Finally, I could be a meteor



Tanggal 21, juli 2009 saya mencatat sejarah. Sejarah diriku sendiri. Akan kuabadikan dalam sebuah tulisan. Tulisan tentang sebuah pencarian keberanian. Biasa. Tapi, bagiku luar biasa. Hal yang tak pernah kubayangkan ketika masih di SMA. Saya hanyalah seorang anak yang minderan. berjalan di kerumunan orang pun malunya minta ampun. Apalagi harus berbicara di depan umum. Juga masih ragu-ragu mengacungkan tangan ketika proses belajar mengajar di kelas. Sedikit demi sedikit. Satu pengalaman ditambah pengalaman yang lain jadilah pengalaman yang besar dan menjadi sejarah yang pantas dicatat dan diabadikan. Permulaan diriku menjadi meteor ketika bergelut dengan orang-orang yang produktif, bergelut dengan bacaan-bacaan inspiratif dan tentu saja karena semakin mengenal islam. Islamlah yang membuat diriku menjadi semakin percaya diri. bahwa aku bisa. Ya, itulah yang terjadi siang tadi. Aku akhirnya keluar dari lintasan dan menjadi meteor. Mengikuti meteor-meteor yang lain. Pengalaman pertama menjadi penanya di seminar terbesar yang saya ikuti. International conference Japan-Indonesia. Saya akhirnya maju melewati beberapa orang. Bukan hanya orang biasa. Kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan akademis, mahasiswa, dosen, wartawan, Dengan bangga dan sedikit tersipu malu melewati mereka, meskipun hanya seorang penanya. Tapi, tak ada yang berani melakukannya. Akhirnya aku bisa menjadi meteor! Keluar dari lintasan yang mengkunkungnya dalam keterbiasaan tanpa kemajuan. Keluar dari zona aman, jalur normal, dan menjadi berbeda dari kebanyakan orang, menjadi luar biasa hingga akhirnya meninggalkan jejak sejarah seperti meteor membuat kawah yang sangat besar saat menabrak bumi.

12 Days in Britania


12 hari di Britania. Eh jangan misunderstanding dulu. Ini bukan di Great Britain yang akrab di telinga kalian. Seperti England, Scotland, Ireland, dan Walesh. Tapi ini adalah supercamp English yang dilaksanakan tanggal 1-12 juli, terletak di BTP. Britania, school of English, tempatku menimba ilmu dan pengalaman baru. Meskipun udah kuliah tapi masih pantes juga sih gabung sama anak-anak elementary, junior, and senior high school.
Disebut Britania,ya gak jauh beda juga sih sama Britania raya karena di Britania BTP kita juga speaking English lho, meskipun sedikit mixing-mixing hehe…. Saya ikut camp itu dengan 2 orang teman saya. Kami sama-sama dari jurusan Sastra Inggris Unhas. Dan hanya 4 diantaranya yang berstatus mahasiswa. Yang satunya dari jurusan Peternakan.
Mendengar kata sastra Inggris, tidak sedikit dari mereka yang terhenyak, “Lho, mahasiswa sastra inggris kok mau ikut camp sama anak-anak under senior high school. Itu kan gak level…!” “Kenapa nggak ikut English meeting di kampus atau di tempat lain, kan menjamur tuh!” kata-kata seperti itu ditanyakan oleh adik-adik di Britania juga tentor-tentor. Sempat malu juga sih membongkar identitas kami yang notabene dari sastra inggris. Kan udah nggak level….!
Tapi itu bukanlah penghalang, karena saya tidak hanya dapat ilmu English-nya, tapi justru pengalaman bersama adik-adik yang membuatku mengenang masa SMA, SMP, bahkan SD. Ini ujian juga bagi saya. Di mana saya harus tetap memposisikan diri saya yang akademis tapi tetap sepadan dengan jiwa-jiwa muda mereka. Menantang kemampuan saya untuk memahami mereka, menggali karakter mereka, yang ternyata telat saya sadari bahwa ini adalah pengalaman pertama dihormati sebagai senior. Dipanggil kakak, senior, sister.
Ternyata susah juga menyesuaikan diri dengan karakter mereka yang cheerful, dan masih dihiasi dengan canda tawa khas anak remaja. Sementara saya sudah melewati masa-masa itu. Willy Nelly, saya harus sedikit mengubah karakter dan cemplung mengikuti gaya khas mereka yang masih tidak malu-malu untuk bersikap apa adanya dan gokil. Terpaksa gaya gokil yang agak maksa itu saya keluarkan. Terlebih ketika disuruh membuat yel-yel dengan gerakan-gerakan aneh ciptaan teenagers itu, belum lagi harus mengulangi slogan-slogan khusus di Britania yang hanya pantas diucapkan oleh anak SD, SMP, mungkin juga SMA. Contohnya, “I can speak English and you too.” Juga “I love you, I love you, I love you Britania, Mmmuachh…” kebayang gak kami disuruh ngikutin slogan itu. Slogan khas anak SD. Mahasiswa nggak zaman lagi. Ada lagi sesi games yang lucu, gokilz, and seru abizzz!!! Gak pantes juga dilakuin oleh mahasiswa. Ini salah satu picture-nya! Which am I?

Apa lagi ya? Kesan yang paling melekat ialah ternyata susah juga mengalahkan rasa percaya diri mereka. Saya agak drop melihat mereka yang overconfident. Kenapa tiba-tiba saya jadi minder, malas ngomong, padahal di kampus nggak jarang saya juga angkat bicara. Tapi di hadapan mereka kok agak minder gitu ya??? Gaya saya yang sudah bermetamorfosa jadi agent of change, social control, akademisi yang bawaannya pengen serius terus. Nggak bisa mengimbangi gaya belajar mereka yang masih suka bercanda. Tahu kan? Bagi teman-teman mahasiswa, terasa banget kan keseriusan pada saat lecturing. Belajar dengan candaan khas remaja itu udah nggak jaman. Itu menurut saya sih?
Nah, di hadapan adik-adik itu koq nyali saya ciut. Ini factor apa? Saya juga bingung. Ini mungkin datang dari diri saya. Akhirnya saya mulai belajar bagaimana supaya saya bisa menjadi diri saya tetapi nggak berlebihan di mata mereka. Itu pelajaran yang paling berharga yang saya dapatkan. Berbaur dan akrab dengan mereka sebagai seorang senior, kakak, teman sebaya yang membuat saya mendapat ilmu psikologis baru yang mesti diterapkan oleh orang-orang yang suatu saat mendapat kondisi seperti saya.
Britania mengajarkan brotherhood and sisterhood. 12 hari bersama adik-adik ternyata menyulam benang persaudaraan yang kuat. Telah terbentuk keluarga baru di Britania. 12 juli adalah momen banjir air mata di Britania. Ternyata kata perpisahan begitu menyakitkan. Britania berhasil merobohkan dinding individualis dalam setiap jiwa kami, dan adik-adik. Tak satupun yang tak meneteskan air mata. Britania telah berhasil mengeluarkan kecengengan laki-laki. Ternyata kata perpisahan akan persaudaraan mampu meruntuhkan kekuatan laki-laki. mereka juga ikut rapuh serapuh wanita.

PAY IT FORWARD

Senada dengan judulnya yang saya angkat dari sebuah judul film. Film yang saya nonton secara gak sengaja di HBO. Sst…. Jangan negative thinking dulu. Gak semua kan film jelek. Tergantung kitanya aja yang mesti pandai-pandai memilah-milih. Apa salahnya nonton kalau toh bermanfaat, tapi ingat jangan yang nudity dan tentunya kita bisa ambil pelajaran.
Nah, judul film tersebut ialah “Pay It Forward”, berkisah tentang seorang anak berumur 11 tahun yang ingin mengubah dunia. Keinginan tersebut berawal dari perintah gurunya yang memberi tugas dalam waktu satu tahun. Tugas itu berbunyi seperti ini: “Think of idea to change the world and action!”
Jargonnya keren gak tuh. Coba deh kalau kita bertindak seperti itu. Kita pikirkan satu ide untuk merubah dunia. Ide apa pun itu. Mulailah dari hal kecil. Tapi jangan cuma dipikirkan. Segera laksanakan. Gak sulit kan merubah dunia? tinggal pakai otak dan tangan kita aja…!
Sempat sih saya berpikiran, andai waktu kecil guru saya memberi tugas seperti itu. Atau paling tidak punya cara-cara yang jitu untuk mengajar anak didiknya. Bukan pelajaran yang monoton yang gak memberi pengaruh pada dunia. Andai setiap guru kreatif kayak gurunya si anak tadi, yakin deh hasilnya pun akan bagus. Gak utopis kok tugas yang kayak gitu. Menurutku malah mempercepat perubahan. Gak nunggu sampai kita sarjana hingga profesor. Lebih cepat lebih baik kan? Hehe… awas black campaign!
Udah ngelantur nih… Yup, kembali ke cerita film tadi. Habis menerima tugas. Anak itu pulang. Trus di jalan dia melihat sekumpulan gelandangan kelaparan yang mencari makan di tempat-tempat yang tak layak. Trus anak itu tergerak hatinya dan membawa salah satu gelandangan itu ke rumahnya. Ide anak itu mulai muncul. Dia menmberikan semua makanan di rumahnya kepada si gelandangan tadi. Wal hasil makanannya ludes hingga ibunya kaget.
Kok dari tadi gak nyambung ya sama judulnya.???
Eits… tenang dulu! Nyambungnya kayak gini, setelah berbuat baik kepada gelandangan itu dengan maksud untuk merubah dunia. Maka satu gelandangan telah terselamatkan. Dan semakin hari gelandangan semakin berkurang jika satu orang di dunia memungut satu gelandangan dan mengajarinya, memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Tapi nyambungnya di sini. Anak itu memberitahu ke si gelandang kalau kebaikan yang sudah dilakukan anak itu, dia harus balas ke orang lain. Ya that’s the point. Rumusnya ialah kita mengubah paling sedikit 3 orang. Maka 3 orang tadi juga merubah atau membalas kebaikan kita ke 3 orang yang lain. Begitu seterusnya. Masuk akal kan? Semakin banyak orang yang berubah, secara otomatis dunia juga ikut berubah. Haha.. kayaknya utopis ya? Gak kok selama kita stop dreaming but start action, Insya Allah itu semua bisa terwujud.
Coba deh kita lakukan hal-hal kecil di sekeliling kita. Memberi pengemis, mengajar anak-anak jalanan, membuang sampah di tempatnya atau memungut satu saja sampah yang ada di jalanan. Kalau setiap orang memungut satu sampah kan sampah-sampah di jalan makin berkurang tuh. Otomatis lingkungan kita menjadi bersih. Sama halnya dengan sistem tarbiyah. Satu orang merubah minimal 5 orang. Maka orang-orang yang sudah tertarbiyah tadi lalu mentarbiyah 5 orang yang lain. Dan begitu seterusnya. Insya Allah kita akan merasakan perubahan pada dunia. Pay It Forward maka kamu akan merubah dunia!!!
Diberdayakan oleh Blogger.