Mengandalkan Tuhan

Saat kita sedang belajar bahwa keimanan adalah sumber kekuatan. Mengandalkan Allah adalah kekayaan dalam hidup. Ada banyak peristiwa dan ujian dalam hidup yang mungkin mematahkan semangat kita untuk maju. Seperti keterbatasan finansial atau tidak adanya dukungan.

Mungkin ada di antara kita yang tidak mendapat dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar dalam meraih cita-cita. Begitu banyak kemustahilan yang orang lain sandingkan dengan keadaan kita. Kita mungkin dianggap tidak mampu, bodoh, tidak punya peluang dalam mewujudkan cita-cita. Tapi, niat dan usaha kita akan menarik dukungan semesta. 

 
Kalau kita punya Allah, percaya pada segala pengaturan-Nya, maka tak ada alasan untuk tidak mengandalkan-Nya. Setinggi-tingginya angan kita, waktu dan balasan terbaik telah dihadiahkan-Nya. Jangan berhenti mencoba. Jangan berhenti berdoa. Jangan berhenti berharap. Cinta dan pengaturan Allah jauh lebih indah.

Melbourne, 5 Ramadan 1438 H

Usia Perasaan

Mereka yang mencintai dengan fisik akan mudah pergi. Mereka yang mencintai dengan hati memiliki cara untuk selalu bisa tinggal. Mereka yang telah yakin, pasti akan kembali kepadamu. Meski dalam perjalanan itu mereka dihadapkan begitu banyak ujian. Termasuk ujian perasaan.

Begitulah usia perasaan. Seperti musim yang bisa berganti selama empat kali. Tetapi, kamu tidak perlu khawatir karena cinta yang baik akan datang dengan mata hati dan jiwa. Akan sebuah kesadaran bahwa untuk membangun rumah tangga, tidak dibutuhkan segudang prestasi, setinggi-tingginya gelar, sebanyak-banyaknya harta, tetapi kemampuan untuk bertanggung jawab. 

 
Usia perasaan itu akan pudar sewaktu-waktu tanpa komitmen. Maka jika ingin mengekalkan perasaan, mulailah dengan komitmen. Komitmen yang baik selalu dimulai dengan janji suci. Tetapi, lelaki tidak akan mudah memberikan komitmen tanpa keyakinan. Keyakinan inilah yang menjadi rahasia besar kenapa ia jatuh memilih seorang perempuan.

Jika ada lelaki yang tidak memilihmu, bukan berarti kamu tidak baik. Ketahuilah akan ada lelaki yang tepat memilihmu dengan dorongan keimanan. Yang datang tanpa keraguan. Allahlah yang menyampaikan ia padamu dengan cara-Nya. Bukankah pilihan Allah selalu baik?

Melbourne, 1 Juni 2017

Lensa Berpikir


Kita boleh berpikir kritis, tetapi jangan sampai kita menodai agama.

Selama kuliah di sini, saya cukup mendapat pengetahuan tentang bagaimana berpikir kritis. Membangun argumen dan menganalisis argumen adalah apa yang diharapkan dalam setiap pembelajaran. Saya ingat betul ketika saya masih duduk di semester 1, materi tentang critical thinking, critical reading, dan critical writing adalah pondasi untuk sukses di perkuliahan.


Dalam social sciences, kemampuan ini sangat penting agar "voice" kita kuat. Tidak sekadar mendukung argumen. Kita diajarkan untuk selalu "skeptic" jangan mudah menelan apa yang para ahli telah teorikan. Milikilah sikap ragu, sebagai cikal bakal kemampuan berpikir kritis itu. Kita harus bisa menantang setiap ide dan pemikiran yang ada.

Sayangnya, dalam literatur barat, pemisahan agama dan ilmu-ilmu telah menjadi asas sehingga memakai lensa agama hanya akan dikatakan cacat berpikir. Campur tangan agama dalam aktivitas berpikir hanya akan menghambat kelogisan berpikir. Agama tidak akan membuat kita bebas berpikir. Kesimpulannya, kesampingkan agama jika kamu ingin berpikir maju.


Tapi tidak seperti itu dalam islam. Islam sangat mengagungkan orang-orang yang berpikir. Islam tidak menganjurkan kita untuk menjadi jumud. Pemikir dalam islam adalah mereka yang membaca, mentadabburi, memahami bahkan mengamalkan dengan baik isi kitab suci sebelum membaca buku-buku karangan manusia. Apalagi karangan dari nabi-nabi kiri. Pemikir dalam islam memakai lensa akidah ketika membaca atau mempelajari literatur-literatur umum. Sehingga mereka punya pisau analisis yang tajam ketika menghadapi segala jenis pemikiran.


Kesimpulan saya, kepada para pelajar dan pembelajar, kembalilah dulu. Baca dan pelajari Al Qur'an sebelum belajar tentang berpikir kritis. Rumi pernah berkata "Kau akan belajar dengan membaca, tetapi kau akan paham bersama cinta." Jika kita tidak mencintai Al Qur'an, akan sulit bagi kita untuk memahami kandungannya. Jika kita tidak mencintai islam, maka akan sulit bagi kita untuk menjadi pembelanya.

Melbourne, 6 Ramadan 1438 H
Diberdayakan oleh Blogger.