Namanya Farah. Teman sekampusku yang tak begitu kukenal. Cantik. Semua laki-laki abnormal, jika tak menyebutnya cantik. Dandanannya yang modis. Dibalut pakaian yang super seksi, make up tebal, rambut dengan model bervariasi tiap harinya. Mirip artis. Siap yang tak mengenalnya. Junior maupun senior di fakultasku semua mengenalnya. Dia memang baik bahkan sangat ramah. Tak seperti wanita-wanita lain sepertinya, yang pandang bulu memilih teman.
Aku tak mampu menyembunyikan kekesalanku saat teman-teman priaku tak mengindahkannya sebagai perempuan. Dia selalu menjadi sasaran teman-teman priaku. Sasaran omongan-omongan kotor dan tingkah laku tak sopan yang ditujukan kepadanya. Sering kali dia dikatai dengan sebutan jorok. Atau bahkan mereka tak segan-segan menyentuhnya secara tak normal. Pernah suatu kali ada temanku yang minta dicium, Farah malah santai saja memberikan ciuman itu. Kasihan sekali. Dia bisanya diam saja. Tak pernah marah jadi objek ejekan teman-teman. Padahal hal itu sungguh di luar batas kesopanan.
Hari ini dia ke kampus. Seperti biasa dengan pakaian yang minim, baju ketat dan celana skinny ketat. Sebagai seorang pria aku mengakui dia memang cantik. Semua orang bahkan menjulukinya Farah Hilton lantaran cantik dan penampilannya yang terkesan seksi menyamai Paris Hilton. Dia malah asyik saja dan bangga dengan julukan itu, tanpa pernah menyangka kalau hal itu malah menjatuhkan derajatnya di mata pria.
Aku agak miris jika melihat dia duduk berdampingan dengan Zahra yang notabene seorang jilbaber besar. Anggota LDM (Lembaga Dakwah Kampus). Sangat berbeda 180 derajat. Tak pernah kah ia merasa rendah diri berhadapan atau berdekatan dengan Zahra. Zahra adalah sosok wanita yang begitu disegani di kelas. Sampai-sampai teman lelakiku menaruh hormat kepadanya. Tak berani mengajaknya bicara apalagi menyentuhnya. Aku memang simpatik sama Zahra. Dia sebenarnya tak begitu cantik, tapi karena ia menutup auratnya maka pancaran aura yang keluar begitu teduh dan bercahaya.
Aku mungkin berbeda dengan teman laki-lakiku yang lain, yang terlalu menaruh hormat pada Zahra. Aku tidak begitu segan pada Zahra. Karena ia tahu bagaimana menjaga diri dan bersikap pada lawan jenis. Namun, beda dengan Farah. Aku justru sangat menghormatinya. Tidak membeda-bedakan kedudukan dengan Zahra sebagai seorang wanita. Justru wanita seperti Farahlah yang mesti dijaga. Bukan semakin dilecehkan. Tapi, itu nampaknya tidak berlaku. Melihat Farah memang terkesan ingin diperlakukan seperti itu.
“Farhan, boleh jelaskan sekali lagi apa yang tadi kau paparkan.” Pinta Farah kepadaku agak sedikit kaku. Penjelasan barusan yang kukemukakan tidak ia pahami. Aku asisten dosen sehingga mau tidak mau aku harus bertindak layaknya dosen yang berusaha memahamkan materi yang dibawakan. Aku menolaknya. Bukan takut. Tapi sebagai rasa hormatku pada dia sebagai seorang wanita.
“Maaf, minta dijelaskan sama Zahra aja atau Maya.” Aku menghindarinya. Dia heran. Tapi tak mengucapkan apa-apa. Kutawarkan Zahra dan Maya mengingat mereka berdua seorang akhwat yang cerdas dan baik.
***
Malamnya, ia mengirimiku sms. Bermaksud ingin meminta penjelasan atas tindakanku tadi siang. Sms itu berbunyi:
“Aku tahu diriku tidak seperti Zahra ataupun Maya yang mungkin kau idamkan. Tapi setidaknya kau menghargaiku sebagai perempuan. Mengapa kau tak mau bicara denganku? Aku tak meminta mengobrol berlam-lama denganmu. Karena aku tahu diri dan juga tahu dirimu. Aku hanya ingin dianggap ada olehmu. Mungkin kau memang tak menganggapku sebagai teman karena aku sama sekali memang tak pantas jadi temanmu. Mungkin aku hina di matamu. Tapi aku sangat menaruh hormat kepadamu.”
Tak pernah kubayangkan ia akan menulis sms seperti itu. 2 tahun kami sekelas, namun baru kali ini aku berinteraksi dengannya walaupun cuma lewat sms. Selama ini aku memang menghindarinya. Namun sangat mengkhawatirkannya dari belakang. Kenapa dia berpikir aku tak menghargainya. Apakah pengertian menghargai bagi dirinya adalah dengan memperlakukannya secara tak sopan. seperti laki-laki lain memperlakukannya? Justru aku sangat menghargainya. Aku bukannya tak ingin berteman dengannya. Tapi dia mengundang banyak maksiat. Ingin kubalas sms itu, tapi tak tahu harus berkata apa. Kubaca berkali-kali. Lalu kudiamkan saja.
Esoknya. Terasa aneh. Dia bahkan tak seceria biasanya. Apakah karena semalam? Entahlah. Dia selalu menatapku dengan tatapan aneh. Yang memaksaku untuk selalu menunduk. Tetap harus kuhindari. Penampilannya yang berlebihan dan bisa mengundang siapa saja untuk menganggunya masih melekat di dirinya. Tetap saja, teman-teman laki-lakiku usil terhadapnya. Itu menambah rasa kasihanku kepadanya. Harus kuapakan orang ini. Aku tidak tega ia diperlakukan seperti itu. Bukan karena aku menyukainya atau tertarik kepadanya, Namun dia adalah wanita yang semestinya dijaga.
“Hai Farah, makin cantik aja. Kok hari ini gak seceria biasanya?” Doni salah satu temanku menghampirinya. Dia terlalu berani mengganggu Farah. Dia bahkan tak segan-segan berbuat tak sopan pada Farah. Mungkin bukan salahnya. Atau salah laki-laki manapun. Farah sendiri yang mengundang mereka berbuat demikian. Nafsu tak akan muncul jika tak dipancing.
“Iya, Don. Ada apa?” gayung bersambut. Farah masih tetap meladeni lelaki hidung belang seperti Doni dengan gayanya yang centil. Begitulah tabiatnya yang memprihatinkan. Aku tak habis pikir. Kenapa dia masih saja bersikap begitu. Padahal ia tahu apa akibatnya.
Aku sudah tak konsen lagi. Tindakan mereka membuyarkan kefokusanku. Kemesraan itu tak semestinya diumbar. Apalagi ini adalah jam kuliah. Mereka tak sadar mata dosen sering kali menipu. Kelakuan itu mengingatkanku ketika Farah malah asyik bercengkerama di belakang kami dengan dosen, saat mata kuliah berlangsung. Dosen genit itu pun merasa senang karena disambut oleh Farah yang memang suka memancing.
***
Terus terang ini semakin tak bisa kubiarkan. Tingkahnya tak pernah berubah. Ingin sekali kuberitahu Zahra untuk mengajak Farah ikut kajian. Tapi aku takut Zahra berpikiran macam-macam. Sesuatu yang sebenarnya tak perlu kutakutkan, karena hanya menghambatku beramar ma’ruf nahi munkar. Zahra seharusnya peka terhadap orang seperti Farah. Tapi aku juga tak mau menyalahkannya, mungkin saja ia sudah menegur Farah dan mengajaknya ikut kajian.
Yang selalu terbayag-bayang di pikiranku, pikiran buruk yang sebetulnya tak boleh ada. Sangatlah kutakutkan terjadi kepadanya. Mungkin aku sudah berlebihan memikirkannya. Tapi aku tak pernah berpikir macam-macam tentangnya. Aku hanya menginginkan sesuatu yang baik pada dirinya. Dia begitu polos dan jauh dari agama. Mesti disirami terus-menerus. Tapi aku tak tahu apakah ada yang memedulikannya.
Pernah ketika aku berjalan di koridor fakultasku, dan dia berjalan tak jauh di depanku. Para mahasiswa yang sedang kumpul-kumpul tak jelas. Bersuit-suit kepadanya. Bahkan mengeluarkan kata-kata gombal kurang sopan. Hatiku benar-benar panas, melihat itu. Tidak adakah yang peduli pada gadis ini. Setiap harinya mungkin saja menimbulkan dosa zina. Andai aku seorang wanita sudah dari dulu aku menyadarkannya. Kulihat sebenarnya ia lembut, dan gampang rapuh. Gampang saja bagi wanita seperti itu dipengaruhi. Dia hanya terlalu baik dan pasrah untuk diperlakukan tak sopan. Tapi sayang, aku tak tahu yang harus kulakukan. Diharapnya ibadah, tapi bernilai dosa di sisi Allah.
***
Malam ini, dia mengirimkan sms lagi kepadaku. Tak tahu apalagi maksudnya. Sms itu berisi:
“Assalamu alaikum, Aku semakin iri dengan Zahra, yang begitu disegani dan dihormati. Aku juga ingin menjadi orang yang kau anggap sebagai teman. Dan tak segan kau ajak bicara. Mungkin aku hina mengirimkan sms ini. Aku merasa tak pantas. Tak apa-apa kalau kau tidak mau membacanya. Hanya sekedar memberitahumu kalau inilah yang kualami. Ada pergolakan hebat dalam batinku bahwa aku juga ingin berubah.”
Sama seperti sebelumnya, aku tetap mendiamkan sms itu. Tak tahu bertindak bagaimana. Aku tidak peduli dia salah paham terhadapku. Menganggapku jahat atau apa. Tapi, aku tidak ingin hanya karena ini, aku bermaksiat kepada Allah. Dia sebenarnya ingin sekali berubah. Apakah hanya di bibir? kulihat tak ada sama sekali tanda-tanda kalau ia mau berubah. Dia masih tetap berpenampilan jahiliah yang membuat dirinya semakin ternodai. Tapi, di sisi lain, ia perlu disadarkan segera. Ia sudah bersedia.
Sejak sms itu tiba di tanganku, aku jadi berpandangan lain terhadapnya. Keinginanku untuk melihatnya berubah, semakin besar. Sampai-sampai aku memimpikannya. Ia berubah menjadi sosok muslimah yang santun. Penampilannya dibalut dengan jilbab syar’i. Dia bahkan mengalahkan kecantikan Zahra. Jauh di atas Zahra. Sungguh aneh mimpi itu. Mungkin mimpi itu pertanda baik baginya. Pikiranku pun melayang-layang. Apakah esok aku sudah melihatnya berubah. Apakah esok dia sudah menutup auratnya? Begitulah perasaanku setelah memimpikannya.
Di kampus aku datang dengan perasaan biasa-biasa saja. Bahkan tekesan lebih semangat. Apakah mimpiku benar adanya. Sungguh berkebalikan 360 derajat bahkan 1000 derajat. Seantero kampus membicaraknnya. Inilah yang dari dulu tak kuinginkan terjadi padanya. Dia diperkosa oleh seorang tukang becak yang mengantarnya pulang. Pakaiannya yang sangat minim di tambah wajahnya yang cantik membangkitkan hasrat tukang becak itu. Setelah itu dia sama sekali tak pernah kulihat lagi. Kekhawatiran terbesarku akhirnya terjadi. Belum sempat kulihat dirinya berubah. Dia sudah jatuh pada akibat terparah. Apakah ini Isyarat mimpi semalam?
Gadis Malang itu Bernama "Farah"
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar