Pernah
dengar istilah jarum hipodermik? Dalam dunia medis dikenal sebagai jarum yang
digunakan dengan alat suntik untuk menyuntikkan zat ke dalam tubuh manusia. Tapi
saya tidak akan bicara tentang jarum hipodermik dalam istilah medis, melainkan
komunikasi. Jarum hipodermik dipakai dalam istilah komunikasi merupakan sebuah
teori (Hypodermic Needle Theory) atau dikenal juga dengan teori peluru
menggambarkan keadaan dimana informasi bisa memutarbalikkan dan menguasai
keadaan. Hitler pernah berkata kesalahan yang berulang-ulang bisa menjadi
sebuah kebenaran. Ungkapan ini sejalan dengan teori jarum hipodermik. Sebuah informasi
yang berulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran yang tidak bisa ditolak oleh
masyarakat. Informasi dalam media khususnya televisi ibarat jarum yang dilemparkan
berulang-ulang kepada manusia sehingga manusia menjadi tidak berdaya dan akhirnya
pasrah.
Dalam
beberapa kasus media yang dikontrol oleh invisible
hands seringkali menggunakan teknik jarum hipodermik untuk mengendalikan
masyarakat. Salah satu yang paling berpengaruh adalah kasus terorisme. Sebelum
peristiwa 9/11 di Amerika terjadi, istilah terorisme tidak begitu familiar. Masyarakat
dunia pun mengenalnya hanya sebatas tindakan meneror, mengancam, dan
menakut-nakuti seseorang. Tapi setelah gedung WTC diledakkan, stereotype masyarakat
dunia berubah dan mengaitkannya kepada satu ideologi: Islam. Terorisme dan
islam seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keadaan ini
membuktikan kebenaran teori jarum hipodermik. Terlalu seringnya media barat khususnya
Amerika mengekspos kasus terorisme dan mengaitkannya dengan islam menciptakan keadaan
dimana masyarakat meyakini 75% kasus terorisme diinisiasi oleh kelompok islam. Lihat
bagaimana istilah terorisme seketika bergeser. Jika orang atau sekelompok orang
yang juga melakukan tindakan teror tetapi mereka bukan muslim, maka istilah
terorisme mungkin tidak berlaku dalam kasus ini. Bisa jadi dikenai tindakan kriminal
biasa. Media pun tidak terlalu mem-blow-up
berita ini.
Lebih
spesifik lagi mereka memberikan standar bahwa mereka yang tergolong dalam
kelompok ini berasal dari pesantren, berjilbab besar, berjanggut dan sejumlah ciri-ciri
lainnya. Padahal sampai sekarang keadaan tersebut tidak benar-benar terbukti. Densus
88 telah melakukan tindakan kriminal karena melakukan pembunuhan kepada
orang-orang yang sama sekali tidak memiliki bukti terlibat dalam tindakan terorisme.
Informasi
dengan teknik jarum hipodermik benar menciptakan keadaan masyarakat sesuai
dengan keinginan media atau pihak yang ada di baliknya. Masyarakat bahkan kaum
muslimin sendiri mencurigai saudara dan saudarinya sendiri. Mereka bahkan
mempercayai bahwa teroris itu kebanyakan berasal dari pesantren, ikut
pengajian, berjilbab besar, berjanggut dll. Hal ini mengakibatkan banyak orang
tua yang enggan memasukkan anaknya ke pesantren. Betapa hebatnya media sehingga
mampu mengontrol masyarakat. Informasi yang
terus-menerus ditembakkan ke masyarakat seperti peluru yang siap menembus
kepala sehingga masyarakat menjadi tak berdaya.
Contoh
lain, kita mungkin melihat Amerika adalah negara yang paling sejahtera,
penduduknya kaya raya, negara yang paling banyak menyumbang daftar orang kaya
dunia. Industri filmnya menjadi kiblat perfileman dunia. Universitas-universitasnya
menjadi universitas terbaik dunia dan dicita-citakan oleh banyak pelajar di
dunia. Negara dengan teknologi canggih, memiliki kota-kota besar yang terkenal
di seluruh dunia, membuat Amerika menjadi negara yang paling ingin dikunjungi. Tahukah
kalau Amerika sebenarnya rapuh. Ekonominya semakin ambruk, hutangnya terus
bertambah. Tetapi tetap saja itu tidak mengubah citra Amerika sebagai negara
impian jutaan orang di dunia. Apa yang membuat orang-orang meyakini hal
tersebut? tidak lain karena Amerika telah berhasil membangun citra positif yang
terus mereka sebarkan melalui media. Mereka terus menyebarkan budaya dan
ideologi mereka melalui film, musik, fashion, fun dll. yang tentu saja melalui
media.
Informasi
yang disampaikan berulang-ulang membuat masyarakat menjadi biasa dengan hal
itu. Mereka telah menganggap itu menjadi lazim. Saat ini siaran televisi
menjadi salah satu faktor penghancur masyarakat khususnya generasi muda. Berapa
banyak tayangan sinetron, lagu-lagu tentang percintaan yang dikonsumsi oleh
anak-anak kita. Media televisi menjadi alat untuk melumpuhkan otak anak-anak
kita. Bahkan anak-anak sekolah dasar menganggap pacaran menjadi hal biasa. Para
orang tua juga menganggap hal itu bukanlah kesalahan. Apa yang setiap hari
ditawarkan televisi berhasil menggiring masyarakat dalam kehidupan yang semakin
tidak punya aturan. Bandingkan beberapa tahun silam dimana media belum seperti
sekarang ini. Jika kesalahan saja berhasil diubah menjadi kebenaran dengan
menggunakan teori jarum hipodermik, coba bayangkan jika kita menggunakan teori ini
untuk menyebarkan sebuah kebenaran mutlak, Al Qur’an dan As Sunnah yang berasal
dari Allah swt dan Rasul-Nya.
Kejahatan
yang terorganisir bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir
(Ali Bin Abi Thalib ra.)