Persaudaraan karena Allah


Dalam sebuah lingkaran, saya diamanahi membawa kultum berjudul "Berusaha meraih manisnya iman." Saya tidak akan membahas mengenai kultum itu di sini. Tapi, ada sebuah hadis yang saya kutip, bunyinya begini:

Tiga perkara yang jika terdapat pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman, (1) Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari pada selainnya, (2) Ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Saya tertarik untuk membahas poin kedua. Mencintai seseorang hanya karena Allah. Poin itu membahas bahwa salah satu tanda seseorang meraih manisnya iman ialah mencintai saudara, teman, keluarga, atau pasangannya masing-masing karena Allah. Dalam konteks ini saya akan menyinggung persaudaraan atau pertemanan. Saya menonton ceramah Ustadzah Yasmin Mogahed di YouTube. Dia menyinggung tentang "Unconditional Love" cinta tak bersyarat. Katanya, setiap perempuan memahami ini. Oh, saya tidak mengerti. Mungkin Allah-lah satu-satunya yang cintaNya tidak pernah bersyarat. Dia tetap mencintai hambaNya apapun yang terjadi pada hamba itu. Dia tetap memberi rezeki meskipun hambaNya melakukan banyak dosa. Dia senantiasa menunggu tobat dari hambaNya. Ini mungkin cinta yang paling abadi. Engkau mencintai Allah dan Dia tidak pernah mengecewakanmu.

Saya kemudian bertanya-tanya benarkah cinta saya sudah tak bersyarat?  Apakah ketika saya baik kepada seseorang, itu berarti saya memang melakukannya karena Allah, tidak berharap apapun. Apakah saya mencintai teman-teman saya karena Allah? Ataukah saya ingin mengenal mereka karena mereka cantik, kaya, pintar berprestasi, punya kelebihan-kelebihan tertentu, karena mereka populer, karena saya nyaman bersama mereka, atau karena mereka baik kepada saya. Saya pun masih terus memperbaharui niat ini. Saya ingin mengembalikan segalanya bahwa persaudaraan itu harus dilandasi cinta karena Allah. Bukan karena perkara-perkara duniawi. 

Mungkin ini sangat sulit dijangkau. Benarlah kata hadis itu, bahwa hanya orang yang baik imannya yang bisa merasakan ini. Saya mungkin belum benar memahaminya. Saya berteman karena merasa nyaman, ya itu wajar. Tapi, apakah kenyamanan itu membawa kedua belah pihak menjadi lebih baik atau malah tambah buruk. Entah kenapa persaudaraan karena Allah terasa sangat abstrak untuk dibahas. Sulit untuk mengaplikasikannya dimana kita kadang dikelilingi motivasi-motivasi duniawi. Dalam sebuah ceramah Salim A. Fillah, beliau berkata ruh-ruh itu akan dikumpulkan berdasarkan kecocokan jiwa masing-masing. Jika ingin melihat agama seseorang, maka lihatlah agama temannya. Semoga ini menjadi pengingat bagi saya. Dan senantiasa memperbaiki niat, bahwa mencintai teman/saudara haruslah dikembalikan kepada Allah. Bahwa pertemanan kita dengannya dilandasi karena Allah.

Melbourne, 29 Agustus 2016

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.