Mencari Hiburan

Saya sengaja blogwalking dan menemukan sebuah puisi di blog seorang senior. Kemudian saya melihat ada link soundcloud di bawah puisi itu. Maka, tercetuslah ide ini. Bisa jadi ini salah satu hiburan penghilang stress saya. Maafkan senior saya menculik idemu. Saya sudah meminta izin di kolom komentarmu. Ternyata baca puisi seperti ini asyik juga. 


PADA SEBUAH MALAM, ENGKAU BERJALAN

Telapak kaki yang membawa langkah-langkahmu
pada sebuah malam yang dinginnya asing
adalah persembahan rahasia yang tak kau kehendaki.
Dan lengan jalanan lengang dipilih menjadi altarnya.

Daunan pohon di kiri-kanan mengingatkan
tak henti-henti sebuah kejadian
dari mimpi buruk dalam tidurmu.
Yang membuat segenap waktu adalah duka
hingga kau lupa pada rasa takut.

Dan bayanganmu ditelan bayangan pohonan
yang hilang jua di bawah bayangan langit.

Seperti inikah kehidupan di belakang punggung matahari?

Engkau bertanya kepada senyap yang melingkup.
Cahaya matamu meraba-raba arah dalam redup.
Gerangan di mana diletakkan seluruh tujuan.

Engkau terus berjalan di sela-sela percakapan
angin dan ranting-ranting yang tak kau pahami,
mengabaikan setiap persimpangan yang kau temui.

Seperti kakimu bukan kakimu,
seperti tubuhmu bukan tubuhmu,
Seperti segala sesuatu bukan milikmu,
kecuali pertanyaan,
sebab jawaban bukan pula pengetahuanmu.

Maka engkau terus berjalan.
Engkau terus berjalan…

(Puisi karya Aan Mansyur)

Masih belajar hehe... Ini linknya :)


Setelah Deadline Pertama

Puisi ini saya tulis untuk merayakan kelegaan atas deadline pertama di semester ini. He, selanjutnya masih banyak deadline-deadline menanti. Semoga saya bisa melaluinya dengan baik.

tepat pada pukul 11.45 
hati kembali lapang
detakan jam dinding di kamarku kini terdengar lebih jelas
segela beban telah terlepaskan tepat pada pukul 11.45
kepala terasa ringan
jantung yang berdebar kembali normal
aku yang sering berlomba dengan detik-detik akhir seperti ini,
adalah hal yang ingin kuubah

suhu musim dingin kembali turun beberapa derajat
jangan lupa menikmati subuh yang khidmat
selamat malam, Malam!

Melbourne, 00.10, 16 Agustus 2016

Persaudaraan karena Allah


Dalam sebuah lingkaran, saya diamanahi membawa kultum berjudul "Berusaha meraih manisnya iman." Saya tidak akan membahas mengenai kultum itu di sini. Tapi, ada sebuah hadis yang saya kutip, bunyinya begini:

Tiga perkara yang jika terdapat pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman, (1) Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari pada selainnya, (2) Ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Saya tertarik untuk membahas poin kedua. Mencintai seseorang hanya karena Allah. Poin itu membahas bahwa salah satu tanda seseorang meraih manisnya iman ialah mencintai saudara, teman, keluarga, atau pasangannya masing-masing karena Allah. Dalam konteks ini saya akan menyinggung persaudaraan atau pertemanan. Saya menonton ceramah Ustadzah Yasmin Mogahed di YouTube. Dia menyinggung tentang "Unconditional Love" cinta tak bersyarat. Katanya, setiap perempuan memahami ini. Oh, saya tidak mengerti. Mungkin Allah-lah satu-satunya yang cintaNya tidak pernah bersyarat. Dia tetap mencintai hambaNya apapun yang terjadi pada hamba itu. Dia tetap memberi rezeki meskipun hambaNya melakukan banyak dosa. Dia senantiasa menunggu tobat dari hambaNya. Ini mungkin cinta yang paling abadi. Engkau mencintai Allah dan Dia tidak pernah mengecewakanmu.

Saya kemudian bertanya-tanya benarkah cinta saya sudah tak bersyarat?  Apakah ketika saya baik kepada seseorang, itu berarti saya memang melakukannya karena Allah, tidak berharap apapun. Apakah saya mencintai teman-teman saya karena Allah? Ataukah saya ingin mengenal mereka karena mereka cantik, kaya, pintar berprestasi, punya kelebihan-kelebihan tertentu, karena mereka populer, karena saya nyaman bersama mereka, atau karena mereka baik kepada saya. Saya pun masih terus memperbaharui niat ini. Saya ingin mengembalikan segalanya bahwa persaudaraan itu harus dilandasi cinta karena Allah. Bukan karena perkara-perkara duniawi. 

Mungkin ini sangat sulit dijangkau. Benarlah kata hadis itu, bahwa hanya orang yang baik imannya yang bisa merasakan ini. Saya mungkin belum benar memahaminya. Saya berteman karena merasa nyaman, ya itu wajar. Tapi, apakah kenyamanan itu membawa kedua belah pihak menjadi lebih baik atau malah tambah buruk. Entah kenapa persaudaraan karena Allah terasa sangat abstrak untuk dibahas. Sulit untuk mengaplikasikannya dimana kita kadang dikelilingi motivasi-motivasi duniawi. Dalam sebuah ceramah Salim A. Fillah, beliau berkata ruh-ruh itu akan dikumpulkan berdasarkan kecocokan jiwa masing-masing. Jika ingin melihat agama seseorang, maka lihatlah agama temannya. Semoga ini menjadi pengingat bagi saya. Dan senantiasa memperbaiki niat, bahwa mencintai teman/saudara haruslah dikembalikan kepada Allah. Bahwa pertemanan kita dengannya dilandasi karena Allah.

Melbourne, 29 Agustus 2016

Refleksi 71


 

Apa arti 71 bagi Anda? Benarkah kita telah merdeka? Mungkin persepsi setiap orang akan makna kemerdekaan itu berbeda-beda. Secara historis, Indonesia telah melewati umur 71 sejak pertama kali dunia mengakui kemerdekaannya. Secara fisik, benar, kita telah merdeka. Para pendahulu bangsa kita telah berhasil mengusir para penjajah. Perang fisik telah berhasil dimenangkan oleh para pahlawan kita.

7 dekade berlalu. Apa yang kita rasakan sekarang? saya cuma menguraikan refleksi saya akan angka sakral 71. Tidak sengaja saya berselancar di internet dan menemukan sebuah situs bernama membunuhindonesia.net. Secara sepintas nama situsnya membuat penasaran. Kok seram amat. Apa sih isinya? Ternyata situs ini kaya informasi tentang ancaman kedaulatan ekonomi-politik di Indonesia. Saya bukan jurusan ilmu ekonomi atau politik dan belum bisa menguji informasi yang dipaparkan. Tapi, analisisnya bisa diterima oleh akal sehat.

Well, apakah bisa dikatakan Indonesia telah merdeka jika sebagian besar kekayaan alamnya masih dikuasai asing? Beberapa artikel dari situs itu menguraikan bahwa banyak kekayaan alam di Indonesia yang masih belum dieksplor secara maksimal oleh Indonesia dan bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebut saja yang paling terkenal tambang emas freeport dan mineral lainnya. Sektor migas, hasil laut dan pangan masih banyak yang katanya belum dikelola secara utuh. Belum lagi dari segi pemikiran, budaya dan gaya hidup, kita mungkin tak sadar dijajah oleh budaya tertentu di dunia ini.

Sebagai mahasiswa yang lagi merantau dan belajar di negeri orang. Ini tentu PR besar bagi kami. Kami disekolahkan agar pulang memperbaiki itu semua. Entah saya yang pesimis atau bingung. Harus mulai darimana memerdekakan Indonesia sesungguhnya. Makanya, tak heran banyak sekali aset bangsa yang cerdas dan memilih untuk berkarir di luar negeri karena kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya lebih diapresiasi ketimbang di Indonesia dan mereka juga tetap berkontribusi untuk Indonesia. 

Saya sempat membaca tentang artikel yang ditulis oleh Andi Mallarangeng bahwa orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri terutama yang telah memiliki bargaining position tidak mesti dipaksa untuk pulang. Karena mereka bisa membuka jalan untuk kepentingan Indonesia. Artikelnya menarik. Mereka yang menetap di luar negeri dan berkarya sebenarnya secara tidak langsung telah memperkenalkan produk-produk Indonesia dan itu membuka pintu ekspor produk Indonesia ke negara tempat diaspora Indonesia ini. Contohnya, di suburb Clayton tempat saya tinggal. HongKong Supermarket adalah favorit orang-orang Indonesia karena menyediakan berbagai produk produksi Indonesia yang bahkan beberapa tidak pernah saya temui sama sekali di pasar Indonesia.

Para diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk memajukan Indonesia dari luar. Ilmuwan-ilmuwan yang berkiprah di luar negeri bisa dimanfaatkan untuk kepentingan nasional Indonesia. Kadang-kadang kita yang sering dimanfaatkan pihak asing. Mungkin sekali-sekali para diaspora ini memanfaatkan kesempatan dan fasilitas di luar negeri ini untuk membebaskan Indonesia dari keterpurukan.  Saya pikir selama para ilmuwan ini masih memiliki keterikatan emosional dengan Indonesia, mereka bisa memanfaatkan fasilitas asing untuk kepentingan Indonesia (haha... kedengarannya mudah ya). Baiklah, saya beri contoh Lily Yulianti Farid asal Makassar yang telah bertahun-tahun tinggal di Melbourne secara tidak langsung telah mengenalkan Makassar kepada dunia. Ia mendirikan Makassar International Writers Festival dengan berbekal link dan pengalaman yang ia peroleh di Melbourne.

Sebuah pencapaian luar biasa Indonesia berhasil mengirim banyak pelajar ke luar negeri. Selanjutnya kita akan pulang untuk menjahit luka-luka bangsa. Kita yang sedang menempuh studi ini sebenarnya adalah harapan. Saya bahkan takut akankah bisa mewujudkan harapan-harapan Indonesia ini. Satu lagi, kita berkuliah di sini. Jangan sampai pulang dan malah menjadi agen asing untuk mempermudah tujuan asing itu masuk ke dalam kebijakan bangsa kita dan tanpa sadar kita membunuh Indonesia dari dalam. Semuanya tergantung dari persepsi kita masing-masing apakah Indonesia benar-benar telah merdeka???

Melbourne, 28 Agustus 2016

Jalan Kaki dan Kebahagiaan



 


Tahun ini Melbourne kembali meraih "The Most Liveable City" on earth, kota yang paling layak huni di dunia, enam kali berturut-turut. Meski saya tidak paham cara pemilihannya dan siapa yang melakukan riset mengenai ini. Tapi, saya akui hidup di sini membuat stres saya terhadap lingkungan berkurang. Ini mungkin baru satu kriteria penilaian. Lingkungan Melbourne juga sangat ramah untuk pejalan kaki. Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel tentang cara melatih otak kita untuk bahagia. Salah satunya adalah dengan berjalan kaki. 

Ya, inilah yang setiap hari saya lakukan. Rutinitas ke kampus dan ke shopping center saya lakukan kebanyakan dengan berjalan kaki. Kampus Monash Clayton dan tempat tinggal saya ditempuh kurang lebih 15-20 menit berjalan kaki. Sementara, waktu tempuh antara tempat tinggal saya dengan Clayton Shopping Center sekitar 10-15 menit. Lumayan jauh sebenarnya. Tapi, dari segi kesehatan dan psikologi tampaknya menguntungkan.

Saya suka sekali jalan kaki. Menikmati semilir angin yang dingin, mencium wangi setiap musim yang berbeda, seperti melepaskan hormon kebahagiaan dalam diri saya. Ada perasaan tenang setelah itu.

Ini kesimpulan dari Pennsylvania State Research, semakin aktif seseorang dalam gerakan fisik, maka perasaannya menjadi lebih gembira dan antusias. Dan ini bisa dilakukan dengan 30 menit berjalan kaki dalam 3 kali seminggu. Begitu sederhananya penelitian menyimpulkan tentang salah satu cara bahagia. 

Mungkin ini dipengaruhi bagaimana lingkungan tempat berjalan kaki itu. Secara objektif, di negara maju seperti Australia, jalan kaki seolah memberikan kedamaian. Lingkungannya yang bersih dan asri. Tata kota yang bagus. Sistem transportasi dan daerah pedestrian yang rapi, cukup mengurangi eksternal stressor oleh lingkungan yang tak bersahabat. 

Setiap daun yang gugur. Setiap bunga yang bersemi. Pohon-pohon yang tertata dengan rapi rasanya lebih indah dipandang ketika sedang berjalan kaki. Apalagi ketika langit sedang biru-birunya. Membawa ketenangan bukan? Sepertinya sisi melankolis saya kembali kambuh ketika berjalan kaki sendirian. 

Dan kamu juga bisa berjalan menjauh untuk menemukan hidup yang lebih baik!

I'm walking away
From the troubles in my life
I'm walking away
Oh, to find a better day

(Craig David - Walking Away)

Melbourne, 18 Agustus 2016

:: the pic was taken on our Melbourne's Ramadhan Trip 2016

Perempuan dan Perubahan Sosial





Saya selalu tertarik jika membahas masalah perempuan dan perubahan. Sebagai perempuan yang masih belajar, perubahan menjadi lebih baik adalah hal yang diharapkan. Semester lalu saya mengambil mata kuliah "Adult Learning". Meski nilai saya kurang memuaskan tapi pengetahuan saya bertambah. Setidaknya saya belajar banyak hal.

Ternyata ada dua pandangan yang menyatakan mengapa orang dewasa harus belajar atau apa tujuan orang dewasa belajar. Pertama, terkait self-actualisation/self-development (Knowles) dan kedua adalah social change (Brookfield). Dengan kata lain, tujuan adult education itu adalah untuk aktualisasi diri dan perubahan sosial. Tidak hanya belajar untuk memajukan diri sendiri tapi kita juga perlu mengubah masyarakat. Menurut saya teori ini sangat ideal untuk hidup yang lebih baik.

Jika seorang perempuan menempuh pendidikan yang tinggi, ada ruang dalam pikirannya yang ingin dicapai. Setidaknya ia ingin mengaktualisasikan dirinya dalam bidang yang mereka tekuni atau senangi. Mereka ingin mencapai kesuksesan dalam persepsi mereka masing-masing. Lalu pertanyaannya, bagaimana seorang perempuan dikatakan sukses?

Jika seorang perempuan memiliki sekolah yang tinggi, karir yang bagus, gaji yang tinggi, memiliki barang-barang berkelas apakah kemudian dia dikatakan sukses? Pertanyaan ini mungkin sangat bias, meski tidak ada larangan untuk mencapai standar itu. Saya menemukan fakta yang mencengangkan di Australia. Pemerintah akan memberikan $5000 bagi seorang perempuan yang berhasil melahirkan. Entah apa alasan dibalik pemberian itu. Menurut saya angka itu terlalu fantastis untuk setiap bayi yang lahir. Saya jadi berpikir, mungkin tidak banyak perempuan di negara ini yang ingin memiliki anak sampai-sampai pemerintahnya memberikan bonus sebanyak itu. Pemerintahnya mungkin khawatir akan terjadinya "Lost Generation" di negara ini. 

Selain mengaktualisasikan dirinya, perempuan juga berperan penting dalam perubahan sosial. Tidak sempurna rasanya mengukur kehebatan seorang perempuan jika ia hanya hebat seorang diri. Kehebatan mereka baru teruji jika mereka sudah memiliki seorang pendamping dan anak-anak. Kalau ingin menguji ketangguhannya, maka lihatlah apakah suaminya semakin bersinar dalam karir dan kepribadian dan anak-anaknya berprestasi, berilmu dan berakhlak mulia. Lebih sukses lagi, jika ia juga bisa mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Kesimpulan saya, langkah terkecil yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan dalam perubahan sosial adalah perubahan dari dalam rumahnya. Setelah ia berhasil mengubah struktur terkecil itu termasuk dirinya pribadi, maka silakan berpikir untuk mengubah masyarakat. 

Sebelum memahami teori ini, sebenarnya dalam agama saya, sudah diperintahkan untuk terus memperbaiki diri dan memperbaiki masyarakat. Dalam sebuah hadis dikatakan, orang yang beruntung adalah orang yang lebih baik dari kemarin (HR Hakim) dan mencegah yang buruk atau menyeru yang baik (dakwah) adalah cara yang diperintahkan untuk mengubah masyarakat. Mari belajar lagi!

Melbourne, 4 Agustus 2016
Diberdayakan oleh Blogger.