Oleh: Bulqia Mas’ud
Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang
pengecut menjadi pemberani (Umar bin Khattab ra)
Berbicara
sastra tidak sekadar berbicara mengenai kata-kata indah atau struktur sastra
secara umum. Sastra itu luas. Sastra bisa berbicara mengenai refleksi sosial,
kemanusiaan, sejarah sosial, perubahan sosial dan nilai-nilai. Sejauh ini, menurut
pengamatan penulis, di universitas-universitas, sastra selalu dipandang sebagai
ilmu terbelakang yang tidak memberikan kontribusi langsung untuk memperbaiki
masyarakat. Hanya menggantung di langit imajinasi, tidak berpijak di bumi, beda
dengan ilmu-ilmu lain seperti kedokteran dan teknik. Padahal dalam sebuah karya
sastra kita bisa mengenali karakter dan menemukan nilai-nilai yang bisa
menunjang pembentukan watak seseorang. Sastra mampu masuk ke hati sehingga
memperbaiki moralitas pelajar.
Petuah
Umar Bin Khattab di atas cukup menggambarkan kaitan erat antara sastra dan
pembentukan karakter seseorang. Dengan mengajarkan sastra, kita menjadi tahu
makna kehidupan. Kita menjadi terbiasa untuk mengungkapkan sesuatu dengan
keindahan dan kelembutan. Sastra mengajarkan kita untuk peduli dan empati.
Ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai moral bisa diungkapkan tanpa kesan
menggurui. Bahkan kegemilangan sebuah peradaban bisa dilihat dari sastrawan dan
karya-karya sastra yang lahir pada masa itu. Seperti kegemilangan Islam yang
melahirkan ulama sekaligus sastrawan seperti Imam Syafi’i, Jalaluddin Rumi,
Umar al Khayyam dll. Di Jepang, sastra begitu dinamis seperti munculnya puisi-puisi
pendek yang kita kenal dengan haiku.
Fungsi
Sastra sendiri menurut Horace adalah Dulce
el Utile. Indah dan berguna. Bahasa
sastra adalah bahasa yang estetis yang mampu menghaluskan dan membangkitkan
jiwa dan perasaan. Di sinilah fungsi keindahan sastra. Sastra mampu
mengungkapkan ide yang rumit menjadi lebih estetis dan memahaminya dengan
menggunakan cita rasa. Karena struktur kata yang digunakan lebih estetis,
pembaca merasa tidak digurui. Sastra mentransformasi pesan, nilai-nilai, dan
menunjukkan karakter melalui sebuah cerita dan kata-kata indah.
Fungsi
yang kedua, yaitu berguna. Sastra mengandung pesan yang bermanfaat untuk
pembaca dan masyarakat. Sastra membawa nilai-nilai yang mampu memperbaiki
tatanan kehidupan sosial masyarakat. Jika mereka pembaca sastra, berarti mereka
mampu memetik nilai-nilai sehingga memengaruhi karakter pembacanya.
Jika
mereka seorang penulis, sastra adalah media positif untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan keadaan yang sedang terjadi di kehidupan sosialnya. Seorang
sastrawan biasanya lebih bijak bertindak. Mereka mampu mecermati
peristiwa-peristiwa sosial. Melakukan perlawanan damai. Mereka memiliki
kedalaman berpikir yang tinggi hingga mampu memediasi pemikirannya dalam
ungkapan-ungkapan yang lebih halus. Kita mengenal para pemikir yang juga para
sastrawan hebat dalam islam seperti Jalalluddin Rumi, Al Ghazali, Umar al
Khayyam, Sayyid Qutb, Sir Muhammad Iqbal. Filsuf Eropa, Leo Tolstoy, Nietzsche,
dan Soe Hok Gie di Indonesia. Hingga generasi Pramoedya Ananta Toer, Taufik
Ismail dan Rendra yang karya-karyanya sangat responsif terhadap keadaan.
Dalam
buku Metode Pengajaran Sastra, B. Rahmanto mengatakan seseorang yang telah
banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih
peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Secara
umum lebih lanjut dia akan mampu menghadapi masalah-masalah hidupnya dengan
pemahaman, wawasan, toleransi dan rasa simpati yang lebih mendalam (Rahmanto,
1988: 25). Dalam karya sastra terkandung nilai-nilai, pesan yang dibungkus dalam
cerita yang merefleksikan kehidupan sosial, konflik cerita, serta cara-cara
tokoh mengelola konflik. Hal ini tentu saja memberikan pelajaran untuk
menghadapi persoalan kehidupan. Melalui pembacaan yang mendalam, sastra pada
akhirnya mampu mengubah karakter seseorang.
Menurut
Taqiyuddin an-Nabhani dalam bukunya Hakikat Berpikir, memahami teks-teks sastra
membutuhkan cita rasa. Apabila cita rasa itu tidak terwujud maka tidak mungkin
seseorang akan memahami teks sastra. Tambahnya lagi, memahami teks sastra akan
dapat menggerakkan perasaan dan membangkitkan kita sehingga akan meninggalkan
pengaruh pada diri kita. Dengan sedirinya ketika kita membiasakan membaca dan
memahami teks-teks sastra, maka cita rasa itu muncul sendiri dan mengubah pola
sikap kita.
Jadi
sastra adalah sumber nilai yang dapat memberikan kesan religius. Mempelajari
sastra mampu menyentuh bahkan menggerakkan perasaan kita hingga mengubah pola
sikap dan membentuk karakter. Di dalamnya terkandung pesan-pesan moral,
ungkapan kata-katanya menimbulkan kesan estetis. Nilai-nilai yang baik tentu
akan kita temukan jika karya sastranya juga mengandung ruh spiritual dan kebaikan.
"Sesuatu yang dibutuhkan untuk menghaluskan
jiwa adalah seni dan sastra"
(Buya Hamka)
Mahasiswa Sastra Inggris Unhas
2008