Didiklah anakmu
25 tahun sebelum ia lahir
(Imam
Al Ghazali)
Anak
adalah titipan Allah swt. Seseorang bisa mendapatkan kemuliaan surga berkat doa
anaknya. Mereka pun bisa dihadiahi mahkota di surga berkat hafalan al Qur’an anaknya.
Masalah mendidik anak tidak boleh diabaikan. Bahkan kata Imam Al Ghazali, kita
sebaikanya mendidik anak 25 tahun sebelum ia lahir. Maksud perkataan tersebut adalah
yang pertama kali harus dididik adalah siapa yang kelak menjadi orang tua. Calon
orang tualah yang semestinya mempersiapkan diri untuk melahirkan anak-anak yang
cerdas dan bertakwa.
Institusi
pendidikan pertama yang dimasuki oleh anak adalah keluarga. Oleh karena itu orang
tua harus mengetahui pola pendidikan yang baik untuk anaknya. Islam telah
memiliki solusi untuk mendidik anak. Semasa dikandung, orang tua terutama
ibu diperintahkan banyak berdoa untuk keselamatan anaknya. Pasca lahir, anak dibacakan
azan dan iqamat, ditahnik, diberikan ASI dan sebagainya. Banyak penelitian yang
membuktikan bahwa menerapkan cara islami tersebut berpengaruh terhadap
kecerdasan dan kepribadiannya. Belum lama ini tim peneliti dari Universitas
Auckland menemukan bahwa anak prematur jika disisipkan sesuatu yang manis di
dalam mulutnya (langit-langit atau pipi) saat lahir akan mencegah kerusakan otaknya
(http://www.bbc.co.uk/news/ health-24224206).
Apatah lagi jika diberikan kepada anak yang normal. Ini adalah bukti ilmiah
tentang hikmah men-tahnik bayi pasca
lahir.
Saat
mereka lahir ke dunia maka yang pertama kali mereka kenali adalah ayah dan
ibunya. Orang tualah yang berperan sebagai guru. Ibu mendapat peran yang lebih
utama. Ibarat perusahaan, ibulah yang menjadi manajernya. Anak akan mencermati
tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya. Mereka akan memperoleh banyak contoh
dari ayah dan ibunya. Jika institusi keluarga rapuh, keluarga kurang bisa
memberikan pendidikan yang baik, maka jangan salahkan jika anaknya terjerumus
ke hal-hal yang tidak diinginkan. Sekarang sangat banyak tontonan bahkan
aksi-aksi yang membuat anak-anak kita dewasa sebelum waktunya. Kebanyakan tidak
mendidik, seperti acara goyang “Cesar” yang bahkan menyuruh anak-anak kecil
tampil berjoget ria. Kita tidak bisa menghentikan tayangan-tayangan tidak
mendidik tanpa bantuan pemerintah. Kita juga tidak bisa menutup diri dari
lingkungan sekitar yang variatif. Maka peran orang tua di sini sangat penting.
Bagaimana mereka menerapkan pola yang baik dalam mendidik anak-anak mereka
untuk menghadapi lingkungan yang sangat dinamis.
Para
orang tua semestinya bekerja sama untuk menciptakan institusi keluarga yang
kondusif. Oleh karena itu, mereka terlebih dahulu harus berilmu. Yang pertama
dan utama adalah mereka harus memiliki pemahaman agama yang baik. Sekolah tidak
akan bisa menggantikan pola pendidikan yang diterapkan keluarga. Karakter dan
kepribadian seorang anak lebih banyak dipengaruhi oleh didikan orang tuanya. Para
orang tua harus bekerja sama bagaimana melindungi anak-anak mereka dari
serangan liberalisme barat. Apalagi kehidupan sekarang, dimana dominasi barat
sangat besar, membuat sistem sosial kemasyarakatan amburadul. Sebagian besar
lingkungan luar rumah kita dilingkupi oleh budaya hedonistik. Nilai-nilai islam
dikikis hingga pada struktur terkecil masyarakat, yaitu rumah tangga. Jika di
rumah lingkungan sudah buruk, apalagi ditambah dengan lingkungan kita yang
sekuler sangat berpotensi untuk menjadikan anak-anak jauh dari nilai-nilai
islam.
Ada
baiknya orang tua mengambil pelajaran dari Ali bin Abi Thalib dalam mendidik
anak mereka. Menurut Ali bin Abi Thalib ra, ada 3 fase dalam mendidik anak.
Pada usia 0-7 tahun, usia 7-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas.
Pada
7 tahun pertama, yakni usia 0-7 tahun, posisikan anak sebagai raja. Curahkan
sebanyak mungkin kasih sayang. Ajak bermain sesering mungkin. Berikan banyak
perhatian. Pada fase ini, otak mereka mengalami perkembangan yang signifikan.
Mereka banyak menyerap informasi. Mereka harus lebih banyak bersama ayah dan
ibunya, terutama ibu. Usahakan pengasuhannya jangan diserahkan kepada baby sitter, tempat penitipan anak atau
nenek. Tetapi bukan berarti juga kita menutup dirinya dari lingkungan luar.
Intinya, mereka tidak lepas dari perhatian ekstra dari kedua orang tuanya.
Pada
7 tahun kedua, yakni usia 7-14 tahun, posisikan anak seperti tawanan perang.
Maksudnya adalah ajari mereka untuk
disiplin. Tahap ini adalah masa penanaman sikap. Mereka akan memasuki usia
baligh. Mereka sudah harus mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Mana
yang diperintahkan agama, mana yang dilarang agama. Orang tua sebaiknya
memberikan pemahaman bahwa setiap pilihan ada konsekuensinya. Berikan sanksi
ketika melanggar, dan berikan reward
ketika berhasil melakukan sesuatu yang baik. Rasulullah berpesan agar kita
menyuruh anak shalat pada usia 7 tahun dan boleh memukul anak dengan cara-cara
tertentu jika pada usia 10 tahun, mereka tidak mau sholat.
Pada
7 tahun ketiga, yakni di atas usia 14 tahun ke atas, posisikan anak sebagai
sahabat. Fase ini anak mulai memasuki usia baligh. Telah terjadi perubahan
fisik dan emosional pada anak. Mereka hendaknya diperlakukan sebagai orang
dewasa. Orang tua memposisikan diri sebagai teman yang bisa diajak curhat.
Dengarkan segala curhatan mereka, baik itu masalah sekolah, masalah teman dan
lawan jenis, pilihan pendidikan yang akan ditempuh dll. Pada fase ini orang tua
hendaknya memberikan pemahaman akan pentingnya terikat dengan hukum syara’. Sehingga
setiap tindakan yang diambil dalam mengelola masalah kehidupannya berdasarkan
pertimbangan hukum syara’. Orang tua memberikan pemahaman bahwa setiap
perbuatan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Oleh
karena itu, mereka dituntut untuk mengelola kehidupannya sesuai aturan agama.
Pendidikan
keluarga adalah pendidikan sepanjang hayat. Pengalaman kehidupan sehari-harinya
diperoleh dari ajaran dan contoh dari orang tuanya. Keluarga menjadi benteng
yang dapat melindungi anak-anak dari serangan negatif yang berasal dari luar.
Keluarga pula yang berperan besar menanamkan nilai-nilai islam dalam
keluarganya. Sebagaimana rasulullah yang memerintahkan kita agar kita berdakwah
dulu di kalangan keluarga sebelum keluar. Tetapi pendidikan anak tidak akan
sempurna dalam asuhan keluarga saja. Pada akhirnya mereka akan bersekolah di
sekolah umum, universitas dll. Mereka akan bergaul dengan masyarakat luas. Anak
akan menjadi generasi selanjutnya dan berperan dalam proses mengelola kehidupan.
Oleh karena itu sangat dibutuhkan anak-anak yang cerdas, bertakwa dan memiliki
skill dalam mengatur tatanan kehidupan ini agar sesuai aturan Allah. Institusi
keluarga tidak akan sanggup untuk melahirkan generasi yang berakhlak mulia tanpa
diimbangi oleh institusi negara. Negara wajib menerapkan sistem sosial
kemasyarakatan yang terlindungi dari nilai-nilai sekularisme dan liberalisme
atau serangan-serangan negatif lainnya. Negara wajib memberikan pendidikan yang
berkualitas yang berdasarkan aturan Sang Pencipta. Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar