Menikah, Mencari Partner dalam Bertakwa


Siapa yang pernah kagum jika melihat ikhwan atau akhwat yang dalam pandanganmu, baik agamanya, soleh atau soleha? Jika ada perasaan yang seperti itu, bisa jadi kamu sudah memiliki kecenderungan yang benar dalam memilih pasangan. Tapi, jangan diteruskan ya, nanti bisa menjadi zina hati hehe. Yang ingin saya tekankan adalah memilih pasangan hidup mesti dimulai jauh sebelum kita memutuskan untuk segera menikah. Koreksi niat di dalam hati. Miliki konsep diri yang baik dan buatlah perencanaan. 

Kecenderungan seseorang pada kebaikan itu memang fitrah. Termasuk dalam ketertarikan kepada lawan jenis. Ada yang pernah dengar bahwa lelaki yang mungkin pergaulannya kurang benar, sebenarnya mengingankan perempuan yang baik-baik. Sama halnya perempuan yang juga pergaulannya kurang baik, mendambakan lelaki teduh untuk menjadi pemimpinnya. Mungkin begitulah teori kenapa naluri itu memiliki kebenaran yang terdalam. 

Biasanya keinginan untuk menikah dengan orang yang baik agamanya, diperkuat ketika kita juga sudah memiliki konsep hidup yang baik. Kita tentu juga mendambakan seseorang yang paling tidak sama dengan cara kita menjalani kehidupan. Jika kamu senang ikut kajian, menambah ilmu agama, sangat mungkin kamu mendambakan lelaki atau wanita yang juga memiliki kebiasaan yang sama bukan? Sebenarnya, jauh sebelum niat menikah itu muncul, kamu sudah menyeleksi pasangan hidupmu meski masih dalam hati.

Tak ada agama, jangan hidup berumah tangga!

Karena pernikahan adalah ibadah, maka memilih pasangan hidup semestinya didasari atas alasan ibadah. Sedari awal, milikilah kriteria ini. Carilah pasangan yang baik dengan cara yang baik. Tapi, sebelumnya, kita mesti memperbaiki diri kita. Menumbuhkan sikap hidup yang baik. Memiliki pemahaman agama yang baik. Atau paling tidak kita memiliki kemauan untuk terus belajar terutama belajar agama. Karena “mendambakan yang baik” akan kalah dengan mereka yang “menjadi baik.” Maksudnya, kita boleh mendambakan lelaki soleh atau wanita soleha, tetapi fokus utama kita adalah menjadi dia yang soleh dan soleha tersebut. Karena sesuai janji Allah, Dia akan memasangkan seseorang yang mungkin sekufu dalam imannya. Allah tidak pernah salah memasangkan hamba-hamba-Nya.

Hidup tanpa agama itu segalanya menjadi berat. Termasuk hidup dalam berumah tangga. Tanpa agama, segala hal bisa menjadi masalah. Mudah stress, depresi dan gangguan mental lainnya. Rasul bersabda, “agama itu nasihat.” Tafsiran hadis ini mungkin sangat panjang dan detail. Tetapi, kita bisa menyimpulkan bahwa segala hal yang islam ajarkan adalah nasihat untuk kita menjalani kehidupan. Bukankah sudah sering kita dengarkan bahwa islam memiliki solusi atas segala permasalahan kehidupan. Oleh karena itu, jangan pernah remehkan mempelajari agama. Sebaik-baik persiapan sebelum memasuki kehidupan rumah tangga adalah ilmu. Ilmu inilah yang menjadi modal bagaimana kita menjalani kehidupan kita ke depannya bersama pasangan. Selanjutnya, kita harus selalu belajar karena menikah adalah ibadah terlama.

Pelajaran bagi yang telah menikah (termasuk saya dan suami hehe) adalah bagaimana agar rumah tangga tetap dicahayai kebaikan-kebaikan. Sebelum menikah, kita dan pasangan bertanggung jawab terhadap diri kita masing-masing. Setelah menikah, tanggung jawab kita bertambah. Kita menjadi andil terhadap perubahan pasangan. Itulah mengapa seringkali digaungkan oleh para motivator pernikahan bahwa pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang menjadikan sepasang suami istri itu semakin bertakwa, semakin taat, semakin bahagia. Selain Ibadah, pernikahan pun ujian. Sehingga untuk melewati ujian ini kita dan pasangan butuh ilmu yang cukup. Tujuan utamanya adalah agar rumah tangga senantiasa diberkahi dalam kondisi suka maupun dukanya.  

Karena pernikahan adalah ibadah terlama, jangan menikah karena cinta, karena itu tak akan abadi, tetapi menikahlah karena Allah. Menikahlah dengan seseorang yang memiliki konsep diri yang baik, mencintai Allah, Rasul, dan Ilmu agama.

Pernikahan yang tidak bahagia akan selalu tegang dan jauh dari Allah. Oleh karena itu, sebelum menikah, bahagiakan dirimu. Karena orang yang tak bahagia, tidak akan bisa membahagiakan orang lain. Bahagia akan hadir jika kita senatiasa dekat dengan Allah. Dalam pernikahan, kita butuh untuk saling menguatkan, saling membahagiakan, saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran. 

#selfreminder

Ramadan Day 26, 1439 H

Pelajaran dari Long Distance Marriage




Boleh jadi memang jarak itu bukan lagi masalah jauh dekatnya, tetapi perasaan yang ada di dalamnya.

Semenjak Long Distance Marriage (LDM), saya jadi semakin memahami bahwa hubungan dua orang manusia bukan bergantung kepada jasad dan fisik manusianya. Tetapi, apakah ruh-ruh kita terhubung kepada Sang Pemilik Semesta. Apakah kita masih saling mendoakan? Apakah kita masih saling merindukan?

Ketergantungan kita sebenarnya bukan pada pasangan hidup tetapi kepada Allah Swt. Kita semakin ikhlas menjalani proses kalau dilakukan karena Allah. Mungkin tidak akan ada perasaan kecewa, sedih, kesal jika semua yang kita lakukan karena Allah. Apapun yang kita lakukan kepada pasangan hidup menjadi lebih tenang kalau ada ruh dan iman di dalamnya.

Kadang saya berpikir, apakah suami saya bahagia di sana? Apakah dia sehat-sehat saja? Apakah dia tidak menjalani hari-hari yang buruk. Apakah dia bisa semakin produktif menjalani kesehariannya. Apakah pekerjaannya terurus dengan baik? Apakah ibadahnya semakin meningkat? Kalau tidak, saya tentu merasa bersalah sebagai istri.

Bagi yang LDM, bisa mendengar kabar dari pasangan hidup kalau dia baik-baik saja adalah hal yang membahagiakan bukan? Mungkin itulah mengapa komunikasi sangat penting dalam menjalani hubungan seperti ini. Ada dampak psikologis kalau kita bisa mendengar kabar masing-masing.

Saya jadi teringat doa yang seringkali orang ucapkan dalam majelis pernikahan, "Semoga Allah memberkahi kalian (di kala senang), dan memberkahi pula (di kala sedih) serta menyatukan kalian berdua dalam kebaikan." Doa ini sangat substantif, indah, dan holistik. Karena pada akhirnya yang kita cari dalam pernikahan adalah keberkahan dan kebaikan baik itu di kala senang maupun sedih. 

Ada yang bilang indikator keberhasilan rumah tangga itu, bertambahnya kebaikan-kebaikan, bukan kebahagiaan saja. Tidak selalu dalam rumah tangga itu dipenuhi suka, karena pasti ada juga duka yang menjadi bumbu-bumbu rumah tangga. Kemudian, seorang istri dan suami berusaha mengambil peluang bagaimana agar dalam setiap keadaan adalah bertambahnya ketaatan, kebaikan, dan cinta kasih.

Bagi yang tengah menempuh LDM, semoga Allah memberkahi dan meridhoi keluarga kita. Untuk suami saya, semoga Allah memberikan kemudahan dan kelancaran menulis thesis. Tercapai target-targetnya. Semoga ibadahnya tidak terbengkalai gara-gara thesis hehe. 


Ramadan Day 22, 1439 H




Allah Tidak Pernah Salah Menetapkan Waktu



Ada persoalan yang tidak bisa kita campuri. Seperti persoalan kapan Allah menetapkan sesuatu dalam hidup kita. Ada orang yang masih harus melewati kesendiriannya. Ada orang telah menjalani ibadah pernikahan. Ada yang harus menunggu bertahun-tahun agar bisa memiliki keturunan. Ada pula yang telah berstatus Ibu dan Ayah. Semua proses kehidupan yang kita lalui sebenarnya bermuara kepada satu. Cinta kepada Allah. Tunduk kepada syariat Allah.

Seperti siang dan malam yang silih berganti. Semua perasaan kita akan silih berganti. Tidak mungkin selamanya senang. Sama halnya tidak akan ada yang sedih terus-menerus. Allah benar ingin menguji kualitas iman. Apakah kamu lebih mencintai Allah atau mendahulukan hawa nafsumu? Silih bergantinya mendung dan cerah, kita harus menempuhnya dengan kesabaran dan kesyukuran. Bahwa tidak ada yang luput dari rencana besar Allah. Tidak ada yang luput dari pengaturan Allah. Sebaik-baik kita mempertimbangkan apa yang Allah cintai.

Matahari boleh saja tidak terbit suatu waktu. Hujan boleh datang mengguyur. Cuaca boleh berubah dari panas menjadi dingin. Musim boleh berganti empat kali dalam setahun. Tapi, hanya Allah yang tidak pernah berubah. Kasih sayang-Nya selalu lebih luas dari sangkaan manusia. Bagaimana mungkin kita tidak mendahulukan Allah. Sementara segala kebaikan dan keberkahan dalam hidup kita adalah bukti cinta dari-Nya. Tujuan kita hanya satu. Menyenangkan Allah. Mencari ridho Allah. Maka Allah akan membahagiakan kita, di dunia dan akhirat. 

Ramadan Day 16
Diberdayakan oleh Blogger.