Home is not where you come from, but how you make it (Tiger Lily_Pan, 2015)
Perjalanan kami di Vienna dimulai setelah sholat subuh. Vienna Islamic Center adalah satu-satunya masjid yang sempat kami kunjungi di Eropa. Dimana pun itu, dalam pengembaraan apapun, rumah Allah adalah tempat kita merasa bahwa hati itu akan selalu terkoneksi dengan Rabb. Rumah yang akan tetap kita cari di belahan bumi manapun kita injak. Rumah ini telah menghubungkan hati seluruh muslim di seluruh dunia.
Ada perasaan senang ketika berhasil mengunjungi masjid yang cukup besar di Vienna ini. Meski masjidnya tidak buka setiap saat, tetapi setidaknya kami berhasil menginjakkan kaki di sini. Seperti kebanyakan masjid yang diramaikan oleh jamaah laki-laki, hanya kami berdua yang menjadi pengunjung perempuan. Itu pun ketika beberapa jamaah telah bubar.
Seorang remaja alhamdulillah menolong mengantarkan dimana ruang jamaah perempuan. Dengan bahasa Inggrisnya yang hanya sepatah dua kata. Dia dengan sabarnya mengantarkan kami hingga masuk ke masjid. Awalnya, pintu khusus wanita tertutup. Maka kami melewat pintu utama. Masjid ini lumayan besar. Saya pikir penerimaan islam di Vienna cukup baik. Hanya saja, masjidnya tidak buka setiap saat seperti di Indonesia. Hanya ketika waktu shalat saja dan acara-acara penting lainnya. Halamannya pun sangat luas. Ada tenda dan kursi-kursi yang terletak di depan masjid.
Negara ini telah memberikan keleluasaan kepada minoritas. Dan tentu muslim patut bersyukur dengan izin tersebut. Mungkin kaum muslim di Vienna memahami sebagai penduduk minoritas mereka tetap menjaga adab. Mereka mungkin menyadari bahwa aktivitas keagamaan perlu disituasikan. Tanpa menganggu aktivitas penduduk setempat. Sama seperti halnya di Melbourne.
Sebenarnya kami ingin sedikit berlama-lama di masjid ini. Namun, masjid ini terkunci di waktu-waktu tertentu. Mungkin sang marbot heran kenapa ada dua orang muslimah yang terdampar subuh-subuh hehe. Ya, kami menyadari saat sang marbot mengingatkan kalau masjid akan tutup, maka usai sholat kami terpaksa keluar meskipun ingin lebih lama berisitirahat. Kalau saja ada kesempatan lebih lama, ingin sekali rasanya mengeksplor sejarah masjid ini dan jejak islam di Vienna. Tapi tulisan di masjidnya bahasa Jerman dan tak ada yang bisa diajak berdiskusi. Walhasil, tidak ada informasi yang bisa kami rangkum. Mungkin akan tetap menggunakan bantuan Om Google. Alhamdulillah, akhirnya menemukan masjid ini, saya bisa sholat sebagaimana mestinya. Sisanya saja kadang jamak qashar di train atau bus. Thank a lot to my travel buddy Rina Febrina Sari.
Melbourne, 23 November 2016
0 komentar:
Posting Komentar