12 Days in Britania


12 hari di Britania. Eh jangan misunderstanding dulu. Ini bukan di Great Britain yang akrab di telinga kalian. Seperti England, Scotland, Ireland, dan Walesh. Tapi ini adalah supercamp English yang dilaksanakan tanggal 1-12 juli, terletak di BTP. Britania, school of English, tempatku menimba ilmu dan pengalaman baru. Meskipun udah kuliah tapi masih pantes juga sih gabung sama anak-anak elementary, junior, and senior high school.
Disebut Britania,ya gak jauh beda juga sih sama Britania raya karena di Britania BTP kita juga speaking English lho, meskipun sedikit mixing-mixing hehe…. Saya ikut camp itu dengan 2 orang teman saya. Kami sama-sama dari jurusan Sastra Inggris Unhas. Dan hanya 4 diantaranya yang berstatus mahasiswa. Yang satunya dari jurusan Peternakan.
Mendengar kata sastra Inggris, tidak sedikit dari mereka yang terhenyak, “Lho, mahasiswa sastra inggris kok mau ikut camp sama anak-anak under senior high school. Itu kan gak level…!” “Kenapa nggak ikut English meeting di kampus atau di tempat lain, kan menjamur tuh!” kata-kata seperti itu ditanyakan oleh adik-adik di Britania juga tentor-tentor. Sempat malu juga sih membongkar identitas kami yang notabene dari sastra inggris. Kan udah nggak level….!
Tapi itu bukanlah penghalang, karena saya tidak hanya dapat ilmu English-nya, tapi justru pengalaman bersama adik-adik yang membuatku mengenang masa SMA, SMP, bahkan SD. Ini ujian juga bagi saya. Di mana saya harus tetap memposisikan diri saya yang akademis tapi tetap sepadan dengan jiwa-jiwa muda mereka. Menantang kemampuan saya untuk memahami mereka, menggali karakter mereka, yang ternyata telat saya sadari bahwa ini adalah pengalaman pertama dihormati sebagai senior. Dipanggil kakak, senior, sister.
Ternyata susah juga menyesuaikan diri dengan karakter mereka yang cheerful, dan masih dihiasi dengan canda tawa khas anak remaja. Sementara saya sudah melewati masa-masa itu. Willy Nelly, saya harus sedikit mengubah karakter dan cemplung mengikuti gaya khas mereka yang masih tidak malu-malu untuk bersikap apa adanya dan gokil. Terpaksa gaya gokil yang agak maksa itu saya keluarkan. Terlebih ketika disuruh membuat yel-yel dengan gerakan-gerakan aneh ciptaan teenagers itu, belum lagi harus mengulangi slogan-slogan khusus di Britania yang hanya pantas diucapkan oleh anak SD, SMP, mungkin juga SMA. Contohnya, “I can speak English and you too.” Juga “I love you, I love you, I love you Britania, Mmmuachh…” kebayang gak kami disuruh ngikutin slogan itu. Slogan khas anak SD. Mahasiswa nggak zaman lagi. Ada lagi sesi games yang lucu, gokilz, and seru abizzz!!! Gak pantes juga dilakuin oleh mahasiswa. Ini salah satu picture-nya! Which am I?

Apa lagi ya? Kesan yang paling melekat ialah ternyata susah juga mengalahkan rasa percaya diri mereka. Saya agak drop melihat mereka yang overconfident. Kenapa tiba-tiba saya jadi minder, malas ngomong, padahal di kampus nggak jarang saya juga angkat bicara. Tapi di hadapan mereka kok agak minder gitu ya??? Gaya saya yang sudah bermetamorfosa jadi agent of change, social control, akademisi yang bawaannya pengen serius terus. Nggak bisa mengimbangi gaya belajar mereka yang masih suka bercanda. Tahu kan? Bagi teman-teman mahasiswa, terasa banget kan keseriusan pada saat lecturing. Belajar dengan candaan khas remaja itu udah nggak jaman. Itu menurut saya sih?
Nah, di hadapan adik-adik itu koq nyali saya ciut. Ini factor apa? Saya juga bingung. Ini mungkin datang dari diri saya. Akhirnya saya mulai belajar bagaimana supaya saya bisa menjadi diri saya tetapi nggak berlebihan di mata mereka. Itu pelajaran yang paling berharga yang saya dapatkan. Berbaur dan akrab dengan mereka sebagai seorang senior, kakak, teman sebaya yang membuat saya mendapat ilmu psikologis baru yang mesti diterapkan oleh orang-orang yang suatu saat mendapat kondisi seperti saya.
Britania mengajarkan brotherhood and sisterhood. 12 hari bersama adik-adik ternyata menyulam benang persaudaraan yang kuat. Telah terbentuk keluarga baru di Britania. 12 juli adalah momen banjir air mata di Britania. Ternyata kata perpisahan begitu menyakitkan. Britania berhasil merobohkan dinding individualis dalam setiap jiwa kami, dan adik-adik. Tak satupun yang tak meneteskan air mata. Britania telah berhasil mengeluarkan kecengengan laki-laki. Ternyata kata perpisahan akan persaudaraan mampu meruntuhkan kekuatan laki-laki. mereka juga ikut rapuh serapuh wanita.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.