar selama kita senantiasa meng-upgrade-nya sesuai
perintah Allah. Sebagai seorang muslimah yang beriman kepada Allah dan
Rasulullah, hendaknya kita terus memperbaharui kondisi hati dan pikiran kita
hanya mengharap ridho Allah.
Ada begitu banyak karakter yang tercipta di dunia
ini. Saya memang belum membaca teorinya, tapi sepemahaman saya, ada karakter
bawaan dan ada juga yang terbentuk karena lingkungan. Semua itu berjalan
alamiah. Tapi kemudian yang akan membuat kita mulia di mata Allah adalah sejauh
mana kita mampu menyenangkan Allah dengan perilaku kita. Lalu apa yang akan
membuat kita dicintai oleh Allah dan layak mendapat surga Allah kelak? Yaitu ketakwaan
kita kepadaNya. Satu-satunya cara meraih ketakwaan adalah dengan berilmu. Mengetahui
apa saja yang dilarang dan diperintahkan oleh Allah swt.
Ilmu akan membentuk kepribadian seseorang. Untuk
memiliki kepribadian islami, hendaknya kita mempelajari bagaimana islam
menginginkan wanita berperilaku. Kita tidak menuntut semua muslimah
berkepribadian sama. Tentu saja itu mustahil. Para sahabiyah juga memiliki
karakter yang berbeda-beda. Tetapi mereka tercelup dalam islam. Mereka tetap
memiliki kepribadian islam. Seorang muslimah tidak dilarang untuk sanguinis,
melankolis, koleris, ataupun plegmatis. Tapi, seorang muslimah harus tahu batas-batas
syariat. Yang mana yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram ia lakukan. Ia harus
tahu kondisi kapan harus bersikap cerewet, kalem, tegas dll.
Ali
bin Abi Thalib pernah berkata, “Akal perempuan ada pada keindahannya dan
keindahan laki-laki ada pada akalnya.” Sebenarnya saya tidak mutlak mengerti
apa maksudnya. Kata-kata Ali bin Abi Thalib sangat “nyastra” saya sulit
menjangkau kedalaman pikirannya. Apalagi menafsir kalimat tersebut. Jika boleh
berpendapat, saya akan menafsirkan bebas seperti ini seorang perempuan
menunjukkan kecerdasan akalnya melalui keindahannya seperti kehalusan
perasaannya, tutur katanya, dan kelembutan perilakunya.
Perempuan
memang selalu identik dengan menggunakan perasaannya. Tapi dalam hal tertentu,
perempuan juga harus memposisikan dirinya sebagai hamba yang dianugerahi akal
untuk berpikir. Seorang muslimah seharusnya juga menyumbangkan pemikirannya
untuk umat ini. Allah menciptakan akal pada perempuan tidak ada bedanya dengan
laki-laki. Kita dituntut untuk menggunakan akal kita untuk berpikir. Mencari
solusi islami atas setiap permasalahan yang ada. Akal ibarat chip yang
dititipkan Allah untuk menuntun gerak langkah kita. Alangkah sayangnya, jika
para muslimah hanya menghabiskan waktunya untuk memikirkan hal-hal yang
menghambat perbaikan dirinya. Muslimah dibutuhkan kehadirannya untuk melakukan
ishlah (perbaikan) di kalangan masyarakat. Saya seorang muslimah dan saya juga
masih belajar, belajar, dan terus belajar. Allahu ‘alam.
Photo credit: Maslihatul Bisriyah