“Nilaimu kok turun terus setelah ngaji?!”, ungkap seorang ibu pada anaknya yang baru semangat dalam majelis ta’lim.
Adakah sobat Fata yang demikian? Semoga
tidak. Seringkali dimata umum prestasi menjadi tolok ukur utama yang
langsung terlihat terutama buat remaja yang masih duduk di bangku
sekolah, meski prestasi bukanlah melulu punya anak sekolah atau anak
kuliahan. Penilaian itu tidaklah salah, karena memang di zaman serba
materi ini, kebanyakan orang akan menilai berdasar sesuatu yang nampak
dari diri seseorang. Seorang remaja akan dinilai sukses bila memiliki
nilai akademik yang tinggi, pekerjaan yang mapan, jabatan organisasi
ini dan itu, atau prestasi dibidang lain. Sebaliknya jika nilai
akademik turun alias sudah masuk area mengkhawatirkan bahkan ‘nilai jeblog’ bisa
dibilang remaja ini nggak berhasil dan dikatai anak pemalas. Wah kalo
sudah sampe kata terakhir nih, ngeri kayaknya kalo tersemat pada diri
seorang remaja muslim.
Prestasi down bukanlah sesuatu yang
asing, karena hampir disetiap tempat, sekolah, kampus atau ladang
pekerjaan pasti ada aja orang yang ginian. Masalahnya, prestasi down
terkadang menimpa pada beberapa remaja yang sudah kenal agama alias anak
ngaji dan baru klihatan ketika mulai intens dengan ngajinya. Sehingga dianggap prestasi turun karena kebanyakan ngaji. Wah apa ngajinya diajari malas ya?! Layakkah ‘ngaji’
jadi kambing hitamnya? Apakah dengan ngaji trus prestasi harus
diturunkan? Tentunya Islam yang sempurna ini tidak mengajarkan demikian.
Berprestasi, why?
Allah Ta’ala telah menjadikan dua jalan
yang saling berlawanan pada kehidupan sesorang, ada tauhid ada syirik,
ada hidayah ada kesesatan, ada jalan kebaikan dan ada jalan keburukan
serta prestasi dan kegagalan. Allah Ta’ala berfirman:
ÙˆَÙ‡َدَÙŠْÙ†َاهُ النَّجْدَÙŠْÙ†ِ (سورة البلد: (10
Artinya: “Dan Kami telah menunujukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al Balad: 10)
Namun, Allah Ta’ala tetapkan kebaikan
pada salah satu jalan tersebut. Sehingga jalan tauhid itulah yang harus
kita tempuh dan berprestasi adalah pilihan yang harus kita ambil. Maka
kita lihat, orang yang mengambil jalan yang berseberangan pasti akan
berakhir dengan kerugian dan kehancuran. Apa ada yang ingin berakhir
mengenaskan?! So pasti nggak ada khan?! Pasti setiap kita menginginkan happy ending.
Menjadi remaja yang berprestasi dalam
segala peran dan aktivitas kehidupannya bukanlah sekedar alternatif
pilihan, tapi itu adalah keharusan yang harus selalu melekat terutama
bagi seorang muslim. Satu sisi prestasi yang kurang diperhatikan adalah
celah untuk menghancurkan kemungkinan prestasi yang lain. Bagaimana
tidak? Sebagaimana kasus di atas, khususnya bagai anak ngaji, prestasi
down akan menjadi salah satu sebab yang tidak disadari menghambat
keistiqomahan ngajinya. Mungkin kali pertama, ortu cuman nyampekan
prestasinya yang turun, kali kedua mulai mbawa-mbawa ngaji. Apalagi
makin lama menunjukkan ciri khas anak ngaji yang kadang sudah mbuat
pandangan ortu turun. Sehingga di kali lain ortu mungkin nggak
segan-segan mengatakan ndak boleh ngaji lagi dengan dalih mengganggu
sekolah. Dalam kondisi semacam ini mungkin sang anak berpandangan, “aku harus sabar, memang seperti inilah ujian yang harus diterima setiap orang yang istiqomah dalam agama, sebaimana para nabi”.
Dia menganggap itu adalah semata-mata kesalahan ortunya yang belum
tahu agama. Akhirnya yang harus ia terima adalah nggak bisa ngaji lagi,
buku dan pakaian ngajinya ‘diamankan’, lebih-lebih tanpa disadari dia
sedang membangun tembok penutup hidayah ortunya. Padahal bisa kita
balik, dengan dia tetap berusaha menjaga prestasi bahkan
meningkatkannya, dia bisa berbakti sama ortu sekaligus mengambil hati
untuk mendukung ngajinya, bahkan bisa menjadi sarana hidayah bukan
hanya bagi sang ortu bahkan bagi teman, guru, dosen dan orang-orang
disekitarnya. SubhanAllah, banyak kebaikan yang akan hilang kan
gara-gara prestasi down?!
Dengan ngaji kita berprestasi
Allah berfirman “Pada hari ini
telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmatKu dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama bagimu.” (Al Maidah: 3)
Islam adalah agama yang sempurna dan
paripurna. Ketika seorang muslim benar-benar mengamalkan agama Islam
secara menyeluruh sesuai yang dituntunkan Allah dan RosulNya, niscaya
akan tercipta kebaikan dalam setiap sisi kehidupan ini.
“Wahai orang-orang yang beriman
masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah kalian
mengikuti jejak langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuhmu
yang nyata.”(Al Baqarah: 208).
Remaja yang konsisten mempelajari Islam alias rajin ngaji
tentunya akan semakin memahami bagaimana kesempurnaan Islam dalam
mengatur sisi-sisi kehidupan umatnya. Islam tidak menyukai perbuatan
yang sia-sia dalam setiap aktivitas kita. Islam mengharamkan kedzoliman
baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Seorang remaja muslim
yang mapan ilmu agamanya tentu akan semakin bersungguh-sungguh
mengamalkan nilai-nilai Islam dalam beraktivitas, amanah terhadap tugas
yang diembannya baik dari orang tua, pimpinan, maupun teman. Dengan ngaji, kita
semakin menyadari bahwa waktu teramat berharga untuk dilalui begitu
saja tanpa makna karena setiap waktu yang kita lalui kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat. Kata pepatah; “waktu itu ibarat
pedang, jika kita tidak mempergunakannya dengan baik maka waktu yang
akan membinasakan kita”.
Allah berfirman “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah para ulama”. (QS. Faathir: 28).
Semakin kita ngaji, semakin besar
kekhawatiran kita akan amal-amal dan amanah yang kita emban, apakah
kita sudah benar-benar maksimal mengerjakan yang terbaik sehingga
bernilai tinggi di dunia maupun akhirat? Atau malah menyia-nyiakannya
sehingga menjadi pemberat catatan buruk amal kita.
Nabi ShollAllahu ‘alihi wasallam juga bersabda:
Ø¥ِÙ†َّ الله Ùƒَتَبَ الْØ¥Øْسَانَ عَÙ„َÙ‰ ÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ (رواه مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan perbuatan ihsan (kebaikan yang maksimal) pada segala sesuatu.” (HR. Muslim)
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu
berbuat yang terbaik dalam setiap kondisi dan perbuatan (yang tidak
melanggar agama). Apapun peran dan kedudukan kita dalam kehidupan ini,
baik sebagai seorang hamba, penuntut ilmu, seorang remaja, pelajar,
pegawai, maka memaksimalkan diri mengerjakan yang terbaik dan penuh
tanggung jawab adalah sesutu yang kudu melekat pada diri kita sebagai
wujud perbuatan ihsan yang dituntunkan syariat.
So.. semakin kita getol ngaji, semakin
kuat pemahaman kita terhadap Islam yang haq, semakin kita menjadi
insan yang berprestasi dunia akhirat dalam setiap bidang yang kita
garap.
Kiat-kiat Meraih Prestasi
Yang pertama, niat dan tujuan kudu lurus. Tanyakan
pada diri kita, buat apa kita ingin berprestasi? Meskipun sama-sama
punya niatan dan tujuan yang bakal diraih, tapi niatan karena Allah
adalah niatan yang tak terkalahkan. Karena dia tetap akan mendapatkan
sesuatu meski harapannya tak teraih. Selain itu, dengan niat yang lurus
hati kita akan tentram dalam menjalani setiap aktivitas. Lain halnya
bagi yang cuman niat buat jadi nomor satu atau ngalahin temennya, saat
gagal dia ndak akan dapat apa-apa, bahkan niatan itu meski tercapai dia
akan mendapatkan katidakridloan Sang Pencipta. Kasihan deh!!
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya.”
(HR Bukhori dan Muslim)
Ingatlah, tujuan hakiki kehidupan kita
sekarang ini adalah untuk bekal kehidupan akhirat. Kenapa kudu akhirat?
Perhatikan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; “Barangsiapa
yang obsesinya adalah akhirat, maka dia akan mendapatkan tiga perkara:
Allah menjadikan kecukupan di hatinya, Allah mengumpulkan urusannya
dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan hina. Dan barangsiapa
yang obsesinya adalah dunia, maka dia akan mendapatkan tiga perkara:
Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya, Allah
mencerai-beraikan urusannya dan dunia tidak akan datang kecuali yang
telah ditakdirkan untuknya saja.” (Hr. At-Tirmidzi dan lain-lain; hadits shahih)
Maka, peran apapun yang kita jalani
jadikan tujuan dan niat kita yang utama karena untuk meraih ridho
Allah, untuk menegakkan kemuliaan agama Allah dimuka bumi. Bukan
perkara yang memalingkan atau melalaikan dari jalanNya.
Jika niat dan tujuan sudah lurus, maka
dalam meraihnya pun kita juga kudu selalu memperhatikan rambu-rambu
yang dipasang oleh Allah dan RosulNya, enggan hati ini sedikit saja
berkhianat dari aturanNya hanya demi meraih tujuan itu. Karena
sesungguhnya setiap penghianatan itu hanya akan menghempaskan kita
semakin jauh dari ridho dan surga Allah yang menjadi cita-cita kita yang
utama.
Yang kedua, bertakwa kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman; Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan
keluar. (QS. Aththolaq: 2) Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS.
Aththolaq: 4)
Takwa yang terealisasi dengan menjalankan
segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya merupakan pintu
kecintaan Allah terhadap hamba. Maka tiada lagi harapan hamba yang
dicintaiNya, melainkan akan diberikanNya.
Yang ketiga, memohon pertolongan hanya kepada Allah. Tiada
keinginan kecuali Allahlah yang mengabulkannya. Maka hendaklah kita
memohon hanya kepada Allah untuk senantiasa menolong kita dalam tiap
aktivitas. Meskipun doa adalah suatu yang ringan, tapi kenyataannya
jarang diantara kita yang slalu meminta pertolongan dia tiap waktu dan
keadaan, padahal pengaruh doa sangatlah besar. Seringkali kita merasa
mampu melakukan beragam aktivitas sendirian sehingga mengabaikan doa dan
hanya berdoa ketika dalam kondisi terjepit. So, sobat muda iringkanlah
doa disetiap aktivitas kita, apalagi untuk mendapatkan sesuatu yang
maksimal alias berprestasi.
Yang keempat, minta doa dan keridloan ortu. Nah,
yang ini nih wajib juga bagi kita terutama yang masih punya ortu.
Mintalah doa dan ridlo orang tua dalam tiap aktivitas kita, karena
dengannyalah Allah juga akan memberikan keridloan dan pertolongan.
Keridloaan dan doa orang tua bisa menjadi kunci tiap kesuksesan kita
setelah Allah.
Yang kelima, disiplin dan cerdas memenej waktu. Kedua
cara ini cukup efektif berperan dalam prestasi yang dicapai seseorang.
Hampir tidak ada orang yang pernah mengalami kesuksesan dan prestasi
kecuali melewati tahap ini. Seberapa besar kita memberikan penghargaan
terhadap waktu, sebesar itu pulalah penghargaan dan prestasi yang akan
kita peroleh. Inilah yang masih banyak kurang dalam hidup kita. Kita
kurang menghargai waktu dan kesempatan, sebagaimana Nabi bersabda:
”Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. (HR. Bukhari dan Ibnu Majah)
Kita sudah terlalu biasa dengan jam
karet. Kita sudah terlalu biasa dengan waktu yang kurang manfaat.
Padahal kita adalah waktu yang kita punyai sekarang, karena kita tidak
tahu akankah kita masih bertemu dengan waktu yang akan datang. So,
sobat mudaku, kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?! Siapkan buku
agenda, rancang aktivitas harianmu. Yang pasti tiap aktivitas kudu
punya nilai maksimal dan benilai di hadapan Allah.
Yang keenam, bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas. Setiap
prestasi butuh kesungguhan dan kerja keras. Orang yang menghendaki
prestasi dalam pendidikannya butuh belajar giat, orang yang ingin sukses
pekerjaannya juga butuh kerja keras, orang yang berkeinginan jadi
seorang yang faqih dalam agama juga butuh usaha keras. Maka, jika kita
meghendaki seluruh aktivitas dan peran kita berprestasi, usahanya tentu
harus lebih keras. Nabi bersabda:
Berkemauan keraslah kepada apa-apa yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah kepada Allâh
Ta’ala dan janganlah bersikap lemah. (HR Muslim)
Yang ketujuh, cari lingkungan dan teman yang mendukung. Meski
kita sudah punya tekad kuat dan kesungguhan serta beragam modal untuk
meraih prestasi lainnya, tapi suatu saat kita akan mengalami masa-masa
down alias futur. Maka, disinilah kita butuh lingkungan dan teman-teman
yang turut manjaga keistiqomahan semangat kita dan mereka tidaklah
bisa turut menjaganya melainkan harus sejalan. Lingkungan dan teman
yang bertolak belakang bahkan akan menjadi bantu sandungan dan
penghalang langkah kita. Perhatikan bagaimana Rosululloh mengibaratkan
antara teman yang baik dan teman yang buruk: “Teman yang baik
ibarat penjual minyak wangi, jika kita dekat dengannya kita akan dapat
wanginya atau minimal dapat ikut mencium harumnya. Adapun teman yang
buruk bagai pande besi, terlalu dekat dengannya kita bisa terkena bara
apinya atau minimal mencium bau tidak enaknya” Mestinya kita milih
deket-deket dengan penjual minyak wangi doong biar ketularan wanginya,
yaitu teman-teman sholih yang berprestasi yang selalu menuntun pada
kebaikan.
Yang kedelapan, ajak teman yang lain. Zakatnya
ilmu adalah dengan mengajarkannya pada orang lain, so.. berikan hak
ilmu itu dengan berbagi dan memberi manfaat bagi sekitar kita. Tularkan
kebaikan dan prestasi kita pada orang lain, niscaya hal itu akan lebih
menjaga prestasi kita. Dengan ini kita terpacu untuk selalu
mengembangkan kemampuan yang kita miliki dan menjaganya dengan sering
mengajarkannya. Semakin banyak orang disekitar yang kita ajak, semakin
banyak teman tuk saling mendukung diatas kebaikan, tambah semangat kan?
Yang kesembilan, hindari dan hilangkan penghalang. Penghalang
prestasi tentunya sangat banyak. Masing-masing diri kita akan mudah
menyampaikan alasan jika kita ditanya mengapa tidak berprestasi. Tapi
sebagai remaja muslim yang bertanggung jawab tentu pantang menyerah
dengan benturan-benturan penghalang tersebut. Kita harus semaksimal
mungkin memohon pertolongan Allah dan berusaha menghilangkannya. Jangan
sekali-kali kita malah mendekati sesuatu yang kita tahu itu akan
menghalangi kita. Wasi’ pernah berpesan kepada Imam Syafi’ie; “ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan pada orang yang bermaksiat”.
Jadi, diantara penghalang tersebut adalah kemaksiatan. Hati semakin
kelam dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan akhirnya terhalang dari
ilmu. Jika ilmu saja tidak bisa masuk, bagaimana kita akan
berprestasi, padahal awal dari prestasi adalah sebuah ilmu, “barangsiapa menghendaki dunia maka dengan ilmu dan barangsiapa yang menghendaki akhirat juga dengan ilmu.”
Yang kesepuluh, menelaah pelajaran dari orang yang sukses dan gagal. Pengalaman
adalah guru terbaik, kata pepatah. Dari pengalaman kita dapat belajar
banyak hal tentang berbagai cara untuk sukses berprestasi maupun
menghindari kegagalan. Ambil contoh dalam bidang dakwah, bagaimana
Rosululloh dengan keteguhan dan kesabaran yang diiringi hikmah dalam
berdakwah, memulai dakwah di Mekah dalam keadaan terusir dibenci namun
beliau berhasil kembali lagi ke Mekah dengan kemenangan yang besar tanpa
pertumpahan darah. Pelajaran semacam ini bisa kita gali dari
orang-orang yang berprestasi sesuai bidang yang kita ambil. Bagaimanakah
pula pelajaran dari orang-orang yang megalami kegagalan, darinya kita
bisa mawas diri, berhati-hati dari langkah-langkah yang akan
menggelincirkan kita. Insaya Allah apapun bidang yang kita ambil, di
sana bisa kita jumpai orang-orang yang telah mendahuli dengan
prestasinya.
Semua kiat ini tidak akan terwujud
keculai kita harus jujur terhadap diri kita dan segera memulainya dari
sekarang. Jadikanlah sisa hidupmu lebih bernilai! Selamat berprestasi!
Prestasi tidak akan diraih dengan berleha-leha.
sumber: http://roihan.wordpress.com/2011/02/27/yang-ngaji-yang-berprestasi/