Kau Berada Dimana???

Ini adalah masa saat manusia terjebak dalam idealisme, pragmatisisme, dan apatisisme… maka kau berada di mana???

Aku memilih untuk berbicara masalah eksistensi
Karena zaman telah menuntut eksistensi
Kau berada di mana ketika ada yang tidak beres
Kau berada di mana ketika kemunkaran mendominasi
Kini hanya tanganku yang berbicara
Kakiku hanya diam
Tapi otakku bergejolak
Lalu hatiku dilema
Kulihat semua warna telah abu-abu
Tak ada yang bertahan dengan putih atau hitamnya
Kulihat banyak yang lumpuh karena ketakutannya
Namun sedikit yang lantang karena imannya
Kuharap kau mengenal si kakek tua…
Karena ada yang panas di tangannya
Menunggu kita ikut menggenggam bersamanya
Kuyakin kau masih memilih dalam kepragmatisanmu
Kuyakin pula kau masih memilih dalam keapatisanmu
Karena sekali lagi zaman menenggelamkan idealismemu
Aku pun tak tahu diriku berada di mana
Tapi panas itu telah lama membara di hatiku
Tinggal menunggu ia menjalar ke tanganku
Namun kuharap juga membara di hatimu
_“Q~@”_

Apologize...!!!

Untuk saat ini…
Mungkin hanya kau yang tahu isi hatiku..
Dan hanya aku yang tahu isi hatimu..

Kita lebih memilih mengobrol panjang di kamar hingga malam bersuara lirih
Sejenak melupakan tugas yang menumpuk
Obrolan yang selalu sama di setiap obrolan
Tentang keluarga, teman, organisasi, kuliah, agama kita, tentang anak yang kelaparan, tentang tingkah laku para penguasa kita, tentang skandal, sampai pada sisi buram negeri kita tercinta
Ah, kau tentu tahu kapan aku menangis dan apa yang bisa membuatku menangis
Juga ku tahu sebaliknya tentang dirimu..
Kau juga tahu siapa orang-orang yang pernah membuatku sakit hati hingga membuat bulir air mataku menetes
Kau juga tahu apa yang mengenakkan perasaanku, cita-citaku, sampai perasaan yang sering membuatku makan hati
Karena kutahu kau pun merasakan itu
Kau juga pasti tahu tentang keinginanku yang tak sempat tercapai
Karena alasan klasik yang sering kita perdebatkan dan tentang rencana hidupku yang mulai berubah
Maaf, telah membawamu ke jalan rumit hidupku
Aku bisa membaca kalau kau hampir tak sanggup menahan beban itu
Itu sangat terbaca dari matamu, meskipun kau selalu mengelak
Kalau kau baik-baik saja, dan gak usah ambil pusing,, katamu!
Sekali lagi maaf! Bukan bermaksud demikian
Kau perlu tahu kalau aku sendiri, sepi selama ini
Pada jalan-jalan berhamparan paku ini
tapi terlihat jelas di ujung sana ada emas
Sebelum aku menarik dirimu dari jalan berhamparan roti
yang di ujungnya ada besi berkarat
Aku hanya mengadu pada diriku sendiri yang justru menabung duri di hati
Lalu kau datang menemaniku, dan bersedia menjadi tempat berbagiku
Kau pasti tahu sekarang, kalau aku selalu berbeda
Ketika kita bicara yang tak dimengerti orang lain
Pun ketika memasuki sebuah komunitas
Dan secara tak sengaja kau telah mengikuti alur hidupku
Yang sekali lagi kukatakan, rumit! Sangat rumit!!
Kau sekarang pasti merasakan betapa ngos-ngosannya aku
Seperti usai berlari kencang hingga kelelahan
Inilah yang selama ini kurasakan, teman!
Kau bisa rasakan itu, “Tebal Muka dan Makan Hati”
Jargon yang sering kita dengungkan
Kita perlu memiliki dualisme itu
Karena itu yang membuat hidup kita bermakna
Aku akan selalu muncul menjadi hujan, setelah itu kau muncul dengan warna-warnimu
Kita sudah sama-sama tahu itu, bukan???
Saling melengkapi seperti hidup kita yang saling mengisi kekosongan
Aku masih ingat tentang banyak hal yang mebuat kita kecewa bersamaan
Juga masih ingat tentang banyak hal yang membuat kita bahagia bersamaan

_‘‘Q~@’’_

Mencari Perubahan…!!!

Meski aku telah pandai merangkai kata untuk mencipta puisi
Tapi selalu ada gelombang darah di otakku, ingin membuncah
Bahwa puisi ternyata tak sepenuhnya mengenakkan perasaanku
Mungkin butuh sedikit teriakan untuk meredakan kepenatan badai otak
Melihat tingkah konyol tak tahu malu para-para itu
Atau butuh sentuhan pada realitas dengan pergerakan fisik
Seperti yang ditunjukkan dari catatan para demonstran…
Bilakah kepala mereka berdarah
Atau peluh menjadi air segar penikmat dahaga
Dan badan menjadi sasaran empuk tongkat-tongkat pereda kericuhan
Lalu katanya, pereda kericuhan itulah sebenarnya yang membuat ricuh
Bukan kami para penunggu keadilan
Lalu biarlah cemooh salah itu berdengung di telinga kami
Maka lawanlah mereka dengan batu, itu katanya…
Bukankah melawan ricuh dengan ricuh menambah ricuh 2 x lipat
Asumsimu mungkin salah kawan…
Hukum III Newton yang kuberitahukan, pasti berlaku
Itu hukum Alam, itu sunnatullah…
Ketika kau memancarkan aksi, reaksi yang datang pun mengikuti alur aksimu
Jadi jangan tanyakan mengapa terjadi anarkisme
Ataukah sebuah anarkisme, adalah simbol ketangguhanmu
Lalu kalian bangga dengan ucapan: tubuhku sakit usai aksi…
Lalu kemana perubahan itu?
Apakah perubahan itu adalah terbakarnya ban, pecahnya kaca mobil, macetnya jalanan
Benarkah aku tak mendapatkan kata selain sia-sia?

The Beautiful End

Bismillahirrahmanirrahim…

Kan kugenggam matahari yang panas
Kan kudekap rembulan yang lembut
Kan kukumpul bintang-bintang
Kan kutadah hujan
Kan kulukis pelangi
Kan kuelus angin
Kuingin menaklukkan dunia
Namun akhirat-Mu tetap kudahulukan
Aku ingin menjadi sebaik-baik manusia yang hidup di bumi-Mu
Dan menjadi manusia sholeha yang merindu akhirat-Mu
Jadikan kerjaku adalah ibadah
Jadikan tidurku adalah dzikir
Jadikan ibadahku diterima di sisi-Mu
Dan jadikanlah hidupku hanya untuk beribadah kepada-Mu, Ya Allah…
Karena, aku hanya ingin mencintai-Mu…!!!

_“Q-@”_

Ibu, pintakan saja pada Allah!
Aku di sini memetik bintang untukmu, Bu.
Masih ingat kan mimpi yang kita bangun bersama?
Tak usah khawatirkan aku
Aku tak akan lupa untuk menyeka airmata itu, Bu.


Ibu

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah

Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...
Ibu
Ibu

Ingin kudekap dan menangis dipangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu

Lalu do'a-do'a baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas...
Ibu
Ibu

(Iwan Fals's song)

Ayah

Dimana…akan kucari
Aku menangis seorang diri
Hatiku…s`lalu ingin bertemu
Untukmu…aku bernyanyi

Lihatlah…hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah..aku ingin bertemu
Untukmu…aku bernyanyi

Untuk ayah tercinta, daku ingin bernyanyi
Dengan air mata di pipiku…
Ayah, dengarkanlah aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi

(Rinto Harahap's song)

10 tahun tanpanya, aku rindu Ayah...!
Diberdayakan oleh Blogger.