Satu hal yang mungkin terlambat kusyukuri
adalah menjadi seorang ketua di organisasi. Sebenarnya saya tidak cukup percaya
diri untuk amanah sebesar ini. Seharusnya saya bersyukur lebih awal dan rasa syukur itu seharusnya
saya buktikan dengan melakukan lebih banyak hal di organisasi ini, memajukan
organisai juga memperbaiki kualitas tulisan. Amanah adalah amanah dan kelak
semuanya harus dipertanggungjawabkan. Kadang saya tersenyum-senyum sendiri
ketika adik-adik memanggil saya Ibu Ketua atau Ibu Negara juga sapaan, “Siap,
Bu!” atau “Siap, Bu Ketua!” ini adalah sapaan menggoda bagi saya, hehe...
Menjadi seorang ketua memanglah
tidak mudah. Seorang ketua adalah orang pertama kali harus berinisiatif. Seorang
ketua adalah ujung tombak organisasi. Seorang ketualah yang menentukan bergerak
atau tidaknya organisasi. Seorang ketua juga selayaknya orang yang pertama kali
memberikan teladan dan inspirasi. Seorang ketua harus lebih dulu bersemangat
dan optimis. Seorang ketua harus punya cita-cita besar. Dan apalah saya. Saya minim
pengalaman organisasi. Karir kepenulisan saya juga statis. Keislaman juga
biasa-biasa saja. Bukanlah seorang yang hafalannya banyak atau penguasaannya
terhadap hukum syara’ luas.
Tapi, karena menjadi seorang
ketualah saya termotivasi untuk berubah menjadi lebih baik. Seharusnya saya lebih cekatan mengurus
organisasi, seharusnya saya terus produktif menulis, dan seharusnya saya
menambah terus ilmu keislaman saya. Terus terang, saya terlambat menyadari itu
semua. Dulu saya berpikir, saya ingin segera meninggalkan organisasi dan
mengamanahkannya kepada salah satu orang. Tapi, itu semua tidak terjadi karena saya
tidak lulus beasiswa yang saya apply dan gagal mendapatkan LoA di salah satu
universitas di Luar Negeri. Entah kenapa waktu itu saya tidak berpikiran untuk
kuliah di dalam negeri. Saya terlalu percaya diri mungkin. Astagfirullah…
Sampai akhirnya saya tersadar
bahwa ada yang belum saya tunaikan dengan baik. Amanah saya sebagai seorang
ketua di cabang sebenarnya memiliki tanggung jawab yang tidak kecil. Masih ada
banyak hal yang belum saya lakukan dan rapikan. Kami belum terrdaftar di
kesbang dan juga belum memiliki sekretariat. Dan ini sementara kami
perjuangkan. Database kader juga belum rapi. Kualitas kepenulisan kader juga
masih perlu diasah. Pemahaman keislaman kader juga masih perlu ditambah. Dan saya
sangat bersyukur ketika mereka meminta untuk diadakan kajian keislaman khusus
di FLP Makassar.
Ada satu hal lagi yang ingin saya
tekankan. Sebenarnya ada hal-hal yang tidak etis kita lakukan di FLP, seperti
berboncengan dengan lawan jenis, apalagi jika itu sesame kader, meskipun
sifatnya tolong-menolong. Juga tidak boleh mengundang atau membiarkan teman-teman
yang membawa pacarnya ke agenda-agenda FLP. Harusnya kita pahami bahwa AD/ART FLP
berasaskan islam. Harusnya kita malu, melakukan hal-hal yang melanggar aturan
islam.
Saya memohon maaf kepada
adik-adik ketika saya menegur. Saya menegur karena saya peduli dan itu
semata-mata saya lakukan untuk menjaga kemurnian organisasi. Simpul islam akan
lepas satu persatu kalau kita sebagai pemeluknya tidak menjadi penjaga islam
yang baik. Janganlah karena hal kecil seperti membuat organisasi ini tidak lagi
diridhoi Allah.
Saya mencintai FLP dan saya
mencintai kalian karena Allah. Semoga ukhuwah dan semangat kita yang tinggi terus terjaga.
Mari berbakti, berkarya, berarti!
0 komentar:
Posting Komentar