Kenangan


 


Sesungguhnya yang tidak pernah pergi itu disebut kenangan. Ia akan tetap tergenang di beranda-beranda pikiranmu. Atau tenggelam di palung hatimu. Sikap terbaik kita atas kenangan adalah memaafkan. Dan mengambil pelajaran.

Setiap orang punya kenangan. Yang salah adalah jika kenangan tak membuatmu "hijrah". Bahasa kerennya adalah "move on". Orang yang baik akan menyimpan kenangan baik. Jika kenangannya kurang baik, maka kita bisa memilih respon untuk bersikap baik terhadap orang-orang dalam kenangan itu. 

Jangan terlalu larut dalam genangan kenangan. Kita bisa memperbaiki hidup kita dengan mengikhlaskan masa lalu dan menata masa depan yang lebih baik. Hiduplah dengan harapan. Harapan baik akan berbunga kebaikan. Karena tidak ada kenangan yang buruk bagi orang-orang yang mengambil hikmah.

Masa lalu, terimakasih sudah menciptakan kenangan manis bagi orang-orang yang selalu berbahagia. Terimakasih sudah menyisakan jalan sunyi bernama rindu: Melbourne.

Di sebuah malam yang tak pernah lengang. Kamu pernah berjalan memikul rindu pada setiap yang berjarak darimu. Termasuk rindumu pada Ibu dan kampung halaman.

Musim Kesabaran



Adalah waktu yang mengajarkan kita tentang menemukan versi terbaik dari diri. Termasuk cara kita memperbaiki masa depan. Katanya, waktu itu punya dua sisi. Ada yang mengantarkan pada keberkahan dan adapula pada keterlenaan. Kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Bisa jadi pula kita yang dimanfaatkan.

Masa depan memang misterius. Tapi kita bisa membuka kemisteriusannya dengan menciptakan kemungkinan-kemungkinan di masa sekarang. Itulah yang kita sebut dengan ikhtiar. Proses ikhtiar ini ada dalam kekuasaan manusia. Jadi sejatinya, manusia bisa menjadi apapun yang dia inginkan selama ia berikhtiar sebaik-baiknya.

Tapi, kita mesti tahu, dalam setiap rencana manusia, ada rahasia takdir Tuhan. Namun, ini bukan indikasi untuk berpasrah diri. Karena takdir pun jatuh setelah usaha. Meyakini rencana Tuhan adalah alarm bahwa usaha manusia bukanlah segalanya. Jangan pernah berputus asa jika usaha tak sejalan dengan takdir. Mungkin begitu cara Tuhan mengajarkan kita agar tak menuhankan usaha. Siapapun yang selalu percaya bahwa rencana Tuhan-lah yang terbaik tidak akan pernah bersedih hati.

Inilah musim kesabaran bagi siapapun yang ingin menjadi lebih baik dalam perkara akhirat dan dunianya. Selamat menciptakan masa depan yang terbaik. Termasuk masa depan kita agar menjadi penghuni surga.

Memahami Kegelapan

Gelap tidak akan dikenali tanpa adanya cahaya. Sama seperti kita tidak akan menemui cahaya tanpa mengenal arti gelap. Mengapa gelap menjadi berarti. Dia akan membawamu pada sebuah harapan. Bisa jadi akan menuntunmu pada penghambaan tertinggi.

Ada orang-orang yang merasa sepi di tengah keramaian kota, di bawah lampu-lampu ritmik kota. Sepi bukan karena kosong. Tetapi menepi dari dunia yang semu meski indah. Hatinya sudah diisi oleh kecintaan pada akhirat. Seolah mereka telah memutus dunia dari dalam dadanya.

Tapi tahukah kamu? Hatinya merasa sangat tenang. Sangat damai. Hingga merasakan surga begitu dekat. Tak ada kebahagiaan yang melampaui rasa bahagia yang mereka rasakan. Dunia tak lagi indah dalam pandangan matanya.

Zona Waktu

Saya selalu percaya bahwa setiap orang punya time-zone masing-masing. Tidak ada yang terlalu cepat, tidak ada yang terlalu terlambat. Setiap orang yang berusaha pasti menemui hasil dari usahanya. Entah waktunya sesuai harapan, bisa jadi maju atau mundur dari harapannya. Tidak ada yang berjalan di tempat. Kecuali jika kita memang tidak berusaha.

Yang harus kita pahami adalah kemampuan menerima takdir Tuhan. Kemampuan membaca hikmah kehidupan. Ketika diberi kesempatan berupa kesehatan, waktu, materi dan kemampuan yang lain maka jadikan ini peluang untuk bersyukur. Kesedihan dan musibah juga adalah sebuah peluang. Peluang untuk bersabar dan lebih bergantung kepada Allah.

Mungkin hari esok adalah apa yang kita namai terbalasnya segala pengorbanan. Atas keletihan, kesedihan, ketidaknyamanan dan usaha-usaha yang pernah kita lalui. Hidup itu pasti berputar. Tidak selamanya indah. Tak selamanya pula sukar. Bisa jadi kita masuk surga karena banyak-banyak bersyukur. Bisa jadi pula kita masuk surga karena pahala sabar. Mendapat nikmat bukan berarti nista, mendapat musibah bukan berarti celaka. Ada orang yang semakin dekat dengan Allah karena musibah. Adapula yang semakin berdzikir pada Allah karena nikmat.

Kita tidak tahu pada kesempatan mana kita bisa semakin dekat dan takwa kepada Allah. Tetaplah berbuat baik! Tetaplah berjalan sesuai syariat.

Bersyukur


Kadang-kadang kita selalu berpikir mengapa hidup orang itu selalu mudah. Apa yang ia dapatkan seperti tidak pernah meleset dari targetnya dan selalu sesuai harapannya. Kita mungkin berpikir rencana hidupnya selalu tercapai tepat pada waktunya. Waktu ideal di mata kebanyakan orang.

Kita selalu berharap ada di posisi orang itu. Ingin menjalani hidup seperti yang ia jalani. Memiliki keluarga yang bahagia, kaya, taat, berpendidikan. Hidupnya selalu lurus. Pendidikannya sukses. Jodohnya datang tepat waktu. Sesuai perencanaannya. Pasangannya sangat ideal. Pekerjaannya bagus. Dan kebaikan-kebaikan lain dalam pandangan kita sebagai manusia.

Padahal di keadaan yang berbeda, ada orang yang sangat ingin bertukar posisi dengan kita. Ingin menjalani hidup seperti yang kita jalani. Hidup yang sebenarnya menurut kita sangat sederhana dan banyak kekurangan.

Seseorang sepertinya harus mempelajari bagaimana rasa syukur itu bekerja untuk bisa terlepas dari jebakan-jebakan iri dengan hidup orang lain. Bersyukur dan qonaah adalah cara untuk memahami bahwa setiap hal yang Allah jadikan dalam hidup kita adalah keadaan yang terbaik. Pemberian yang terbaik. Oleh karenanya jangan berputus asa dan kehilangan harapan. Setiap kita harus mempersembahkan yang terbaik untuk Tuhan, diri dan sesama.

Jangan lupa bersyukur!

Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak: Pencegahan Dini Putus Sekolah

Oleh Bulqia Mas'ud


Putus sekolah di Indonesia adalah salah satu masalah utama yang perlu dipecahkan.  Tingkat putus sekolah tertinggi terjadi di daerah-daerah tertinggal terutama tingkat sekolah dasar. Menurut UNICEF untuk Indonesia (2012) tingkat putus sekolah tertinggi terjadi di kelas 1 sekolah dasar (3,7%) dan menjadi lebih rendah di kelas-kelas berikutnya, namun terus meningkat di kelas 6. Putus sekolah disebabkan oleh beberapa aspek. Chirtes (2010) mengklasifikasikan faktor-faktor tersebut ke dalam faktor sekolah, lingkungan sosial, faktor personal, dan faktor keluarga, yang merupakan faktor terbesar. Faktor keluarga perlu ditunjukkan karena pendidikan dimulai dari rumah. Selain itu, waktu keemasan untuk mengajar anak-anak secara efektif adalah ketika anak-anak berusia dini hingga sekolah dasar, walaupun tingkat sekolah menengah pertama juga penting untuk diperhatikan dan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengeksplorasi putus sekolah dan penyebabnya yang lebih fokus pada faktor keluarga terutama di daerah tertinggal. Juga membahas bagaimana keterlibatan orangtua dapat memecahkan masalah ini dan tantangannya ke depan.

Penyebab, dan Dampak Putus Sekolah

Daerah tertinggal di Indonesia diperkirakan mendapat pendidikan yang tidak setara. Hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi yang buruk dan kurangnya sumber daya manusia. Menurut UNICEF Indonesia (2012), daerah pedesaan dan kawasan timur Indonesia perlu melakukan percepatan untuk mengejar keterbelakangan dalam partisipasi sekolah. Sebagian besar anak meninggalkan sekolah dalam masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama (UNICEF, 2012).

Data lain dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2013) dalam Srie (2013) menunjukkan tingkat putus sekolah untuk sekolah dasar di Indonesia rata-rata adalah 0,67 persen dan sama dengan 182.773 siswa di mana provinsi-provinsi terbelakang berada di tempat yang lebih tinggi. Ada lima provinsi yang memiliki tingkat putus sekolah tertinggi untuk tingkat sekolah dasar: Sulawesi Barat (2,37%), Bangka Belitung (1,88%) Papua Barat (1,56%), Papua (1,36%) dan Sulawesi Tenggara (1,32%) (BPS, 2013).

Putus sekolah bisa merugikan masa depan cerah anak-anak dan menyebabkan lebih banyak kerugian. Chirtes (2010) menjelaskan putus sekolah menyebabkan kegagalan dalam integrasi sosial, dan akibatnya sangat mengurangi kesempatan seseorang untuk mencapai kesuksesan pribadi dalam bidang aktivitas yang mereka inginkan. Kegagalan dalam integrasi sosial akan menyebabkan kebodohan anak, tenaga kerja murah, kemiskinan, bahkan kriminalitas. Misalnya, mereka mungkin akan menikah lebih awal tanpa memiliki cukup pengetahuan dan uang untuk membentuk rumah tangga dan membesarkan anak. Mereka juga bisa menjadi beban masyarakat seperti preman, perampok, dan pembuat onar yang membawa ketidakharmonisan dan ketidakamanan dalam masyarakat. Selain itu, harapan untuk sukses secara materi dan mental akan sulit dicapai karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan.

Faktor yang menyebabkan putus sekolah bisa beragam sesuai dengan konteks bangsa dan negara. Di daerah terbelakang di Indonesia, putus sekolah terutama disebabkan oleh latar belakang sosial ekonomi yang buruk, yang biasanya berasal dari pendapatan rendah dan latar belakang keluarga yang rendah (UNICEF Indonesia, 2012). Menurut penelitian Chirtes (2010) empat kategori faktor utama putus sekolah adalah faktor keluarga, faktor terkait sekolah, lingkungan sosial, dan faktor pribadi. Chirtes menambahkan (2010, hal.32) bahwa "risiko putus sekolah jauh lebih tinggi pada faktor keluarga dengan standar kehidupan yang rendah, yang harus menghadapi kemiskinan dan marginalisasi." Namun faktor lain perlu diperhatikan seperti rendahnya kualitas pendidikan (baik fasilitas dan guru), ketidaksetaraan distribusi sumber daya sekolah, dan hambatan geografis karena hal ini juga berkontribusi terhadap putus sekolah di daerah pedesaan.

Chung dan Mason (2012) menegaskan bahwa kesenjangan sumber daya terutama antarkelompok sosio-ekonomi dalam masyarakat yang terkait dengan perbedaan kualitas pendidikan, kemiskinan keluarga dan biaya sekolah dianggap sebagai alasan utama terjadinya putus sekolah. Namun, faktor yang berhubungan dengan keluarga adalah faktor terdekat yang lebih mempengaruhi pilihan hidup seorang siswa apakah ingin terus belajar atau tidak. Hal tersebut tergantung pada dorongan keluarga, tidak peduli seberapa besar tantangan eksternal dan sosial yang ada.

Di daerah tertinggal dan pedesaan yang memiliki keterbelakangan sosial seperti sumber daya manusia yang rendah dapat menyebabkan perlakuan keluarga yang kurang tepat dalam membesarkan anak mereka. Seperti yang dibahas oleh Chirtes (2010) penyebab utama putus sekolah adalah standar kemampuan hidup dan pendidikan orangtua yan rendah. Selanjutnya, faktor-faktor ini dapat mempengaruhi bagaimana orangtua dapat membangun hubungan yang kuat dengan anak-anak, menerapkan metode pengasuhan, dan mendorong anak-anak untuk menjadi lebih baik. Akibatnya, orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan yang buruk cenderung akan menghambat kemajuan anak di sekolah. Selain itu, mereka tidak akan tertarik untuk mendukung aktivitas belajar anak-anak mereka. Orangtua di daerah pedesaan mungkin saja memanfaatkan anak mereka untuk mencari uang (Chirtes, 2010). Ketika anak mulai fokus bekerja atas perintah dari orangtua, mereka mungkin akan meninggalkan sekolah lebih awal dan terus bekerja untuk mendukung keluarga mereka.

Setelah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga ini, keterlibatan orangtua yang efektif sangat dianjurkan sebagai solusi untuk anak-anak yang putus sekolah.

Keterlibatan Orangtua dan Pencegahan Putus Sekolah Tingkat Sekolah Dasar

Orang yang diakui oleh anak-anak untuk pertama kalinya sejak mereka lahir adalah orangtua mereka. Ini juga berarti anak-anak akan mendapatkan pendidikan pertama langsung dari orangtua mereka. Dengan demikian, orangtua akan sangat berpengaruh dalam pendidikan anak. Keterlibatan mereka terhadap pendidikan anak-anak akan menentukan apa yang akan terjadi pada anak-anak di masa depan. Keterlibatan orangtua didefinisikan sebagai "partisipasi orangtua dalam proses pendidikan dan pengalaman anak-anak mereka" (Jeynes, 2011 hal.42). Definisi yang ditunjukkan oleh Jeynes di sini berfokus pada pengalaman pendidikan siswa yang dapat mencakup bagaimana orangtua mendekati siswa saat belajar di rumah, bagaimana mereka mengendalikan anak-anak mereka di sekolah, atau memutuskan sekolah yang baik untuk anaknya.

Keterlibatan orangtua sangat diperlukan dalam perkembangan pendidikan anak-anak sejak dini karena kebanyakan waktu dihabiskan di rumah. Perkembangan anak-anak akan dipengaruhi oleh bagaimana orangtua mereka memperlakukan dan mendidik mereka. Tentu akan ada banyak tantangan bagi orangtua termasuk orangtua berpendidikan rendah dalam mendidik anak mereka. Namun akan selalu ada harapan bagi mereka yang peduli. Banyak kasus dimana latar belakang keluarganya miskin, tapi orangtua masih dapat berkontribusi terhadap pendidikan anak mereka karena mereka menyadari bahwa sangat penting untuk memiliki pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik bisa diraih jika orangtua juga sadar dan terlibat.

Ada hubungan yang kuat antara keterlibatan orangtua dengan prestasi akademik anak-anak. Penelitian oleh McNeal Jr. (2014) membuktikan bahwa keterlibatan orangtua dapat meningkatkan harapan pendidikan, mengurangi tingkat ketidakhadiran siswa di sekolah, dan meningkatkan prestasi anak-anak. Harapan pendidikan berarti disini siswa memiliki ambisi untuk melanjutkan pendidikannya sampai lulus SMA dan bahkan mendaftar di universitas. Pemantauan orangtua memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku siswa dan secara signifikan mengurangi jumlah ketidakhadiran dan pembolosan serta meningkatkan aktivitas mengerjakan pekerjaan rumah (McNeal Jr., 2014). Orangtua yang selalu berdiskusi dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka tentang kehidupan sekolah akan membantu mereka untuk belajar, mengilhami anak-anak untuk peduli dengan kegiatan sekolah hingga bersemangat untuk berprestasi lebih tinggi. Namun, penelitian McNeal tidak secara jelas menyentuh efek keterlibatan orangtua terhadap anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua dengan tingkat pendidikan rendah. Dengan demikian, penting untuk mengetahui berdasarkan penelitian empiris tren keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak pada keluarga yang tingkat pendidikannya rendah.

Di daerah tertinggal dimana banyak orangtua berasal dari latar belakang pendidikan rendah, upaya untuk melibatkan mereka jauh lebih besar. Orangtua yang diharapkan bisa mendidik anak mereka tidak dapat memenuhi tanggung jawab lebih baik karena kemunduran sosial ekonomi. Bagaimana orangtua bisa mengajar anak mereka jika mereka sendiri perlu dididik. Meskipun tidak semua orangtua di daerah terbelakang memiliki pendidikan berkualitas rendah, faktor-faktor tersebut harus didiskusikan untuk menemukan solusi yang tepat. Oleh karena itu, mempromosikan keterlibatan orangtua yang efektif untuk mencegah putus sekolah pada anak usia sekolah dasar perlu melibatkan pemangku kepentingan lainnya seperti guru sekolah, pakar pendidikan dan praktisi, masyarakat, komunitas yang berkepentingan dan pemerintah. Singkatnya, kita harus memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk melibatkan orangtua dalam pendidikan anak-anak terutama mereka yang berasal dari latar belakang pendidikan rendah atau memiliki latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang mundur.

Mendidik dan Menyadarkan Orangtua (Terutama Keluarga Tidak Mampu)

Pendidikan orangtua berkorelasi dengan keberhasilan orangtua dalam mendidik anaknya. Menurut Jeynes (2011) latar belakang sosioekonomi orangtua yang berpenghasilan tinggi terkadang menjadi salah satu faktor tingginya tingkat keterlibatan orangtua. Berdasarkan argumen tersebut, latar belakang sosial ekonomi akan mempengaruhi metode keterlibatan orangtua. Meskipun keluarga berasal dari keluarga yang tidak mampu, kemungkinan besar mereka akan berubah jika mereka percaya bahwa pendidikan itu berharga, apalagi jika mereka ingin melihat anak-anak mereka mengejar pendidikan yang lebih baik daripada mereka. Orangtua yang peduli akan menyediakan sarana pendidikan untuk anak-anak semampu mereka (Jeynes, 2011) Karena itu, pemerintah, pendidik, masyarakat dan kelompok yang berkepentingan dapat berpartisipasi untuk membantu keluarga yang kurang beruntung lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka. Kita dapat mendidik mereka tentang pentingnya pendidikan dan peran mereka dalam pendidikan anak-anak. Misalnya, pemerintah dibantu oleh para pendidik dan praktisi untuk memberikan pelatihan dan konseling dengan tujuan meningkatkan kesadaran orangtua. Masyarakat dan tentangga dapat diperingatkan jika ada keluarga yang memiliki anak berpotensi putus sekolah. Meskipun demikian, kita sebaiknya mengantisipasi tantangan yang mungkin muncul seperti kesediaan stakeholder dan dana untuk mengimplementasikan program.

Komunikasi Orangtua-Anak

Komunikasi antara orangtua dan anak menentukan kemajuan pendidikan anak. Martine-Gonzales (2008) menegaskan bahwa komunikasi antara orangtua dan anak adalah indikator perhatian orangtua. Orangtua yang selalu berdiskusi dengan anak terkait peningkatan pengetahuan bisa mempengaruhi prestasi akademik anak. Selain itu, selalu bertanya kepada anak-anak tentang apa yang telah mereka pelajari di sekolah sangat penting untuk kemajuan pendidikan mereka. Studi yang dilakukan oleh Martinez-Gonzalez (2008) di Spanyol dan Cyprus membuktikan bahwa orangtua yang memiliki tingkat pendidikan rendah tampaknya terlibat dalam berbagai cara dengan bantuan akademis semampu mereka, seperti berbicara kepada anak-anak mereka tentang kehidupan sekolah, menyediakan sarana belajar sesuai kemampuan mereka, menunjukkan kasih sayang, menciptakan lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu, menjaga komunikasi dan diskusi antara orangtua dan anak akan mengurangi risiko putus sekolah walaupun orangtua memiliki prestasi belajar yang rendah.

Kemitraan Orangtua-Guru

Kerja sama dan komunikasi antara orangtua dan guru untuk membantu perkembangan anak di sekolah dapat mencegah anak putus sekolah. Bridgeland (2010) menunjukkan bahwa penyebab utama putus sekolah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan orangtua dan guru terhadap kebutuhan siswa. Dalam hal ini, kemitraan orangtua-guru bisa menjadi solusi. Misalnya, guru bisa selalu memberi tahu orangtua tentang kehidupan sekolah anak-anak dan sebaliknya. Selain itu, guru bisa memberi tahu orangtua tentang kekuatan dan kelemahan anak sehingga orangtua menjadi lebih peduli tentang apa yang harus dikembangkan dan dikerjakan anak-anak.

"Dalam pertemuan orangtua-guru, perlu untuk lebih memusatkan perhatian pada karakteristik intelektual dan sikap positif anak-anak. Kemitraan orangtua-guru adalah cara untuk memfasilitasi komunikasi antara guru dan orangtua, untuk membantu pengambilan keputusan bersama tentang bagaimana mengatasi remaja beresiko. Dengan cara ini, mempromosikan program parenting yang efektif di sekolah dapat membantu orangtua untuk membesarkan anak-anak mereka dan berinteraksi dengan guru di sekolah dengan lebih efektif "(Martinez-Gonzalez et al., 2008 hal.516).

Dengan mengadakan pertemuan orangtua-guru, baik orangtua maupun guru dapat bekerja sama untuk mencegah anak-anak dari kasus putus sekolah yang berisiko. Ini akan sangat membantu terutama bagi orangtua dengan tingkat pendidikan rendah karena guru dapat memberikan beberapa solusi atau cara yang bisa diterapkan orangtua di rumah. Kendati demikian, faktor lain harus diantisipasi jika guru menghadapi orangtua yang sulit diajak kerjasama.

Kemitraan Keluarga-Sekolah-Masyarakat

Cara lain untuk mencegah putus sekolah adalah membangun kemitraan sekolah-keluarga-masyarakat. Untuk memaksimalkan rasa keterhubungan siswa di sekolah membutuhkan kerjasama dan kolaborasi antarsekolah, keluarga, dan masyarakat (Goss & Andren, 2014). Kolaborasi ini bisa menciptakan lingkungan belajar yang positif sehingga bisa meningkatkan antusiasme anak untuk mencintai sekolah. Misalnya, sekolah memungkinkan orangtua bahkan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah baik di kelas maupun kegiatan ekstrakurikuler. Dalam hal kemitraan dengan masyarakat, Goss & Andren (2014) berpendapat bahwa masalah putus sekolah bukanlah tanggung jawab sekolah saja, namun merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat. Kemitraan masyarakat dan komunitas dapat memberikan layanan seperti mengawal, memperhatikan dan membantu keluarga dan siswa yang berpotensi putus sekolah.

Dengan menelusuri penyebab dan dampak putus sekolah, kita bisa menggaungkan keterlibatan orangtua sebagai solusi. Namun demikian, partisipasi aktif guru, praktisi, dan masyarakat sangat berkaitan erat terhadap penyelesaian masalah ini. Dukungan dari pemangku kepentingan terutama pemerintah daerah dan nasional juga sangat penting. Selama orangtua ingin melihat kemajuan anak mereka, apapun faktor dan tantangan yang ada, semua masalah yang berhubungan dengan keluarga dan putus sekolah dapat diatasi.


Daftar Pustaka

Bridgeland, J. M. (2010). The new dropout challenge: Bridging gaps among students, parents, and teachers. New Directions for Youth Development, (127), 101-110. Retrieved August 24, 2015 from http://search.proquest.com/docview/815957720?accountid=12528
Chirtes, G. (2010). A case study into the causes of school dropout. Acta Didactica Napocensia, 3(4), 25-34. Retrieved August 24, 2015 from http://search.proquest.com/docview/1697498745?accountid=12528
Chung, C., & Mason, M. (2012). Why do primary school students drop out in poor, rural China? A portrait sketched in a remote mountain village. International Journal of Educational Development, 32(4), 537-545.
Goss, C.Lee & Andren, Kristina J. (2014). Dropout prevention. New York: The Guilford Press.
Jeynes, William H. (2011). Parental involvement and academic success. New York: Routledge.
Martinez-Gonzalez, R., Symeou, L., Alvarez-Blanco, L., Roussounidou, E., Iglesias-Muniz, J., & Cao-Fernandez, M. (2008). Family involvement in the education of potential drop-out children: A comparative study between spain and cyprus. Educational Psychology, 28(5), 505-520.  Retrieved August 23, 2015 from http://search.proquest.com/docview/61993740?accountid=12528
McNeal Jr, R. B. (2014). Parent involvement, academic achievement and the role of student attitudes and behaviors as mediators. Universal Journal of Educational Research, 2(8), 564-576. Doi: 10.13189/ujer.2014.020805
Srie. (2013). Inilah, peringkat 5 besar provinsi berdasarkan angka putus sekolah. Retrieved August 22, 2015 from http://www.srie.org/2013/02/inilah-peringkat-5-besar-provinsi.html
UNICEF Indonesia. (2012). Ringkasan Kajian: Pendidikan & Perkembangan Anak Usia Dini. Retrieved October 15, 2015 from http://www.UNICEF.org/indonesia/id/A3 B_Ringkasan_Kajian_Pendidikan.pdf



*Tulisan ini diikutkan pada lomba Penulisan Artikel Ilmiah Sekolah Dasar Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Bercita-citalah!

Katanya, orang-orang yang terlahir dengan penderitaan akan lebih "tough" menjalani kehidupan. Kita harus terbiasa dengan segala keterbatasan, agar tidak mudah mengeluh ketika menghadapi tantangan. Kita harus terbiasa dengan kekurangan agar memahami betapa berharganya rasa cukup dan betapa luar biasanya rasa lebih. 
 
Kita harus terbiasa dengan lelahnya belajar, lelahnya berusaha, pedihnya berjuang dan pahitnya kegagalan. Agar kita bisa bangkit dengan usaha yang dua kali lebih baik, dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh. Kegagalan hidup akan menantang kita untuk mencari cara dan strategi yang lebih efektif untuk tidak gagal kedua kalinya. Itulah mengapa hidup ini harus punya cita-cita, harus memegang ambisi, karena secara alamiah itulah yang membuat fisik kita bergerak, otak kita bekerja, dan hati kita berdoa untuk mencapainya.

Orang yang tak punya tujuan, tak punya ambisi akan berjalan di tempat bahkan mungkin berjalan mundur. Hingga ia menyadari teman-temannya yang dulu, meski hanya bercita-cita sederhana telah melangkah lebih jauh, meninggalkannya, lebih sukses menata masa depannya. Bercita-cita besar tidak merugikan hidup bukan?

Seperti sebuah kendaraan yang butuh rem, mengejar cita-cita hidup juga butuh rem. Rem akan menyadarkan kita bahwa di depan bisa jadi ada bahaya. Rem bisa jadi menyelamatkan kita agar tak jatuh dalam kerugian yang lebih parah. Rem ini adalah pengendalian diri yang baik. Kita mesti sadar bahwa hidup tak selamanya ditinggali. Kita mesti melihat jauh ke depan bahwa akan ada masa ketika segala pencapaian umat manusia hanya akan menjadi kenangan. Tak berarti dibawa mati. Maka pastikan apa yang kita lakukan, menjadi buah bibir kebaikan dan sejarah yang menginspirasi orang lain untuk hidup lebih baik.

Dengan pemahaman diri yang baik, kita akan berani memandang jauh ke depan bahwa ambisi terbesar umat manusia semestinya menjadi penghuni surga. Akan datang masa dimana segalanya tak lagi punya nilai selain amal ibadah yang telah ditanam. Sudahkah kita bercita-cita untuk dunia dan akhirat?

Jika Hati Tak Selalu Seputih Salju

Tidak ada yang tahu apa makna di balik peristiwa yang Allah jadikan dalam hidup kita. Sebagai seorang hamba yang beriman, tidak semestinya kita berputus asa terhadap rahmat Allah. Karena bisa jadi di setiap ketidaknyamanan, di setiap kenyataan yang tak sesuai harapan, di setiap peristiwa yang mematahkan semangat justru ada kebaikan yang tersembunyi di situ. Bukankah Allah lebih tahu apa yang terbaik buat hambaNya.

Perasaan ikhlas, ridho, dan tawakkal akan setiap takdir Allah adalah sebaik-baiknya kekuatan untuk menyembuhkan perasaan kecewa yang mungkin muncul akan takdir yang berjalan tak sesuai keinginan. Melihat orang yang jauh lebih tidak beruntung dari kita adalah senikmat-nikmatnya bersyukur. Bukan berarti kita ingin orang lain lebih menderita dari kita. Tapi, kita selalu punya alasan untuk bersyukur dan qonaah terhadap pemberian Allah dalam hidup kita.


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Mengandalkan Tuhan

Saat kita sedang belajar bahwa keimanan adalah sumber kekuatan. Mengandalkan Allah adalah kekayaan dalam hidup. Ada banyak peristiwa dan ujian dalam hidup yang mungkin mematahkan semangat kita untuk maju. Seperti keterbatasan finansial atau tidak adanya dukungan.

Mungkin ada di antara kita yang tidak mendapat dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar dalam meraih cita-cita. Begitu banyak kemustahilan yang orang lain sandingkan dengan keadaan kita. Kita mungkin dianggap tidak mampu, bodoh, tidak punya peluang dalam mewujudkan cita-cita. Tapi, niat dan usaha kita akan menarik dukungan semesta. 

 
Kalau kita punya Allah, percaya pada segala pengaturan-Nya, maka tak ada alasan untuk tidak mengandalkan-Nya. Setinggi-tingginya angan kita, waktu dan balasan terbaik telah dihadiahkan-Nya. Jangan berhenti mencoba. Jangan berhenti berdoa. Jangan berhenti berharap. Cinta dan pengaturan Allah jauh lebih indah.

Melbourne, 5 Ramadan 1438 H

Usia Perasaan

Mereka yang mencintai dengan fisik akan mudah pergi. Mereka yang mencintai dengan hati memiliki cara untuk selalu bisa tinggal. Mereka yang telah yakin, pasti akan kembali kepadamu. Meski dalam perjalanan itu mereka dihadapkan begitu banyak ujian. Termasuk ujian perasaan.

Begitulah usia perasaan. Seperti musim yang bisa berganti selama empat kali. Tetapi, kamu tidak perlu khawatir karena cinta yang baik akan datang dengan mata hati dan jiwa. Akan sebuah kesadaran bahwa untuk membangun rumah tangga, tidak dibutuhkan segudang prestasi, setinggi-tingginya gelar, sebanyak-banyaknya harta, tetapi kemampuan untuk bertanggung jawab. 

 
Usia perasaan itu akan pudar sewaktu-waktu tanpa komitmen. Maka jika ingin mengekalkan perasaan, mulailah dengan komitmen. Komitmen yang baik selalu dimulai dengan janji suci. Tetapi, lelaki tidak akan mudah memberikan komitmen tanpa keyakinan. Keyakinan inilah yang menjadi rahasia besar kenapa ia jatuh memilih seorang perempuan.

Jika ada lelaki yang tidak memilihmu, bukan berarti kamu tidak baik. Ketahuilah akan ada lelaki yang tepat memilihmu dengan dorongan keimanan. Yang datang tanpa keraguan. Allahlah yang menyampaikan ia padamu dengan cara-Nya. Bukankah pilihan Allah selalu baik?

Melbourne, 1 Juni 2017

Lensa Berpikir


Kita boleh berpikir kritis, tetapi jangan sampai kita menodai agama.

Selama kuliah di sini, saya cukup mendapat pengetahuan tentang bagaimana berpikir kritis. Membangun argumen dan menganalisis argumen adalah apa yang diharapkan dalam setiap pembelajaran. Saya ingat betul ketika saya masih duduk di semester 1, materi tentang critical thinking, critical reading, dan critical writing adalah pondasi untuk sukses di perkuliahan.


Dalam social sciences, kemampuan ini sangat penting agar "voice" kita kuat. Tidak sekadar mendukung argumen. Kita diajarkan untuk selalu "skeptic" jangan mudah menelan apa yang para ahli telah teorikan. Milikilah sikap ragu, sebagai cikal bakal kemampuan berpikir kritis itu. Kita harus bisa menantang setiap ide dan pemikiran yang ada.

Sayangnya, dalam literatur barat, pemisahan agama dan ilmu-ilmu telah menjadi asas sehingga memakai lensa agama hanya akan dikatakan cacat berpikir. Campur tangan agama dalam aktivitas berpikir hanya akan menghambat kelogisan berpikir. Agama tidak akan membuat kita bebas berpikir. Kesimpulannya, kesampingkan agama jika kamu ingin berpikir maju.


Tapi tidak seperti itu dalam islam. Islam sangat mengagungkan orang-orang yang berpikir. Islam tidak menganjurkan kita untuk menjadi jumud. Pemikir dalam islam adalah mereka yang membaca, mentadabburi, memahami bahkan mengamalkan dengan baik isi kitab suci sebelum membaca buku-buku karangan manusia. Apalagi karangan dari nabi-nabi kiri. Pemikir dalam islam memakai lensa akidah ketika membaca atau mempelajari literatur-literatur umum. Sehingga mereka punya pisau analisis yang tajam ketika menghadapi segala jenis pemikiran.


Kesimpulan saya, kepada para pelajar dan pembelajar, kembalilah dulu. Baca dan pelajari Al Qur'an sebelum belajar tentang berpikir kritis. Rumi pernah berkata "Kau akan belajar dengan membaca, tetapi kau akan paham bersama cinta." Jika kita tidak mencintai Al Qur'an, akan sulit bagi kita untuk memahami kandungannya. Jika kita tidak mencintai islam, maka akan sulit bagi kita untuk menjadi pembelanya.

Melbourne, 6 Ramadan 1438 H

Sebaik-Baik Teman Perjalanan

Kalau ada rasa sakit yang datang tiba-tiba, mungkin itu adalah dosamu yang dibalas dengan cinta. Karena setiap dosa bisa jadi diampuni dengan dihadirkannya rasa tidak nyaman dalam keseharianmu. Entah gangguan fisik atau batin.

Kemana kau harus mencari penawar luka. Apatah lagi penawar rasa sakit yang muncul dari dadamu. Kemana kau harus mencari ketenangan? Ketika terlalu banyak kekeruhan mengoyak batinmu yang tak kau tau darimana datangnya.

Seringkali hidup kita dipenuhi kegundahan. Kegamangan. Bisa jadi penyebabnya ruang jiwamu hanya berisi angan-angan duniawi. Berhentilah sejenak. Ambillah air wudhu dan sholatlah.

Lalu kapanpun kau mau. Kau bisa menyembuhkan keletihan jiwamu, mengobati kesedihanmu bahkan penyakit fisikmu dengan membaca dan mentadabburi kitab Allah. Sesungguhnya, sebaik-baik teman perjalanan adalah Al Qur'an. Tingkatkanlah kedekatanmu dengannya di bulan ini. .
.
#selfreminder

Melbourne, 4 Ramadhan 1438 H

Peluang Menjadi Baik




Katanya, setiap perempuan itu berpeluang menjadi lebih baik, jika ia tepat memilih pasangan hidup. Ia berpeluang menjadi lebih hebat dengan mimpi-mimpinya yang terwujud. Pasangan yang baik akan menemukan cara untuk mendekatkan mimpinya pada kenyataan. 

Pun sebaliknya, laki-laki akan berpeluang menjadi lebih baik jika didampingi perempuan yang membenarkan mimpi-mimpinya, mengembangkan jiwanya dan memperhalus budinya. Tapi, tidak semua perjumpaan perempuan dan lelaki yang baik akan berujung pada kata sepakat. Tidak melulu kebaikan-kebaikan yang ada pada mereka akan cocok. 

Cinta tahu kemana ia berpulang. Jodoh tahu kemana akan saling memupuk keshalihan. Menjadi baik adalah tugas kita. Menemukan jodoh yang baik adalah usaha kita. Tapi, jodoh tetaplah misteri. Kadang yang kita sangka sudah dekat, malah semakin menjauh. Yang jauh dan tak pernah tersentuh, malah mungkin semakin dekat. 

Suatu hari nanti seseorang akan datang ke dalam hidup kita dan membuat kita sadar mengapa perkenalan-perkenalan sebelumnya tidak pernah berjalan baik.

Melbourne, 4 Mei 2017

Photo Credit: Miftahul Hidayah

Lelaki Langka



Hasil gambar untuk siluet lelaki

Di dunia ini, saya percaya masih ada lelaki langka. Lelaki yang tidak kebanyakan. Di saat banyak lelaki meluaskan pergaulannya dengan kesenangan yang tak bermanfaat. Mereka memilih untuk membatasi lingkungan mereka kepada hal yang positif saja. Mereka tidak eksklusif. Mereka tetap bergaul dengan semua orang, dari latar belakang yang berbeda. Hanya saja mereka memiliki prinsip yang membuat mereka menjadi sosok yang terhormat. Sosok yang disegani dan memiliki wibawa.

Mereka adalah orang yang masih teguh menundukkan pandangannya di saat banyak lelaki yang meliarkan pandangan matanya. Mereka yang mungkin masih konsisten tidak menyentuh lawan jenisnya karena sadar bahwa perempuan itu layak diperlakukan dengan baik, dihormati, dan dijaga. Mereka tidak ingin mengikat hati perempuan dengan ikatan yang rapuh. 

Mereka yang mendahulukan perempuan dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Mereka tidak tega melihat para perempuan harus bekerja keras. Mereka mencegah para perempuan agar tidak dihinakan. Mereka membuat perempuan layak dihormati.

Sebagai anak, mereka yang sangat sayang dan patuh kepada ibunya, pun kepada ayahnya. Sebagai suami, mereka yang meluangkan waktu untuk membantu istrinya dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, di tengah kesibukannya mencari nafkah. Sebagai ayah, mereka sangat penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Sebagai bagian dari masyarakat, mereka sangat baik kepada tetangganya. Lelaki seperti ini ada. Tentu masih ada. Semoga kamu segera bertemu dengannya.

Image from https://queenbee2108.wordpress.com
Diberdayakan oleh Blogger.