Akhirnya saya memasuki kitab
ketiga dalam pengajian saya. Di awal pembahasannya telah dibahas urgensi
bahasa. Bahasa sangat erat kaitannya dengan kemajuan atau kemunduran sebuah
peradaban. Jadi, sedikit berbangga saya pernah mempelajari teori bahasa
meskipun konsentrasi saya tidak ke situ. Dalam buku itu, kami menyebutnya kitab
mafahim, dijelaskan salah satu sebab kemunduran dunia islam adalah lemahnya
pemahaman umat islam terhadap islam itu sendiri. Semua berawal karena bahasa
Arab mulai diremehkan dan ditinggalkan untuk memahami islam.
Untuk memahami islam secara utuh,
tidak bisa dinafikan bahwa bahasa pengantarnya adalah bahasa Arab. Kharisma
islam dan kekuatan bahasa Arab adalah satu paket yang membawa kemajuan umat
islam. Bahasa Arab adalah bahasa islam. Petunjuk selamat dunia akhirat umat
islam, Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Ketika keduanya dipisahkan maka
kemunduran akan tetap terjadi. Islam tidak bisa dilaksanakan secara sempurna
tanpa bahasa Arab. Umat islam mengenal ijtihad. Salah satu tanda kemajuan umat
islam ketika ijtihad tumbuh. Dan ijtihad tidak akan bisa dilakukan tanpa
memahami bahasa Arab. Intinya bahasa Arab memiliki kekuatan besar dalam
mengembangkan kharisma islam.
Saya sebagai orang yang
mempelajari bahasa sebenarnya sedikit malu. Kenapa saya lebih tertarik mempelajari
bahasa peradaban dunia hari ini ketimbang bahasa agama saya. Tapi saya tidak
menyesal karena mempelajari bahasa adalah mubah. Apalagi bahasa milik peradaban
yang sebenarnya ingin kita runtuhkan. Memahami bahasa peradaban dunia hari ini justru
sangat penting. Ukurannya sama ketika kita ingin memahami islam dengan bahasa
arab. Kita ingin mengenali peradaban hari ini ya kita harus mempelajari
bahasanya. Ada banyak literatur dunia yang bisa menjadi modal pengetahuan untuk
membongkar kelemahan peradaban yang dibangun setelah peradaban islam runtuh. Tapi,
jangan salahkan bahasanya. Sekali lagi mempelajari bahasa itu mubah. Entah itu bahasa
darimana.
Hari ini umat islam sendiri lebih
tertarik mempelajari bahasa internasional hari ini ketimbang bahasa Arab. Tentu
saja, karena hegemoni global menggunakan bahasa ini. Doktrinnya, ketika ingin
sukses di dunia, minimal Anda memahami bahasa ini. Saya termasuk salah satunya.
Dulu, tidak pernah terbersit sekalipun saya ingin mempelajari bahasa Arab. Ini masalah
kesadaran. Kesadaran itu baru saya dapatkan belakangan ini. Dan lagi-lagi tidak
bisa dinafikan kalau settingan peradaban
hari ini mengarahkan kita untuk mencintai bahasanya ketimbang bahasa agama
kita. Film, musik, dan hiburan-hiburan di sekitar kita mungkin juga menjadi
penyebab kuat mengapa orang-orang cenderung kepada bahasa dunia hari ini. Sehingga
bahasa islam dan islam itu sendiri semakin jauh dari pemeluknya.
Saya kadang iri terhadap anak
pesantren yang mempelajari bahasa Arab. Mereka sejak dini dididik untuk
mempelajari bahasa Arab. Di waktu yang sama mereka juga mempelajari bahasa
Inggris. Sampai sekarang saya belum benar-benar serius mempelajari bahasa Arab.
Ungkapan-ungkapan itu cuma singgah di bibir manis saya. Padahal pelaksanaan
tindakan adalah bukti keseriusan. Dalam buku Hakikat Berpikir karangan Taqiyuddin An-Nabhani dikatakan, berpikir
serius ditandai dengan aksi nyata. Ingin belajar ya beli bukunya atau ikut
kursusnya. Lalu seriuslah belajar. Tapi dengan berbagai alasan yang mungkin
tidak logis sebenarnya yang menghambat saya untuk serius belajar bahasa Arab. Sebagai
kesimpulan, saya menyesal kenapa tidak dari dulu saya belajar bahasa Arab.
Saya teringat dengan perbincangan
dengan teman saya, dia mengatakan bahwa dia memiliki teman non muslim yang
tertarik mempelajari bahasa Arab. Temannya itu mengungkapkan bahwa banyak
penelitian yang mengatakan bahwa bahasa Arab akan menjadi bahasa dunia, bahasa
internasional. Tanpa disadari sebenarnya itu bukti kecil bahwa islam akan
segera jaya kembali. Dan kita telah lama merindukan itu bukan?
0 komentar:
Posting Komentar