Apa makna sebuah ketulusan? Apakah ketulusan itu selalu di ukur dari hati manusia ke manusia? Tulus karena manusia bukan tulus karena Allah. Mungkin setiap orang berbeda persepsi dalam memaknai sebuah ketulusan. Karena isi hati dan pikiran setiap manusia berbeda. Maka makna ketulusan yang ditangkap mungkin berbeda pula.
Seiring dengan berkembangnya zaman, makna ketulusan juga semakin kabur. Mungkin sekarang sebuah ketulusan dianggap lagi bukan ketulusan. Yang bukan ketulusan justru dianggap ketulusan. Ya, ketulusan seolah menjadi barang langka untuk didapatkan saat ini. Betapa sulitnya mendapatkan ketulusan. Karena setiap kita ingin tulus maka selalu dihantui oleh hal-hal negatif di belakangnya.
Ketulusan bukan berarti kita memberikan sesuatu kepada seseorang lalu kita berharap seseorang itu membalas dengan hal yang sama. Dengan sesuatu yang nampak oleh mata, dengan sesuatu yang lebih indah. Tidak seperti itu. Bukankah itu menjadi tidak tulus namanya. Karena menyandarkannya kepada manusia semata.
Ketulusan tak pernah terdefenisi. Ketulusan bukan barang yang harus diobral. Ketulusan bukan serangkaian perkataan yang harus diucapkan. Ketulusan itu tak bersuara. Membisu. Karena ia bekerja dalam ketenangan. Ketulusan itu seperti malam yang gelap tapi mendinginkan. Ketulusan itu seperti angin yang tak kasat mata tapi menyejukkan.
Ketulusan itu tak bisa didapatkan dengan memaksakannya. Ketulusan itu murni dari hati. Ketulusan itu mementingkan kebaikan yang tersembunyi meskipun keburukan yang nampak. Ketulusan itu tidak pernah peduli dengan penampakan secara lahiriah. Ia menjalani sebuah perjalanan sunyi yang tak pernah diam. Ketulusan itu melangkah, memberi dengan pelan dan ada do’a di dalamnya.
Ketulusan itu senantiasa meluruskan niat kita kepada Allah SWT. Ketulusan bukan sesuatu yang medekatkan kita ke gerbang neraka. Tulus adalah ketika memberi tanpa mengharap imbalan, dan ketika bekerja tak ingin dilihat.
Ketulusan itu senantiasa diiringi dengan mengharap ridho Allah SWT. Ketulusan tidak akan bekerja jika mendatangkan murka Allah. Jadi, yang namanya ketulusan ketika semuanya dijalankan dengan niat karena Allah, mengharap ridho Allah, dan menjauhi murka Allah.
Ketulusan memang sesuatu yang begitu halus. Tak pernah menampakkan dirinya di permukaan. Karena kalau tampak maka nilai ketulusan itu akan pudar. Ketulusan yang tak terdefenisi mungkin akan dianggap sebuah ketidaktulusan, ketidaksukaan, bahkan mungkin kebencian. Padahal ketulusan adalah sesuatu yang telah tertanam di lubuk hati yang menginginkan semuanya berjalan tanpa mengundang murka Allah. Apakah bukan tulus namanya jika kita cukup membuat seseorang terselamatkan dari bahaya. Ataukah jika sikap tulus kita tak mampu membuat orang terhindar dari bahaya, mungkin perlu usaha lain yang tepat hingga membuat saudara kita lebih aman. Yang jelas ketulusan itu hanya mengharap balasan dari Allah bukan dari manusia. Ia adalah ketulusan yang tidak terbaca yang bersandar kepada-Nya.
Semoga kita menjadi orang-orang yang tulus menyayangi saudara-saudara kita karena cinta kepada Allah. Barang siapa yang mencintai sahabat-sahabatnya, teman-temannya karena Allah semata berarti ia telah menemukan ketulusan dalam mencintai. Cukuplah orang dikatakan tulus ketika dia meluruskan niat karena menginginkan ridho Allah semata dan menyempurnakan ikhtiarnya sesuai dengan aturan Allah. Mari membuka pintu maaf dengan tulus dan meminta maaf dengan tulus. Karena satu-satunya obat yang paling ampuh mengobati sakit hati ialah memaafkan dengan tulus. Bukankah hidup ini indah jika semuanya dijalani tulus dan ikhlas karena Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Bulqia Mas’ud
0 komentar:
Posting Komentar